Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUMN
Angkasa Pura II Terbitkan Obligasi
PT Angkasa Pura II (Persero) menerbitkan obligasi senilai Rp 2 triliun. Menurut Direktur Utama Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi, dana hasil penerbitan obligasi digunakan untuk menyuntik belanja modal perusahaan. "Dana itu untuk meningkatkan pelayanan di sejumlah bandar udara, terutama Bandara Internasional Soekarno-Hatta," kata Budi Karya, Kamis pekan lalu.
Penerbitan obligasi, menurut Budi, merupakan alternatif sumber pendanaan baru bagi Angkasa Pura. PT Danareksa dan Mandiri Sekuritas ditunjuk sebagai penjamin emisi. Menurut Budi, perusahaan pelat merah yang dipimpinnya ini terus berbenah sebelum terdaftar di pasar modal.
General Manager PT Garuda Indonesia (Persero) M. Arif Wibowo mendesak PT Angkasa Pura II mempercepat perbaikan landasan pacu Bandara Soekarno-Hatta. Selama ini pesawat berbadan besar, seperti Boeing 777, belum bisa terbang langsung dari Soekarno-Hatta. Sebab, landasan pacunya hanya dapat didarati pesawat dengan bobot maksimal 320 ton. Padahal kapasitas penuh Boeing 777 mencapai 350 ton. Akibatnya, Garuda harus mengurangi penumpang hingga 90 orang.
PERTANAHAN
Moratorium Lahan Sawit dan Tambang
Presiden Joko Widodo akan menghentikan sementara (moratorium) penerbitan izin baru pembukaan lahan kelapa sawit dan tambang. Moratorium pembukaan lahan itu untuk menjaga kelestarian lingkungan. "Keanekaragaman hayati Indonesia perlu dijaga karena merupakan paru-paru dunia," kata Jokowi, Kamis pekan lalu.
Lahan sawit yang ada saat ini sudah cukup luas, yaitu 11 juta hektare. Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produktivitas. Jokowi juga menilai luas lahan tambang yang ada saat ini sudah cukup. Dia tidak ingin konsesi tambang yang merambah hutan konservasi terulang.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir membenarkan luas lahan sawit di Indonesia tidak sebanding dengan produktivitas per hektare, yang saat ini hanya 2-3 ton. Idealnya 5-6 ton per hektare.
PERBANKAN
BI Umumkan Kebijakan Moneter Baru
Bank Indonesia berencana mengganti perhitungan suku bunga acuan (BI Rate) saat ini dengan bunga reserve repurchase agreement obligasi negara (SUN) tujuh hari. Saat ini acuan BI Rate adalah suku bunga Bank Indonesia (SBI) 12 bulan.
Repo merupakan transaksi penjualan Surat Utang Negara dari BI kepada perbankan. Syaratnya, bank sentral membelinya kembali pada jangka waktu tertentu. Tingkat bunga acuan repo saat ini 5,75 persen, sedangkan suku bunga BI berada di 6,75 persen.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai kebijakan ini dirancang karena selama ini hubungan antara BI Rate dan inflasi tidak terlalu kuat. Karena itu, dibutuhkan instrumen baru yang mencerminkan tingkat inflasi. "Seharusnya BI Rate itu ada hubungannya dengan inflasi. Tapi kok bedanya sebanyak itu," katanya Kamis pekan lalu.
ENERGI
Subsidi Solar Akan Dicabut
Pemerintah berencana mencabut subsidi bahan bakar minyak jenis solar, setelah menghapus subsidi Premium. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, pencabutan subsidi dilakukan untuk menjaga keuangan pemerintah.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, kuota subsidi solar 16 juta kiloliter. Anggaran pemenuhan kuota ini tercatat Rp 16 triliun. Harga keekonomian solar saat ini hanya Rp 5.000 per liter, dengan subsidi Rp 1.000 per liter. Menurut Sudirman, pencabutan subsidi tidak akan berisiko menaikkan beban masyarakat. "BBM saat ini harganya tergolong murah," katanya Selasa pekan lalu.
Juru bicara PT Pertamina (Persero), Wianda Pusponegoro, mendukung langkah pemerintah. "Kami siap mengikuti kebijakan pemerintah," ujarnya. Harga solar saat ini, menurut dia, sudah berada di harga keekonomian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo