Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengembangkan penyidikan kasus suap pajak Rp 50 miliar.
Dua tersangka pajak ditengarai tidak bekerja sendiri.
Ada tim khusus yang disebut Pandawa Lima, yang salah anggotanya disebut-sebut kebagian tugas bernegosiasi dengan wajib pajak bermasalah.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tengah mengusut skandal rasuah senilai Rp 50 miliar yang diduga melibatkan dua pejabat Direktorat Jenderal Pajak. Keduanya, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Februari 2021, adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Pajak, Angin Prayitno Aji; serta bekas Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan, Dadan Ramdani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Tempo yang mengetahui pengusutan perkara ini menyebutkan dugaan suap yang tengah diusut tersebut adalah dalam pengurusan pajak pada 2016 dan 2017. Saat itu, Angin menjabat Direktur Penerimaan dan Penagihan Pajak serta Dadan merupakan bawahannya. Angin baru menjabat Direktur Ekstensifikasi pada awal Januari tahun lalu. Sedangkan Dadan dilantik sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pusat pada September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua sumber Tempo mengatakan Angin dan Dadan tidak bekerja sendirian. Mereka bergerak dalam tim yang disebut-sebut sebagai Pandawa Lima. Tim ini bertugas untuk bernegosiasi dengan wajib pajak dalam pengurusan surat ketetapan pajak.
Direktur Jenderal Pajak periode 2015-2017, Ken Dwijugiasteadi, juga disebut-sebut masuk tim ini. "Pak Ken punya tim khusus yang dijuluki Pandawa Lima. Mereka mendapat bagian nego-nego ke WP (wajib pajak)," kata sumber tersebut.
Ken Dwijugiasteadi saat menjabat Direktur Jenderal Pajak, menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan pajak dengan terdakwa Handang Soekarno, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 31 Mei 2017. Dok. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada Ken. Namun nomor telepon selulernya tidak aktif. Daftar pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan pendek juga belum dijawab.
Sumber ini pun mengatakan, "klien" tim Pandawa Lima bukan hanya tiga, melainkan ratusan wajib pajak korporasi. Pada 2017 di akhir masa jabatan Ken, informasi tentang adanya ratusan bukti permulaan pelanggaran wajib pajak sempat mencuat ke publik.
Seiring dengan Ken yang memasuki masa pensiun pada November 2017, aktivitas tim Pandawa Lima mulai surut. Namun kegiatan lancung di Direktorat Jenderal Pajak disebut-sebut masih berlangsung hingga 2020. Sumber Tempo lainnya mengatakan aktivitas itu berlangsung hingga 2019 dengan nilai rasuah mencapai Rp 100 miliar. Dari aktivitas itu, Angin dan Dadan ditengarai mengurus suap yang bernilai Rp 50 miliar.
Adapun KPK mencatat, selama 2017-2019, Angin melaporkan peningkatan harta kekayaan hingga Rp 5,22 miliar. Pada 2017, jumlah harta kekayaannya tercatat Rp 13,4 miliar. Dua tahun kemudian, angka tersebut naik menjadi Rp 18,62 miliar.
Dalam informasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara, Angin hanya mencantumkan aset berupa tiga bidang tanah dan bangunan senilai Rp 14,9 miliar. Lalu ada tiga unit mobil dengan total Rp 364,4 juta, dan harta bergerak lainnya sebesar Rp 1,09 miliar. Ada juga kas dan setara kas senilai Rp 2,21 miliar.
Sumber Tempo mengatakan tak semua harta dilaporkan Angin. Berdasarkan penelusuran, harta Angin tersebar di puluhan lokasi. Ada pula sertifikat hak milik dan akta jual-beli sejumlah bidang tanah yang didaftarkan atas nama orang lain. Adapun Dadan melaporkan hartanya pada 2019 sebesar Rp 953 juta. Nilai itu naik dari laporan pada 2017 yang sebesar Rp 767 juta.
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, enggan berkomentar atas informasi tersebut. Dia menyatakan publik baru dapat mengetahui detail proses itu saat para tersangka sudah ditahan. "Saat ini penyidikan masih berjalan sehingga materi penyidikan belum bisa disampaikan secara detail," kata Ali. Sejauh ini, komisi antirasuah baru mencegah Angin dan Dadan bersama empat orang lainnya ke luar negeri.
Adapun Angin dan Dadan juga belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Nomor telepon keduanya tidak aktif saat dihubungi. Pesan pendek yang dikirim pun belum dijawab.
DIKO OKTARA | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo