Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ketinggian Gunung Lanny Jaya, Rosa Dahlia jatuh cinta. Nona 29 tahun ini memberikan jiwanya untuk gunung, lembah, dan tawa anak-anak di Distrik Lualo, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Rosa menyediakan oasis di daerah yang bahkan belum tersentuh listrik, sebuah perpustakaan yang nyaman, tempat anak-anak singgah dengan gembira. "Mereka datang ke sini sore sampai malam, membaca buku atau sekadar bermain," kata perempuan asli Magelang, Jawa Tengah, ini.
Rosalinda Delin menyalakan harapan di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Bidan 44 tahun ini setangguh batu karang. Dia berkampanye mengubah tradisi turun-temurun yang disebut hasai hai, yakni "mengasapi" ibu dan bayi yang baru dilahirkan selama 42 hari. Sebuah tradisi yang membuat ibu dan bayi semakin rentan terpapar infeksi pneumonia dan dehidrasi parah. Sulitnya kondisi alam, dan reaksi penolakan masyarakat tak membuat Rosalinda gentar. "Saya bekerja untuk masyarakat," katanya.
Kartika Jahja, 35 tahun, berkiprah bersama band Tika & The Dissidents di Jakarta. Penyanyi indie ini menggunakan daya kreativitas seni sebagai jalur menyuarakan kepedulian sosial. Tika mengabaikan godaan bermusik di jalur pop yang jauh lebih gemerlap. Beragam isu disoroti Kartika, dari hak-hak buruh, pelecehan seksual, diskriminasi, sampai perjuangan ibu-ibu Kendeng melawan masuknya industri semen yang menggusur gua-gua karst di Rembang, Jawa Tengah. May Day dan Tubuhku Otoritasku adalah lagu-lagu yang lantang menyuarakan keberpihakan Tika.
Seperti Kartini, gadis Jawa yang menulis surat kepada orang-orang berpengaruh di Belanda pada akhir abad ke-19, ketika budaya tulis masih jauh di awang-awang, Rosa, Rosalinda Delin, dan Kartika Jahja adalah perempuan pemberani. Mereka berani menembus batas, mengambil jalan terjal dan sering kali sepi. Benar-benar sepi. Alam, gender, nilai-nilai konvensional masyarakat, dan regulasi bukan tembok penghalang bagi perempuan-perempuan ini. Mereka menyalakan api harapan tentang Indonesia yang lebih baik.
Majalah Tempo merayakan peringatan Hari Kartini, pekan ini, dengan menampilkan para perempuan tangguh tersebut. Tim redaksi, dengan Ayu Prima Sandi sebagai pemimpin proyek, menjaring nama-nama dari beragam profesi. Setelah melakukan sejumlah verifikasi, kami memperoleh 65 nama dari berbagai kelompok masyarakat. Usia mereka maksimal 45 tahun, karena kami ingin mendorong dan memberi ruang kepada para perempuan muda. Angka itu juga kami tetapkan sebagai penanda usia majalah Tempo yang pada 6 Maret lalu memasuki 45 tahun.
Radar yang kami miliki memang tak bisa menjangkau semua bidang dan seluruh wilayah Indonesia. Kami sadar, pastilah masih banyak perempuan muda hebat yang ada di luar daftar kami. Mereka yang jauh dari jangkauan hiruk-pikuk media sosial, surat kabar, dan televisi.
Ada dua tahap seleksi yang kami lakukan. Pertama, melalui survei di media sosial. Publik kami ajak menyeleksi 65 menjadi 45 nama. Hanya dalam sepekan, 672 orang mengikuti survei online ini.
Tahap kedua adalah penjurian. Kami memilih sembilan perempuan muda andalan di berbagai bidang. Kami mengundang Alissa Wahid (Koordinator Nasional GusDurian), Putri Izzati (Kibar, kurator Zilliun-sebuah inisiatif menjaring anak-anak muda berbakat), Johana Kusnadi (Manajer Komunikasi Kreavi.com), Puti Ayu Amatullah (Manajer Media Sosial di Kibar), dan Mardiyah Chamim yang mewakili kalangan internal Tempo.
Diskusi hangat mewarnai proses penjurian. Keberagaman bidang dan pencapaian 65 perempuan muda ini sungguh membesarkan hati. Dari perancang busana, guru, saintis, bidan, dokter, pengacara, penyanyi, penari, praktisi teknologi, pengusaha, sampai atlet. "Seneng banget melihat variasi nama ini," kata Johana Kusnadi, "Ada yang masih 15 tahun tapi sudah berkarya hebat."
"Betul, memang hebat para perempuan ini," ujar Alissa Wahid. Namun prestasi saja tidak cukup. Dampak pada masyarakat adalah poin yang menjadi pertimbangan dewan juri. "Bidan Rosalinda, misalnya, dia mengubah begitu banyak hal," kata Alissa. Ibu dan bayi lebih sehat tentu akan menjadikan kualitas generasi yang jauh lebih baik.
Akhirnya, setelah tiga jam diskusi yang hangat, dewan juri memutuskan sembilan perempuan sebagai champion di bidang masing-masing. Ini sebenarnya hanya membedakan porsi tulisan dalam liputan khusus: para juara ditulis dalam dua halaman, dan yang lainnya dengan porsi yang lebih kecil.
Mereka yang menjadi "juara" adalah Yosmina Tapilatu (Bidang Sains dan Keilmuan), Kartika Jahja (Bidang Seni dan Budaya), Sheila Agatha (Bidang Industri Kreatif dan Entrepreneur), Yusniar Amara (Bidang Hobi dan Olahraga), Rosa Dahlia (Bidang Pendidikan), Rosalina Delin (Bidang Kesehatan), Leonika Sari (Bidang Teknologi Informasi dan E-commerce), Selly Martini (Bidang Penegakan Hukum), dan Nissa Wargadipura (Bidang Lingkungan).
Selain kesembilan perempuan luar biasa tadi, ada satu sosok yang mencuri perhatian dewan juri: Katyana Azlia Wardhana, gadis 20 tahun, yang menggulirkan gerakan antirisak atau bullying Sudah, Dong. Gerakan yang dirilis pada Juli 2014 ini sekarang telah memiliki 900 relawan, yang tersebar di berbagai penjuru negeri. Dewan juri sepakat memilih Katyana sebagai perempuan pilihan juri.
Seusai penjurian, tim redaksi turun ke lapangan menjumpai para perempuan pilihan Tempo. Sebuah kerja maraton berlangsung, melibatkan belasan reporter dan fotografer di berbagai daerah. Kartika Jahja ditemui Subkhan Jusuf Hakim di Kedai Kemang. Sheila Agatha, perancang yang karyanya mendunia di Paris Fashion Week, ditemui di apartemennya di Central Park oleh Gustidha Budiartie. Leonika Sari, anak muda pendiri Reblood, singgah ke kantor menghampiri Tito Sianipar.
Ayu Prima dan fotografer Nurdiansyah menuju Lualo, Lanny Jaya, Papua, untuk menjumpai Rosa Dahlia. Perjalanan menemui Rosa tidak mudah. Rute Wamena-Poga, distrik terdekat sebelum Lualo, ditempuh dua jam dengan bermobil. "Jalanannya ancur, muntahlah kami di separuh perjalanan," kata Ayu.
Petualangan belum berakhir. Sore itu, sekitar pukul 4, Ayu dan Nurdiansyah harus berjalan kaki dari Poga menuju Lualo. Tiga jam keduanya berjalan mendaki bukit, menuruni lembah, menyeberang jembatan kayu yang miring. "Sementara arus sungai sedang deras-derasnya," kata Ayu. Gerimis membuat perjalanan semakin mendebarkan.
Pukul 8 malam, Ayu dan Dian sampai di Lualo, di depan sebuah bangunan dengan papan "Perpustakaan". Rosa, yang sedang bermain dengan anak-anak, tak segera membukakan pintu. Butuh sekian detik sebelum dia sadar bahwa benar ada tamu mengetuk pintu. "Ha, serius kalian sampai di sini?" katanya sambil memeluk erat Ayu dan Dian. Tangis haru pun pecah malam itu.
Bukan hanya Ayu yang turun ke lapangan. Rina Widyastuti menemui Nissa Wargadipura, yang mengembangkan pesantren ekologis di Garut. Lalu Gadi Makitan dan Eko Siswono Toyudho menuju Aceh, menemui Yusniar Amara, satu-satunya perempuan penyelam Basarnas Aceh. Yohanes Seo, koresponden kami di Nusa Tenggara Timur, menemui Rosalinda Delin. Budhy Nurgianto, koresponden Tempo di Ternate, menjumpai Yosmina Tapilatu, yang sedang asyik meneliti kekayaan laut kepulauan Maluku.
Para perempuan hebat ini adalah energi yang tak terhingga. Mengabarkan kisah mereka kepada dunia adalah juga membagi energi yang akan menginspirasi orang banyak. Rosa Dahlia, misalnya, tergugah hatinya setelah membaca buku Sokola Rimba Butet Manurung. Kami yakin dan berharap, banyak kalangan-terutama gadis-gadis muda-yang tergugah dan kesetrum energi positif 45 perempuan muda pilihan Tempo ini.
Tim Edisi Khusus Perempuan Muda Pilihan Penanggung Jawab Budi Setyarso Pemimpin Proyek Ayu Prima Sandi Penulis Ayu Prima Sandi, Gadi Makitan, Gangsar Parikesit, Gustidha Budiartie, Hussein Abri Yusuf Muda, Istiqomatul Hayati, Linda Hairani, Marta Warta Silaban, Mardiyah Chamim, Mitra Tarigan, Moyang Kasih Dewi Merdeka, Muhamad Rizki, Praga Utama, Raymundus Rikang, Rina Widiastuti, Subkhan Jusuf Hakim, Syailendra Persada, Gabriel Wahyu Titiyoga, Tito Sianipar, Triartining Putri Penyumbang Bahan Anwar Siswadi (Bandung), Artika Rachmi Farmita (Surabaya), Budhy Nurgianto (Ambon), Bram Setiawan (Tabanan), Dwi Renjani (Bandung), Johanes Seo (Kupang), Muhammad Irsyam Faiz (Purbalingga), Pribadi Wicaksono (Yogyakarta), Sigit Zulmunir (Garut) Penyunting Agus Supriyanto, Anton Aprianto, Bagja Hidayat, Budi Setyarso, Efri Nirwan Ritonga, Idrus F. Shahab, Iwan Kurniawan, Jajang Jamaludin, Nurdin Kalim, Nurdin Saleh, Philipus Parera, Purwanto Setiadi, Retno Sulistyowati, Seno Joko Suyono, Setri Yasra, Sunudyantoro, TB Firman D. Atmakusumah, Tulus Wijanarko, Yandhrie Arvian, Yos Rizal Suriaji Riset dan PDAT Danni Muhadiansyah, Evan Koesoemah Periset Foto: Ijar Karim, Jati Mahatmaji, Ratih Purnama Fotografer: Aditia Noviansah, Dhemas Reviyanto, Eko Siswono Toyudho, Franoto, M Iqbal Ichsan, Nurdiansah, Pius erlangga, Prima Mulia Bahasa Iyan Bastian, UU Suhardi, Sapto Nugroho Desain Eko Punto Pambudi, Djunaedi, Gatot Pandego, Tri Watno Widodo |
Perempuan dalam Bilangan
SEBAGAI salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia, setiap langkah dan kebijakan yang diambil terkait dengan nasib perempuan akan berdampak pada masa depan Indonesia. Raden Ajeng Kartini memulai perjuangan pada awal abad ke-19 agar perempuan Indonesia diberi kesempatan yang sama. Ia percaya pendidikan adalah bekal kehidupan yang lebih baik. Dua abad sejak perjuangan Kartini, akses pendidikan masih menjadi masalah di beberapa daerah di Indonesia. Meski begitu, tak sedikit perempuan di Indonesia yang menonjol. Mereka mampu melihat halangan sebagai tantangan, dan mengubahnya menjadi kesempatan.
Jumlah Penduduk Indonesia 2015
Perempuan: 126,8 juta jiwa
Laki-laki: 128,1 juta jiwa
Angka Harapan Hidup
2014
Perempuan: 72,59 tahun
Laki-laki: 68,87 tahun
2013
Perempuan: 72,41 tahun
Laki-laki: 68,49 tahun
2012
Perempuan: 72,22 tahun
Laki-laki: 68,29 tahun
Pendidikan
Dibikin diagram lingkaran
Tamat SD di Perkotaan
Perempuan: 22,60%
Laki-laki: 20,96%
Tamat SD di Perdesaan
Perempuan: 33,95%
Laki-laki: 35,69%
Tamat SMP di Perkotaan
Perempuan: 20,99%
Laki-laki: 20,95%
Tamat SMP di Perdesaan
Perempuan: 19,02%
Laki-laki: 21,05%
Tamat SMA di Perkotaan
Perempuan: 29,99%
Laki-laki: 37,10%
Tamat SMA di Perdesaan
Perempuan: 12,86%
Laki-laki: 17,47%
Tamat Perguruan Tinggi di Perkotaan
Perempuan: 10,47%
Laki-laki: 10,64%
Tamat Perguruan Tinggi di Perdesaan
Perempuan: 3,29%
Laki-laki: 2,94%
Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 Tahun ke Atas
Dibikin diagram lingkaran-lingkaran
2012
Perempuan: 6,77%
Laki-laki: 5,75%
2011
Perempuan: 7,62%
Laki-laki: 5,90%
Angka Kematian Ibu
2012: 359 per 100.000 kelahiran hidup
2007: 228 per 100.000 kelahiran hidup
2002: 307 per 100.000 kelahiran hidup
1997: 334 per 100.000 kelahiran hidup
Target Millennium Development Goals: 100 per 100.000 kelahiran hidup (Diberi huruf tebal)
Kekerasan terhadap Perempuan
2012: 216.156 kasus
2013: 279.760 kasus
2014: 293.220 kasus
Perempuan di Puncak Pemerintahan
Presiden:
Sebagai presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri tercatat sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia 2001-2004.
Menteri (setelah reformasi):
Kabinet Reformasi Pembangunan (B.J. Habibie 1998-1999): 2 orang perempuan
Kabinet Persatuan Nasional (Abdurrahman Wahid 1999-2001): 2 orang menteri perempuan dan seorang wakil presiden
Kabinet Gotong-Royong (Megawati 2001-2004): 2 orang perempuan
Kabinet Indonesia Bersatu (Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009): 4 orang perempuan
Kabinet Indonesia Bersatu periode II (Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014): 6 orang perempuan
Kabinet Kerja
8 menteri perempuan di Kabinet Kerja di era Presiden Joko Widodo atau 23,5 persen dari kursi menteri.
-Menteri Badan Usaha dan Milik Negara Rini Soemarno
-Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
-Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
-Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani
-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
-Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek
-Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
-Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise
Pemimpin Perempuan di Daerah
Sistem pemilihan langsung banyak menghasilkan kepala daerah perempuan. Hasil hitung cepat pemilihan serentak tahun lalu mencatat, terdapat 30 nama perempuan yang menjadi pemimpin maupun wakil pemimpin di daerah, antara lain:
-Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
-Bupati Karang Asem, Bali, I Gusti Ayu Mas Sumatri
-Bupati Grobogan, Jawa Tengah, Sri Sumarni
-Bupati Kendal, Jawa Tengah, Mirna Annisa
-Bupati Indramayu, Jawa Barat, Anna Sophanah
-Bupati Karawang, Jawa Barat, Cellica Nuracahadiana
-Bupati Pandeglang, Banten, Irna Narulita
-Bupati Lampung Timur, Chusnunia
-Wali Kota Bontang, Kalimantan Timur, Neni Moerniani
-Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita
-Bupati Nunukan, Kalimantan Utara, Asmin Laura Hafid
-Widyasari
-Bupati Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Indah Putri Indriani
-Bupati Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Vonnie A. Panambunan
-Bupati Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Christiany Eugenia Tetty Paruntu
Bersinar di Dunia Internasional
Banyak perempuan mengharumkan nama Indonesia. Kiprah dan perjuangan mereka sudah diakui dunia. Inilah beberapa nama perempuan itu:
-Sri Mulyani: Managing Director dan Chief Operating Officer Bank Dunia
-Susi Susanti: Atlet bulu tangkis dan peraih emas Olimpiade pertama Indonesia tahun 1992
-Lilyana Natsir: Atlet bulu tangkis peraih juara All England 2012 (bersama pasangannya untuk kategori ganda campuran Tontowi Ahmad)
-Butet Manurung: Mendirikan sekolah rimba pada 2003 dan masuk Asia Time Magazine Hero pada 2004
Naskah: Gustidha Budiartie | Data: BPS, PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo