Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat itu berakhir larut. Kesimpulannya, pengacara Adnan Buyung Nasution menolak mendampingi PT Garuda Indonesia dalam prarekonstruksi kasus pembunuhan Munir di pesawat Boeing 747 milik Garuda. ?Tak hanya untuk kasus ini Abang memilih berhenti menjadi penasihat hukum perusahaan Garuda,? kata sumber yang dekat dengan pengacara kawakan ini.
Senin malam dua pekan lalu itu juga Buyung meminta sekretarisnya menghubungi Direktur Utama Garuda, Indra Setiawan. Tapi gagal. Telepon seluler Indra tak aktif. Yang terhubung kemudian adalah Direktur Niaga Garuda, Bachrul Hakim. Dengan alasan akan ada konflik kepentingan dalam kasus Munir, Buyung menyampaikan keputusan yang baru dibuat bersama rekan-rekannya.
Esoknya, 22 Februari, Garuda menyatakan prarekonstruksi kasus Munir tak mungkin dilakukan. Mereka belum siap, dengan alasan para kru yang masih bertugas dan pesawat yang tak tersedia.
Dalam pertemuan pada Senin berikutnya, disepakati jadwal baru reka ulang itu dua hari kemudian, dan akan diadakan di hanggar Garuda di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Rencana itu kembali gagal. Tapi kali ini yang meminta pembatalan adalah pihak kepolisian. ?Tim penyidik memang bisa mengajukan penundaan,? kata ketua tim pencari fakta, Brigadir Jenderal Marsudhi Hanafi. Direktur I Keamanan dan Trans-Nasional Badan Reserse dan Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Pranowo, menambahkan bahwa penundaan itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan.
Proses ini disebut prarekonstruksi, karena memang belum ada tersangka dalam kasus ini. Tapi, dengan alasan itu, Pollycarpus Budihari Priyanto menolak mengikutinya. Melalui kuasa hukumnya, Suhardi Somomoeljono, ia memastikan penolakannya itu. Sebab, menurut dia, proses itu tak lazim dan tak dikenal dalam hukum acara di Indonesia. ?Maksudnya apa?? kata Suhardi.
Ide prarekonstruksi itu datang dari tim pencari fakta kasus Munir yang dibentuk Presiden Yudhoyono. Mereka ingin reka ulang itu dibuat semirip mungkin, untuk mengetahui apakah ada yang janggal dan ada hal-hal yang tidak steril di ruang tunggu, hingga Munir masuk ke pesawat.
Acara itu cukup merepotkan, karena Garuda harus menyediakan pesawat Boeing 747 dan menghadirkan semua kru. ?Tak boleh diwakilkan,? kata Pranowo. Direktur Utama Garuda, Indra Setiawan, mengakui kerepotan itu. ?Tapi, demi terungkapnya kasus ini, kami terbuka dan mengizinkan semua kru yang dibutuhkan untuk ikut serta,? katanya.
Lalu kapan dilakukan?
Y. Tomi Aryanto, Erwin Dariyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo