21 Mei 1998
Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden. Wakil Presiden B.J. Habibie langsung menggantikannya.
1 September 1998
Kejaksaan Agung mengumumkan adanya indikasi penyelewengan uang yayasan yang dipimpin oleh Soeharto.
25 September 1998
Soeharto datang ke Kejaksaan Agung untuk menyerahkan surat kuasa guna mengusut hartanya.
2 Desember 1998
Presiden B.J. Habibie mengeluarkan instruksi agar Jaksa Agung segera memeriksa Soeharto.
9 Desember 1998
Untuk pertama kalinya, Soeharto diperiksa oleh kejaksaan.
20 Juli 1999
Soeharto terkena stroke dan dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.
25 September 1999
Kejaksaan Agung mengumumkan status perkara Soeharto dari penyelidikan ke penyidikan.
7 Oktober 1999
Mestinya Soeharto kembali diperiksa di Kejaksaan Agung, tetapi ia tidak datang karena alasan sakit.
11 Oktober 1999
Jaksa Agung—yang saat itu dijabat Ismudjoko—mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus Soeharto.
6 Desember 1999
Di era Presiden Abdurrahman Wahid, Jaksa Agung Marzuki Darusman membuka kembali perkara Soeharto dan mencabut SP3 yang diterbitkan Ismudjoko.
13 Maret 2000
Soeharto menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Menurut tim dokter pemeriksanya, ia sakit parah.
12 April 2000
Kejaksaan Agung mengenakan status tahanan kota atas Soeharto.
15 Mei 2000
Bertempat di rumahnya di Jalan Cendana Jakarta Pusat, Soeharto menandatangani tiga berita acara pemeriksaan (BAP) mengenai kasusnya.
29 Mei 2000
Soeharto jadi tahanan rumah.
3 Agustus 2000
Soeharto resmi menjadi terdakwa dalam perkara penyalahgunaan dana yayasan. Hari itu juga berkas perkaranya diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia kembali jadi tahanan kota.
31 Agustus 2000
Soeharto diadili secara in absentia oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
28 September 2000
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menutup kasusnya dan melepaskannya dari status tahanan kota. Menurut Hakim Ketua Lalu Mariyun, keputusan itu dikeluarkan karena Soeharto jatuh sakit.
5 Oktober 2000
Atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, Kejaksaan Agung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
8 November 2000
Permohonan banding itu dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diperintahkan memeriksa kembali kasus Soeharto.
17 November 2000
Soeharto mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
2 Februari 2001
Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi Soeharto, sekaligus membebaskannya dari status tahanan kota.
11 Desember 2001
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan memberikan pertimbangan hukum bahwa mantan presiden Soeharto tidak dapat diajukan ke pengadilan karena alasan sakit.
17 Desember 2001
Soeharto dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina. Menurut keterangan dokter, ia menderita radang paru-paru.
19 Desember 2001
Kuasa hukum Soeharto meminta agar kasus Soeharto ditutup.
20 Desember 2001
Setelah bertemu Presiden Megawati Sukarnoputri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan rencana pemberian abolisi kepada Soeharto.
21 Desember 2001
Sejumlah kuasa hukum Soeharto, di antaranya Deny Kailimang, Juan Felix Tampubolon, dan M. Assegaf, menemui Ketua Mahkamah Agung. Pertemuan itu diprotes sejumlah praktisi hukum karena dianggap menyalahi prosedur.
Wenseslaus Manggut (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini