Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang -Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Kabupaten Tangerang atau dikenal dengan SMAN Curug Dedi Hidayat menyatakan belum memutuskan menerima 10 siswa yang orangtuanya memrotes kebijakan sekolah yang tidak meluluskan pelajar berprestasi dalam PPDB 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami belum bisa ambil sikap sebab sekolah hanya pelaksana kebijakan menteri bukan pembuat aturan,",kata Dedi kepada Tempo Jumat 5 Juli 2019.
Baca : Siswa Berprestasi Tersingkir PPDB, Ortu: Pak Jokowi Harus Tahu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dedi mengatakan bukan bermaksud menggantung nasib ke-10 siswa berprestasi itu melainkan sekolah menjalankan perubahan aturan Permendikbud berkaitan dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur prestasi.
Dedi berkilah panitia SMAN3 Curug meluluskan siswa berprestasi di luar zonasi dengan mengambil kuota 5 persen atau 8 orang. Itu kebijakan awal Permendikbud sebelum diganti dengan kuota baru 15 persen.
"Kemudian ada edaran surat mengenai prosentase jalur prestasi menjadi 15 persen. Hampir semua kepala sekolah SMA manafsirkan (-15 persen) itu meliputi siswa tanpa ketentuan zona. Artinya bibit unggul bisa masuk sekolah kami. Itu menggembirakan,"kata Dedi.
Namun menjelang pengumuman hasil PPDB pada 29 Juni 2019 (- yang diundur pada 30 Juni 2019) kepala SMA menerima perubahan Permendikbud nomor tahun 2019 itu.
"Pada pasal 21 disebutkan penerimaan jalur berprestasi diambil di luar zona, jika tidak terpenuhi maka aturan kembali kepada jalur zona,"kata Dedi.
Dengan aturan itu kata Dedi maka persepsi awal 15 persen siswa berprestasi bisa diambil dari dalam zona gugur. "Pendaftar jalur berprestasi di luar zona sekitar delapan orang kami terima untuk memenuhi kuota lima persen. Selebihnya kami tidak bisa memenuhi jalur prestasi hingga lima belas persen,"kata Dedi.
Nah 10 persen sisa jalur prestasi karena tidak ada siswa pendaftar di luar zona maka diambil siswa berdasarkan zonasi atau jarak.
Dengan demikian maka 10 siswa berprestasi yang secara zonasi dalam kawasan SMAN3 Curug terpaksa tidak bisa masuk sesuai jalur zonasi.
Dedi juga mencontohkan sekolah lain yang murni 100 perssen mengambil siswa berdasarkan zonasi. Sebab di sekolah itu tak ada yang mendaftar melalui jalur prestasi ataupun jalur pindah tugas orangtua.
"Kami tidak memungkiri, nasib mereka seperti digantung dengan aturan itu. Kalau aturan belum berubah kami belum berani bersikap. Sepengetahuan kami berkas ke-10 anak itu masih berada di sekolah," kata Dedi lagi.
Terpisah perwakilan orangtua 10 siswa itu akan berjuang keras agar anak-anak mereka diperlakukan adil. Mereka telah mengadu ke gubernur dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
Baca : Ombudsman Sesalkan DKI Jakarta Tak Terapkan PPDB Zonasi, Ada Apa?
"Kami pada Rabu lalu sudah mendatangi kantor Dinas Pendidikan, kepala dinas tak bertemu, gubernur juga demikian. Akhirnya kami mengadu ke Komisi V DPRD Provinsi Banten,"kata salah satu orangtua 10 siswa bernama Baya Panggiulan Hatta kepada Tempo.
Hatta mengatakan akan terus berjuang kalau dimungkinkan hingga ke meja hijau atau mengadu hingga Presiden Joko Widodo.
Dia menyebutkan justru sudah mengikuti prosedur namun tidak semua hasil PPDB murni mengikuti aturan.
Hatta mengatakan posisi rumahnya berjarak 4000 atau 4 kilometer dari sekolah tujuan SMAN 3 Curug. Artinya dari segi jarak atau zona sudah jauh. Sebab jarak terjauh yang diterima 2,1 kilometer. Walaupun sebenarnya masih dalam satu zonasi antara rumah dan sekolah.
Karena itulah dia memilihkan anaknya melalui jalur prestasi non akademik. Berbekal sertifikasi juara karate tingkat provinsi anaknya yang sebenarnya nilai ujian nasional cukup tinggi 320 mendaftar di sekolah itu.
Namun pil pahit harus ditelan. Anaknya bersama sembilan siswa jalur prestasi tak diterima di SMAN 3 Curug itu.
Padahal Hatta jauh sebelum PPDB dimulai telah pindah kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) dari Kota Tangerang ke Kabupaten Tangerang.
Baca : Dugaan Kecurangan PPDB, Ombudsman Panggil Kepala SMKN 1 Panongan
Semula sebelum ada aturan zonasi, domisili Hayat berada di Panongan Kabupaten Tangerang namun anaknya bersekolah di Kota Tangerang. Lama tidaknya pembuatan KK, KTP dan domisili ini juga menentukan skor nilai sebagai syarat pendaftaran PPDB
"Tapi itu tidak berarti, kalau aturan jalur prestasi diambil di luar zona ya pasti saya sekolahkan anak saya di Kota Tangerang, aturan menteri ini (PPDB) tidak ada sosialisasi bagi masyarakat," tutur Hatta.