Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
GKI Yasmin dan YLBHI tengah menyiapkan dokumen gugatan perdata kepada Pemkot Bogor.
Wahid Institute mengapresiasi penuntasan kasus GKI Yasmin sebelum masa jabatan Wali Kota Bogor berakhir.
Pemerintah Kota Bogor dituding takluk oleh kelompok intoleran.
JAKARTA – Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengklaim telah menyelesaikan polemik panjang seputar pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Perumahan Taman Yasmin, Bogor Barat. Namun kritik dan kecaman tetap datang dari jemaah GKI Bogor Barat yang kecewa atas keputusan pemerintah memindahkan lokasi gereja dari Taman Yasmin. Bahkan mereka menuding Pemerintah Kota Bogor takluk oleh kelompok-kelompok intoleran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bima Arya menilai wajar jika masih ada anggota jemaah yang kecewa terhadap keputusan pemerintah. Sebab, polemik itu sudah berlangsung selama 15 tahun. Namun ia yakin keputusan itu adalah pilihan yang paling tepat dari sejumlah opsi sebelumnya. "Seluruh aktor telah menghitung potensi dari setiap opsi yang ada. Dan yang terpenting, keputusan (relokasi) adalah kesepakatan bersama tanpa paksaan, termasuk dari GKI," kata Bima, dua hari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Pemerintah Kota Bogor menyerahkan lahan seluas 1.668 meter persegi di Jalan KH Abdullah bin Nuh. Lahan ini berjarak sekitar 2 kilometer dari lokasi gereja di Taman Yasmin. Lahan inilah yang disiapkan untuk rumah ibadah bagi jemaah GKI Bogor Barat, pengganti gereja di Taman Yasmin.
Pemkot Bogor memang tak mendapat dukungan penuh setelah memberikan lahan hibah itu kepada GKI Bogor Barat. Sebagian anggota jemaah dan koalisi masyarakat sipil menilai pemerintah telah kalah oleh tekanan kelompok intoleran, yang sejak 2006 menolak pembangunan gereja di Taman Yasmin. Padahal Pemkot memiliki kekuatan hukum, yaitu putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung dan rekomendasi wajib Ombudsman RI, yang menyatakan bahwa surat izin mendirikan bangunan (IMB) GKI Yasmin sah.
Pengurus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Bona Sigalingging (kanan) memberikan keterangan pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, 15 Juni 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Bima Arya mengatakan penyelesaian masalah pembangunan rumah ibadah di setiap wilayah memiliki karakter dan kisah masing-masing. Relokasi pembangunan gereja dari Taman Yasmin tak bisa diterjemahkan sebagai bentuk kekalahan pemerintah terhadap organisasi masyarakat yang menolak. "Jika dipelajari secara utuh, justru melalui solusi ini, pemerintah hadir untuk memberikan komitmen pemenuhan hak asasi warga negara untuk beribadah," ujar Bima.
Kasus GKI Yasmin mencuat sejak Pemkot Bogor mengeluarkan IMB Nomor 645.8-372/2006 untuk pembangunan gedung gereja di Taman Yasmin. Sejumlah warga bersama ormas Forum Komunikasi Masyarakat Muslim (Forkami) melakukan penolakan, dari demo, aksi pengusiran, hingga pelaporan pidana. Di tengah konflik tersebut, Pemkot membatalkan IMB pembangunan gereja GKI di Taman Yasmin pada 2011.
Di lokasi baru, Bima mengklaim, tak akan ada penolakan dari warga sekitar. Menurut dia, pemerintah dan sejumlah tokoh masyarakat bahkan membantu sosialisasi pembangunan gereja yang berujung pemberian dukungan dari 73 warga non-Kristen di RT 04-05 RW 12 Cilendek Barat. "Tinggal menunggu penyelesaian dokumen dari GKI. Setelah itu, IMB akan dikeluarkan sehingga pembangunan bisa dimulai agar jemaah bisa cepat punya gereja untuk tempat ibadah," ujar dia.
Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI), Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid, menilai polemik panjang pembangunan gereja GKI Taman Yasmin tak hanya soal dasar hukum, yaitu putusan MA dan Ombudsman. Menurut dia, faktor penting dalam konflik tersebut adalah aspek sosial yang dialami jemaah GKI Yasmin. Solusi relokasi dinilai menjadi keputusan yang baik sejauh telah melibatkan jemaah gereja sebagai korban dalam kasus tersebut. "Prinsip kebebasan setiap orang untuk beribadah dan mendirikan rumah ibadah memang harus tetap diperjuangkan," kata dia.
Yenny memberikan apresiasi karena Bima mampu menuntaskan persoalan GKI Yasmin di pengujung masa jabatannya sebagai Wali Kota Bogor. Menurut dia, banyak pemerintah daerah yang kerap membiarkan polemik horizontal terkait dengan agama sebagai masalah menahun. "Ini pasti proses politik yang panjang," ujar Yenny.
Koordinator Jaringan Islam Anti-Diskriminasi, Aan Anshori, memiliki penilaian berbeda. Ia justru mempersoalkan pilihan relokasi sebagai solusi atas polemik panjang GKI Yasmin. Hal ini merujuk pada pengakuan sejumlah anggota jemaah GKI Yasmin yang mengklaim tak pernah dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan. Karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar anggota jemaah berkukuh untuk tetap membangun gereja di Perumahan Taman Yasmin.
"Caranya mungkin baik, memberikan hibah untuk bangun gereja. Tapi suatu tindakan bisa dikatakan baik kalau dilakukan juga dengan cara yang baik," kata Aan. "Menurut saya, ini tidak baik karena mengabaikan suara dari jemaah GKI Yasmin sendiri."
Juru bicara pengurus GKI Yasmin, Bona Sigalinging, pun mengatakan jemaah bersama sejumlah pendamping hukum tengah mempersiapkan gugatan perdata terhadap Pemkot Bogor. Mereka akan mempersoalkan keputusan Pemkot yang mengabaikan perintah MA dan Ombudsman untuk menerbitkan IMB di Taman Yasmin. Dia pun menilai kesepakatan antara pemerintah dan GKI Pengadilan Bogor tak sah karena bertentangan dengan hukum atau putusan pengadilan. "Masih dalam pendalaman (materi gugatan),” kata Bona.
FRANSISCO ROSARIANS | YUSUF MANURUNG
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo