Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian, Elen Setiadi, membantah anggapan bahwa keputusan menambah kuota impor garam industri dari 2,2 juta menjadi 3,7 juta ton menyalahi prosedur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan keputusan dibuat dengan melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rapat koordinasi tingkat menteri yang digelar pada Jumat pekan lalu di kantornya. “KKP (Kementerian Koordinator Perekonomian) diundang, ada Dirjen yang datang,” ujarnya seperti dimuat Koran Tempo, Rabu, 24 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Elen menyebutkan perwakilan Kementerian Kelautan yang hadir adalah Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi. Menurut Elen, rekomendasi Kementerian Kelautan menjadi salah satu pertimbangan. Namun ada rekomendasi lain, seperti dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, yang dinilai memahami kebutuhan industri. Badan Pusat Statistik pun dilibatkan.
Saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin lalu, Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti mengatakan keputusan menambah kuota impor itu melebihi rekomendasinya, yang hanya 2,1 juta ton. Menurut Susi, rekomendasinya didasari stok garam, yang saat ini 349 ribu ton, dan akan bertambah 1,5 juta ton sepanjang tahun. Impor yang direkomendasikan itu untuk menutup defisit kebutuhan garam sekitar 3,98 juta ton.
Brahmantya menjelaskan, dalam pertemuan koordinasi, ia tetap merekomendasikan kuota impor 2,1 juta ton. Tapi, menurut dia, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memutuskan 3,7 juta ton.
Brahmantya mengaku belum sepakat dan tetap mengusulkan angka rekomendasinya. Apalagi, kata dia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman harus mendapat rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan.
Adapun Darmin beralasan penambahan kuota impor dilakukan berdasarkan masukan dari Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Menurut Darmin, kedua kementerian menerima masukan dari pelaku usaha yang kesulitan memperoleh bahan baku.
“Mendag yang menginisiasi, meminta agar rekomendasi tak perlu lagi harus minta Kementerian Kelautan setiap kali impor,” kata Darmin.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Muzdalifah menambahkan ada potensi produksi garam domestik berkurang karena cuaca sedang basah.
Airlangga meyakinkan ada celah importasi garam tak perlu melalui Kementerian Kelautan. Ia menyebutkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri, Undang-Undang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Perdagangan. “Kami akan mempermudah importasi bahan baku garam untuk industri,” ujarnya, pekan lalu.
Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat menolak keputusan penambahan volume impor garam tanpa rekomendasi Kementerian Kelautan. Sedangkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menilai rencana impor itu merupakan bentuk ketidakseriusan pemerintah mencapai swasembada.
FAJAR FEBRIANTO