Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jakarta Raya memberikan sanksi denda sebesar Rp 33 juta kepada pelanggan SL (28 tahun) yang merupakan warga Cengkarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLN menduga adanya pelanggaran pemakaian tenaga listrik di meteran listrik milik SL saat dicek petugas. General Manager PLN UID Jakarta Raya Lasiran mengatakan pihaknya telah menjalankan pengecekan sesuai prosedur Penerbitan Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) pada Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Wewenang dan tanggung jawab PLN itu mulai dari pembangkit sampai kWh meter, jadi kWh meter itu milik PLN dan secara rutin PLN memeriksa kWh meter untuk memastikan kWh meter normal sebagai bagian dari perlindungan terhadap keselamatan pelanggan itu sendiri," ujar Manager UP3 Cengkareng PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, Faisal Risa melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu, 14 Oktober 2023.
P2TL merupakan program pengecekan rutin yang bertujuan menjaga keselamatan dan memastikan kWh meter bekerja secara normal. Saat petugas mengecek kediaman SL pihaknya mendapati kelainan pada kWh meter dan segel.
Sementara itu, SL mengajukan keberatan pada Kamis, 12 Oktober 2023. Sidang itu dipimpin langsung oleh tim dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan kementerian ESDM. Namun, PLN menolak hasil laporan keberatan tersebut. SL mengaku bukti yang diklaim oleh PLN tidak juga ditunjukkan saat rapat. “Malah ayah saya diancam, tiba-tiba hari ini (Jumat, 13 Oktober 2023) listrik dicabut tanpa ada info,” kata SL.
SL pun akhirnya membayar sebesar 30 persen uang muka tagihan susulan pada Jumat, 13 Oktober 2023. Sisanya diangsur. Hal itu terpaksa ia lakukan guna kebutuhan operasional rumah. “Setelah menjalankan tahapan tersebut, pelanggan baru mengatakan bahwa tahun 2016 pernah meminta oknum untuk mengganti kWh meter tanpa melalui PLN,” ujar Faisal.
Menanggapi hal itu, SL merasa bingung dengan tudingan pelanggaran tersebut. SL mengaku, selama ia dan keluarganya tinggal disana, meteran listrik di rumahnya selalu dicek oleh staf PLN secara langsung.
SL juga mengaku selalu membayar sekitar Rp 2 juta sampai Rp 2,3 juta perbulan untuk tagihan listrik. “Kami berharap PLN mau bermediasi, kami tidak muluk-muluk apalagi menggugat tentang pencemaran nama baik dengan menyatakan ‘kami yang melakukan penggantian meteran tanpa lewat PLN’,” ujar SL.
Hingga, Sabtu 14 Oktober 2023 SL baru mendapatkan bukti hasil uji lab yang diberikan oleh PLN. Dari hasil uji lab, PLN menemukan adanya pelanggaran dari kWh meter milik keluarga SL yang diproduksi tahun 2016. Berdasarkan pemeriksaan fisik, PLN menemukan adanya segel yang terpasang pada tahun 2008. “Kedapatan baut tutup bagian kiri dan bawah dan kanan atas tidak ada,” tulis dokumen yang diterima SL.
Selain itu, pada pemeriksaan komponen dalam, PLN menemukan bekas solder ulang yang tidak sesuai dengan pabrikan. SL masih menaruh curiga sebab dalam dokumen tersebut tidak disertai tanda tangan dari saksi atau pelanggan. Hingga kemarin Minggu, 15 Oktober 2023, SL masih menunggu undangan dari pihak UP3 Cengkareng untuk menyelesaikan perkara tersebut.