Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Penyandang HIV/AIDS saling meminjam obat agar tak putus mengonsumsi antiretroviral.
Pasien HIV/AIDS tak lagi menerima suplai obat untuk 30 hari.
Sebagian mengeluhkan adanya efek samping dari obat pengganti.
SETAHUN menenggak obat antiretroviral (ARV), Yohana—bukan nama sebenarnya—kelimpungan sejak awal April lalu. Tiga kali bolak-balik ke Rumah Sakit Umum Pusat R.D. Kandou, Manado, hingga pertengahan April, ia selalu mendapat kabar bahwa stok obat fixed-dose combination, yaitu kombinasi tenofovir, lamivudine, dan efavirenz, masih kosong. Biasanya obat untuk penyandang HIV/AIDS itu dia peroleh dengan mudah dan gratis.
Perempuan 38 tahun itu bercerita, stok obatnya cuma cukup hingga akhir bulan. Bagi pengidap HIV/AIDS seperti Yohana, kehabisan obat merupakan petaka. Jika konsumsi obat terputus, virus di tubuhnya bisa kebal dan berpotensi memicu penyakit lain. Sebelum persediaan obatnya tandas, Yohana menelepon koleganya yang sama-sama meminum ARV. “Saya mendapat pinjaman untuk menambah stok sampai tiga hari. Lumayan,” katanya pada Kamis, 16 April lalu.
Menurut Yohana, saling meminjam ARV di Manado dilakukan sejak akhir Februari lalu. Di komunitas penyandang HIV/AIDS, pinjam obat lazim dilakukan ketika stok pribadi kosong. Setiap pasien memiliki jaringan dengan kolega yang mengonsumsi ARV berjenis sama. Si peminjam akan mengembalikan obat setelah mendapat cadangan dari rumah sakit. “Kami merasa berutang karena, bagi penderita HIV/AIDS, obat itu perpanjangan nyawa,” ujar Yohana.
Stok ARV menipis karena Kementerian Kesehatan gagal melelang pengadaan obat akhir tahun lalu. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memilih mengembalikan proses tender ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Padahal Kementerian, LKPP, dan Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan kegiatan lelang menjadi ranah Kementerian pada awal 2019.
Gugum Gunawan, warga Bali, juga kesulitan memperoleh ARV. Dia biasanya mendapat paket obat untuk 30 hari. Sejak awal Maret lalu, rumah sakit mengecer obat Gugum untuk dikonsumsi per sepuluh hari. Namun, awal April lalu, ia tak lagi bisa mengeteng panasea. Dari temannya, ia mendapat pinjaman untuk empat hari.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo