Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Debt collector ancam guru taman kanak-kanak (TK) berinisial S sebab punya hutang pinjol hingga 40 juta rupiah, di Malang, Jawa Timur. Korban S mengaku sampai alami gangguan psikologis karena hal ini. Juga kasus debt collector tarik paksa kendaraan Babinsa di Jakarta Utara belum lama ini. Jadi, bagaimana dasar hukum debt collector?
Sering menarik perhatian masyarakat Indonesia soal kerja debt collector di lapangan, mulai mengirim pesan berulang atau spam, sampai menghampiri langsung pemilik utang bahkan tak jarang ada yang berani langsung merampas barang yang digunakan pemilik korban sebagai jaminan.
Di Indonesia sendiri diketahui belum ada secara khusus Undang-undang mengatur mengenai penagih utang atau debt collector ini. Keberadaan debt collector ini dapat membantu kreditur atau pemberi hutang dengan dasar pemberian kuasa guna menagih hutang kepada debitur atau pemilik hutang.
Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan kreditur jikalau memberikan kuasa kepada debt collector dalam menjalankan pekerjaan, kreditur mesti memperhatikan kualitas pelaksanaan penagihan apakah sama seperti cara kerja yang dilakukan pihak penyewa jasa (kreditur), juga pihak jasa debt collector hanya untuk kualifikasi utang kredit tertentu, misalnya debitur tergolong sebagai nasabah yang punya masalah terhadap pembayaran misalnya macet.
Berdasarkan hukum penggunaan jasa pihak lain dalam pekerjaan menagih utang, khususnya di bidang perbankan telah ada aturannya seperti oleh Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 14/17/DASP “Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu”.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan dalam PBI dan SEBI jadi imbauan yang ditujukan kepada pihak kreditur di mana mereka harus mematuhi pokok-pokok etika penagih utang kartu kredit seperti ketika melakukan penagihan pada debitur, dilarang menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit, kreditur kepada debitur hanya dilakukan pada pihak Pemegang Kartu Kredit bukan yang lain seperti menagih kepada kerabat atau sanak saudara debitur. Pihak kreditur dilarang menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal kepada debitur.
Selanjutnya, jika pihak kreditur hendak menagih hutang hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau di mana Pemegang Kartu Kredit atau debitur berdomisili, kreditur tidak boleh secara terus menerus menghubungi debitur hingga bersifat mengganggu atau spam. Pihak kreditur hanya boleh melakukan pekerjaan menagih pada jam tertentu, mulai 08.00 sampai pada 20.00 WIB waktu alamat debitur. Dan bila pun ingin melakukan penagihan di luar tempat domisili debitur harus punya dasar persetujuan dan perjanjian dengan debitur terlebih dahulu.
Pada kasus yang menimpa guru TK di Jawa Timur, merupakan pinjaman yang dilakukan di usaha fintech pinjaman online illegal, dimana badan usahanya yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Maka, risiko seperti ancaman penyebaran informasi pribadi, spam hingga kekerasan fisik yang dilakukan debt collector merupakan jalan ilegal yang sering dilakukan pinjol illegal supaya debitur merasa khawatir dan segera membayarkan hutangnya.
TIKA AYU
Baca: Menghadapi Debt Collector Mata Elang, Bagaimana Kedudukan Hukumnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini