Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mempertanyakan Peran Badan Pengawas

Polisi perlu mengetahui secara detail fungsi dan peran BPOM sebagai badan pengawas peredaran obat. Tidak tertutup kemungkinan ada tersangka baru atas munculnya penyakit gangguan ginjal akut.

2 Desember 2022 | 00.00 WIB

Petugas gabungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Barat serta personel kepolisian Polres Aceh Barat melakukan inspeksi mendadak (sidak) apotek di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, 22 Oktober 2022. ANTARA/Syifa Yulinnas
Perbesar
Petugas gabungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Barat serta personel kepolisian Polres Aceh Barat melakukan inspeksi mendadak (sidak) apotek di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, 22 Oktober 2022. ANTARA/Syifa Yulinnas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA – Polisi masih menelusuri dugaan kelalaian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengawasi peredaran obat sirop. Penelusuran ini dilakukan untuk mengetahui fungsi dan peran Badan Pengawas. Sebab, munculnya acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut pada anak terjadi akibat obat sirop yang tercemar senyawa berbahaya etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG).

Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memanggil sejumlah pejabat BPOM untuk dimintai keterangan. Salah satunya adalah pelaksana tugas Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor BPOM, Togi Junice Hutadjulu.

Kepala Unit 4 Sub-Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim, Komisaris Andika Urrasyidin, mengatakan keterangan Togi dibutuhkan karena dia bertanggung jawab atas pengawasan produk yang sudah mendapatkan izin edar. “Kok bisa produk yang sudah memiliki izin edar (tapi) tercemar EG dan DEG,” kata Andika, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100



Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

BPOM dan Bareskrim Polri menyita obat sirop dan bahan baku zat pelarut propilena glikol (PG) dan etilena glikol (EG) di PT Yarindo Farmatama, Serang, Banten, 31 Oktober 2022. Tempo/Joniansyah Hardjono


Etilena glikol dan dietilena glikol adalah senyawa kimia berupa cairan tidak berwarna dan tidak berbau. Senyawa ini ditemukan dalam zat pelarut dan menjadi kontaminan dalam produk obat. Menurut Andika, penyidik perlu mendapat penjelasan ihwal pengawasan yang dilakukan Direktorat Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor BPOM selama ini. Pemeriksaan ini menjadi langkah awal penyelidikan. “Untuk penetapan tersangka, menunggu hasil penyelidikan dulu, enggak bisa buru-buru,” kata Andika.

Togi Junice Hutadjulu sebelumnya mengatakan pengawasan BPOM terhadap produk farmasi dilakukan melalui surveilans mutu berbasis risiko. Tujuannya memastikan seluruh produk yang beredar aman. "Ada 126 produk, seperti untuk demam anak, obat epilepsi anak, termasuk dewasa, dan sebagainya," kata Togi pada 24 November 2022.

Senin lalu, Bareskrim meminta keterangan dari pejabat bagian laboratorium BPOM. Penyidik menggali informasi tentang kandungan obat yang diperiksa di laboratorium. Namun Andika tidak bersedia menjelaskan hasil pemeriksaan.

Di luar BPOM, kepolisian telah menetapkan tiga korporasi farmasi sebagai tersangka, yaitu PT Afi Farma, PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries. Mereka diduga lalai karena mengedarkan produk farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan. Bareskrim juga menetapkan tersangka perorangan dari CV Samudra Chemical, penyuplai bahan baku obat. Andika menegaskan, penyidik tidak akan berhenti pada empat perusahaan itu. “Kemungkinan ada lebih dari tiga perusahaan pedagang besar selaku pemasok bahan baku farmasi,” ucap dia.

CV Samudra Chemical telah bergerak dalam usaha pemasok kimia dan bahan baku kimia sejak 2018.  Sebelumnya, perusahaan ini menggunakan nama CV Samudra Kimia. Pemilik perusahaan, yang berinisial E, saat ini dinyatakan buron. Polisi telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencekal pengusaha itu.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo. Tempo/Febri Angga Palguna


Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengatakan PT Afi Farma dan CV Samudra Chemical ditengarai memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu. PT Afi Farma diduga dengan sengaja tidak menguji bahan tambahan propilena glikol (PG) yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.

Menurut Dedi, batas aman kandungan senyawa pelarut tersebut maksimal 0,1 miligram per milimeter. "PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh pemasok  tanpa melakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan dalam proses produksi," kata Dedi.

Dedi menyebutkan, PT Afi Farma memperoleh propilena glikol dari CV Samudra Chemical. Di gudang Samudra Chemical di Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, ditemukan 59 drum yang berisi senyawa kimia. Berdasarkan hasil pengujian uji laboratorium forensik Polri, didapati propilena glikol itu mengandung etilena glikol dan dietilena glikol melebihi batas aman. Hasil uji lab itu dikuatkan dengan barang bukti yang didapat polisi, seperti sejumlah obat sediaan farmasi buatan PT Afi Farma serta dokumen purchasing order (PO) dan delivery order (DO) perusahaan.

Akibat perbuatannya, kedua perusahaan disangka dengan pasal berlapis. PT Afi Farma dijerat menggunakan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 dan 3 juncto Pasal 201 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kesehatan serta Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 3 UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

Adapun CV Samudra Chemical disangka melanggar Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 dan 3 dan/atau Pasal 60 angka 4 UU Cipta Kerja juncto Pasal 106, Pasal 201 ayat 1 dan 2 UU Kesehatan dan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat 3 UU Perlindungan Konsumen juncto Pasal 55 dan/atau Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman pasal-pasal ini maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Pipit Rismanto, mengatakan tengah membidik sejumlah perusahaan lagi. Penyidik, dia mengimbuhkan, telah mengantongi alat bukti yang cukup dan segera mengumumkan tersangka baru.

AVIT HIDAYAT | HENDARTYO HANGGI | FENTI GUSTINA (MAGANG)

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus