Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan saat ini Kemenkes tengah menyusun Peraturan Menteri Kesehatan terkait implementasi penambahan label gula, garam, lemak (GGL) dalam produk pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tingginya konsumsi GGL pada masyarakat merupakan salah satu faktor yang memicu banyaknya jumlah kasus penyakit tidak menular, seperi diabetes, stroke, dan penyakit jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski Kementerian Kesehatan sudah mensosialisasikan batas maksimum kadar GGL, tapi Siti mengakui upaya peningkatan literasi batas maksimum kadar di kalangan anak-anak masih sangat terbatas. “Memang yang kami lakukan saat ini masih sangat terbatas, untuk meningkatkan khususnya edukasi dan literasi terkait GGL,” kata Siti dalam acara Temu Media untuk Hari Jantung Sedunia 2024 pada Senin, 23 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, dr. Rita Ramayulis dari Persatuan Ahli Gizi memaparkan bahwa GGL merupakan zat makanan yang seharusnya dikonsumsi paling sedikit. “Tapi kita nggak bisa pungkiri hari ini, bahwa di antara kita sudah banyak yang mengandalkan fast food. Maka GGL kita dapatkan lebih besar daripada makanan lainnya sehingga menyebabkan ketidakseimbangan asupan,” kata Rita.
Rita juga mengatakan bahwa ada miskonsepsi yang berkembang di masyarakat, bahwa gula dalam pengertian GGL mencakup kandungan gula alami dalam buah. Padahal, konsumsi buah seharusnya ditingkatkan.
Pengendalian konsumsi GGL sebelumnya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut mengatur batas maksimal kandungan gula, daram, dan lemak dalam pangan olahan.
Kemudian, setiap produk pangan olahan juga diwajibkan untuk memenuhi ketentuan btas maksimum dan mencantumkan label gizi.
Sementara itu, Siti mengapresiasi adanya inisiatif dari salah satu pelaku industri yang memberikan label di supermarket untuk menandai produk dengan kadar gula berlebih. Terkait pemberian label ini, Siti mengatakan saat ini Kemenkes tengah menyusun aturan untuk implementasinya.
“Ada keterlibatan dari kementerian lain seperti Kemenko PMK untuk menentukan batas maksimum dan juga ada dari Kementerian Koperasi yang juga akan nanti bersama-sama dengan para industri untuk kemudian kita melakukan labeling terkait kadar gulam, garam, dan lemak kita,” kata dia.