Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh, Jumhur Hidayat, sempat mengungkapkan kekecewaannya atas sikap polisi yang memblokir akses menuju Jalan Sudirman-Thamrin dan Patung Kuda, Monas, pada Kamis kemarin, 10 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, kata Jumhur, banyak elemen buruh yang tidak bisa bergabung dengan massa buruh yang sudah berkumpul di kawasan Patung Kuda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita kecewa, karena mau masuk MH. Thamrin, Sudirman tuh diblokir dimana-mana," kata Jumhur yang juga Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) itu kepada Tempo di kawasan Patung Kuda, Jakarta.
Menurut Jumhur, tidak ada sama sekali komunikasi dari pihak polisi mengenai pemblokiran jalan yang dilakukan.
"Gak ada, bilangnya mau memfasilitasi sampai sini. Dia gak konsisten juga. Kan harusnya kita janjinya kan memenuhi Thamrin Sudirman ini. Tapi ternyata diblokir dimana-mana, gila," katanya. Lantas pertanyaannya, siapa sebenarnya Jumhur Hidayat? Berikut profilnya.
Profil Jumhur Hidayat
Berdasarkan catatan Tempo, Jumhur Hidayat bukanlah orang baru di ranah politik Tanah Air. Jumhur merupakan aktivis sejak menjadi mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ia pernah dipenjara di masa rezim Soeharto pada 1989, karena terlibat dalam aksi mahasiswa menentang kedatangan Menteri Dalam Negeri, Rudini. Ia ditangkap bersama kawan-kawannya, Mochammad Fadjroel Rachman, Arnold Purba, dan lainnya.
Langkah politik Jumhur dimulai bersama Partai Daulat Rakyat. Bersama partai ini, Jumhur tercatat hanya berhasil mendudukan satu wakilnya di Senayan.
Sementara Jumhur merapat ke kubu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga akhirnya diangkat sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI) pada Januari 2007.
Selanjutnya: Latar belakangnya sebagai aktivis buruh…
Latar belakangnya sebagai aktivis buruh melalui elemen Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia dianggap mampu memimpin badan nondepartemen yang menangani penempatan dan perlindungan TKI tersebut. Ia terus menjabat posisi ini sampai dicopot pada 2014, dan digantikan oleh Gatot Abdullah Mansyur.
Pencopotan ini, kabarnya ditengarai oleh masalah politik. Jumhur saat itu dikabarkan tengah dekat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai yang saat itu berperan sebagai oposisi dan kerap berseberangan dengan pemerintahan SBY.
Pada Maret 2014, Jumhur memang sempat menemui pejabat teras PDIP, yakni Sidarto Danusubroto, dan Ahmad Basarah.
Namun kabar ini sempat dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, saat itu. Dia membantah pencopotan Jumhur lantaran masalah politik. Menurut dia, Jumhur diganti bukan karena ia memutuskan untuk bergabung ke PDIP.
"Tidak, bukan karena pemilu juga," katanya saat ditanyai wartawan usai melantik Kepala BNP2TKI di kantornya, Rabu, 18 Maret 2014.
Masih dalam catatan Tempo, Jumhur pernah mendeklarasikan ormas bernama Aliansi Rakyat Merdeka yang mendukung pencalonan mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi sebagai calon presiden pada 2014.
Namun pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Jumhur memindahkan dukungannya kepada Prabowo Subianto.
ADVIST KHOIRUNIKMAH | FIKRI ARIGI
PILIHAN EDITOR: Jumhur Hidayat: Polisi Blokir Jalan Menuju Sudirman-Thamrin, Banyak Massa Buruh Tak Bisa Sampai Patung Kuda
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.