Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rahasia 18 tahun

Akad nikah sundari, 18, dengan sigit, 21, diulang dengan sistem wali hakim. diketahui bahwa sundari hasil hubungan di luar nikah.

23 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAK sejenak bisa membuat malu seumur-umur. Ini kisah yang enak tak enak diceritakan namun sudah menjadi rahasia umum di Dukuh Tegallayang, Bantul, Yogyakarta. Ceritanya, begini. Suto, sebut saja begitu, yang berusia 41 tahun siap kenduri untuk mengawinkan putrinya, Sundari, 18 tahun, dengan Sigit, 21 tahun. Tiba hari H, Suto pun menjadi wali bagi anaknya yang pertama itu di depan penghulu pertengahan April lalu. Acara berjalan mulus dipimpin Jiriban, Ketua KUA Pandak Bantul, dengan emas kawin tunai Rp 10 ribu dan perangkat salat. Sementara itu di rumah, tetangga dan handaitolan sudah berdatangan. Ketika rombongan pengantin kembali dari KUA, rumah kecil dan sederhana itu makin sesak. Belum sepuluh menit mereka sampai dan minuman serta makanan kecil sedang diedarkan, tiba-tiba muncul utusan dari KUA. Petugas ini minta pengantin segera kembali ke KUA, dengan catatan tak perlu disertai orangtuanya. Melihat kejadian tak lazim itu tamu mulai bergumam satu sama lain mirip suara tawon sehingga suasana pesta jadi meriang. Apalagi Suto dan istrinya gerah bukan main. Akhirnya tuan rumah berbicara kepada besannya. "Mungkin, seharusnya bukan saya yang jadi wali," kata Suto. Keluarga mempelai pria tentu saja jadi heran. Suto menjelaskan, KUA lewat laporan seorang tetangganya ternyata mengetahui bahwa Sundari lahir satu bulan setelah pernikahan mereka. Artinya, pengantin perempuan itu adalah hasil hubungan di luar nikah. Pengakuan ayah lima anak ini pun kontan beredar di antara tamu. Namun, bocornya rahasia yang terpendam 18 tahun itu bukan cuma membuat Suto tak enak hati. Tapi lebih-lebih jadi derita bagi pengantin. Sebelum naik pelaminan, mereka pacaran dua tahun. Mereka tak kuat diteror gunjingan. "Kami terpaksa pindah mengontrak kamar di dusun lain," kata Sigit. Ia kini membuka warung mi ayam di Dusun Cengkiran, Kecamatan Pandak, Bantul. Mereka tentu bersyukur terhindar dari ancaman kualat berkat kesigapan Kepala KUA tadi, yang untung keburu mengulangi akad nikah dengan sistem wali hakim. "Kalau kejadian mereka seatap satu malam saja, berarti membiarkan mereka berzina, dan saya harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah," kata Jiriban. Akan halnya Suto, yang selama ini merasa aman tenteram, baru kini menyatakan tak tenang. "Saya jadi malu pada tetangga dan keluarga menantu saya," katanya kepada R. Fajri dari TEMPO. "Untuk apa sih mengadu ke KUA segala. Kalau anak saya lahir di luar nikah, kan urusan saya sama Gusti Allah," ia menggerutu. Malu pada manusia lebih penting, rupanya. Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus