MELATIH tinju hasilnya kena panah anak asuh. Itulah nasib Budi Nova alias Budi Santoso, 34 tahun. Ayah dua anak ini adalah bekas petinju amatir kelas welter ringan kondang di Purwokerto, Jawa Tengah. Ia baru saja naik bus di terminal ketika tibatiba ada lelaki yang menghardiknya, "Budi, turun kau!" Sambil berteriak begitu, kedua mata lelaki bertubuh sedang dan berambut keriting itu nyalang menatap Budi yang kekar. Napasnya turun naik dengan cepat, sedangkan tangan kirinya menggenggam busur dan anak panah. Busur yang terbuat dari rotan itu berdiameter sekitar satu meter. Sedangkan anak panahnya juga dari rotan, bermata besi dan berkait. Mendengar hardikan itu, Budi turun. Lelaki yang membentaknya tadi adalah Dally Alamon, 23 tahun, eks anak asuhnya di sasana tinju Banyumas Boxing Camp (BBC). Begitu kaki Budi menginjak aspal, sekali lagi ia dibentak, "Tetap tegak di situ." Bagaikan kena sirap, Budi terpaku di situ. Dally menudingnya geram. Jarak mereka sekitar enam meter. Budi masih terpana ketika sepucuk anak panah melesat ke arahnya. Cap! Anak panah yang konon berasal dari pedalaman Irian Jaya itu menancap di paha kiri Budi. Satu lagi, mampir di lutut kirinya. Ia lalu mengejar Dally sambil mencabut kedua panah yang menyangkut di celana jinsnya. Baru sekitar tiga meter melangkah, Budi kembali disambut panah ketiga. Kali ini ia berkelit. Dan panah yang menjurus ke perutnya mendarat di lutut kanannya. Ia tak berhasil mencabutnya. Tapi ia masih mencoba mengejar Dally sambil memegangi panah di lututnya. Dally lari. "Tangkap orang itu," ia berteriak berkali-kali kepada orang di sekitarnya. Massa yang sejak tadi bengong menyaksikan adegan langka itu pun ramai-ramai mengejar Dally. Tak lama kemudian, Dally bisa dibekuk rekannya sesama petinju, dan langsung diserahkan ke petugas keamanan setempat. Pagi itu, 20 Desember lalu, Dally ditahan di Polsek Purwokerto Selatan, sedangkan Budi dilarikan ke rumah sakit tentara Wijaya Kusuma. Ia harus dioperasi untuk mengeluarkan mata anak panah dari lutut kanannya. Awal cerita, begini. Budi melihat Dally menganiaya pengemis di terminal. "Sebagai seniornya, saya tegur perbuatannya yang tidak terpuji itu. Lagi pula, dia saya anggap adik sendiri," kata Budi kepada Sri Wahyuni dari TEMPO. "Yang saya lakukan itu untuk menjaga nama baik sasana," katanya di rumahnya, di Purwokerto. Mengaku memiliki 20 tanda penghargaan dari berbagai kejuaraan tinju daerah dan nasional, Budi jadi pelatih di beberapa sasana: di Banyumas, Wonosobo, Banjarnegara, Kebumen, dan Jakarta. Ia anggota Pertina Cabang Banyumas, dan melatih Dally pada 1983. Hasilnya lumayan. Pada Porda Jateng 1983, misalnya, ia meraih medali perak. Pada Kejurnas Tinju Kota Kembang Cup 1986, Dally meraih medali emas. Namun, ihwal teguran Budi tadi, caranya yang tidak kena di hati Dally. Sebab, selain menyebutnya monyet, Budi juga menjitaknya di depan umum. Dally, bapak dua anak ini, protes. "Kalau tidak terima, ayo, kita berkelahi," cerita Dally, menirukan ucapan Budi. Maka, calo penumpang yang mengaku kelahiran Ambon ini bergegas pulang ke rumahnya, di Desa Kedungringin Kecamatan Patikraja, sekitar 7 km dari terminal. Setengah jam kemudian, ia kembali membawa panah. Biang keributan boleh jadi bukan sekadar kejadian kecil tadi, tapi kuat dugaan lantaran dendam lama. Budi mengakui bahwa itu mungkin saja. "Saya keras melatih anak asuh. Mungkin karena itu ia sakit hati," katanya. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini