Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Reklamasi Ancol Akan Masuk Revisi Perda RDTR, Pengamat: Melanggar 2 Kali

Menurut Nirwono reklamasi Ancol yang telah dilakukan saat ini pun merupakan tindak pelanggaran karena tidak diatur dalam rencana detail tata ruang.

16 Desember 2020 | 04.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai usulan memasukkan perluasan atau reklamasi Ancol di Jakarta Utara, ke dalam rancangan perubahan Perda nomor 1 tahun 2014 tentang rencana detail tata ruang dan Peraturan Zonasi, suatu bentuk pelanggaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, reklamasi Ancol yang telah dilakukan saat ini pun merupakan tindak pelanggaran karena tidak diatur dalam rencana detail tata ruang. "Kalau ada pelanggaran kemudian malah mau diusulkan untuk dimasukkan dalam revisi RDTR berarti justru Pemprov DKI melanggar dua kali," kata Nirwono melalui pesan singkatnya, Selasa, 15 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nirwono menjelaskan RDTR disusun sebagai panduan dalam membangun kota. Jika ada yg melanggar bisa atau harus ditertibkan. "Jadi bukan malah diusulkan untuk dimasukkan dalam revisi. Itu memberikan contoh buruk tidak taat aturan tata ruang," ujarnya.

Menurut dia, jika pelanggaran pemerintah diputihkan melalui revisi perda tersebut maka bisa diikuti pelanggaran yang dilakukan masyarakat. "Nantinya masyarakat bisa menuntut hal sama agar lokasi tempat tinggal atau pelanggaran tata ruang lainnya minta untuk diputihkan atau direvisi dalam RDTR."

Yang perlu dilakukan pemerintah adalah menjelaskan kepada masyarakat bahwa revisi RDTR ini disusun bukan untuk kondisi saat ini, melainkan kebijakan untuk 20 tahun ke depan. "Jadi pembangunan kota menjadi lebih baik, layak huni dan berkelanjutan," ujar dia.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD DKI Desie Christhyana mempertanyakan alasan Gubernur Anies Baswedan ingin memperluas daratan Ancol. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas 35 hektare dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas 120 hektare.

"Fraksi Partai Demokrat meminta penjelasan bagaimana status hukum dari perluasan kawasan rekreasi dunia fantasi tersebut," kata Desie saat membacakan pandangan umum fraksinya terhadap Rancangan Perda nomor 14 tahun 2014 tentang RDTR dan Peraturan Zonasi di DPRD DKI, Senin, 14 Desember 2020.

Ia menuturkan dalam diktum kesembilan disebutkan bahwa pembangunan di atas lahan perluasan kawasan sebagaimana dimaksud pada diktum ketujuh harus mengacu pada Rencana Tata Ruang, Masterplan dan Panduan Rancang Kota (Urban Design Guidelines/UDGL) serta ketentuan peraturan perundang- undangan.

Namun, kata dia, bila dicermati bahwa keputusan gubernur tersebut hanya didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Keistimewaan DKI; UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintah.

Rencana reklamasi Ancol tersebut, menurut dia, sama sekali tidak mengacu kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Selain itu, rencana tersebut juga tidak mengacu Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

"Padahal secara jelas keputusan gubernur tersebut terkait dengan pengaturan mengenai zonasi," ujarnya.

Desie meminta Pemerintah DKI menjelaskan bagaimana status hukum dari perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi tersebut dikaitkan dengan usulan perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2014.

"Apa yang menjadi alasan dari saudara gubernur untuk menerbitkan keputusan perluasan kawasan rekreasi Dufan tanpa mengacu kepada berbagai peraturan terkait sebagaimana disebutkan tersebut."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus