Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Puluhan orang yang diduga preman dan anggota ormas menyerbu Pasar Kutabumi di Kabupaten Tangerang pada Minggu sore, 24 September 2023. Mereka menyerang sejumlah pedagang dan merusak kios dan los pasar. Sebanyak dua pedagang dilaporkan terluka parah dan dilarikan ke rumah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedatangan massa anarkis ini diduga terkait dengan penolakan para pedagang terhadap rencana penutupan Pasar Kutabumi untuk direvitalisasi. "Banyak preman dan ormas yang tiba tiba menyerbu pasar dan kami para pedagang mencoba menghalangi dan sejumlah pedagang malah dipukuli," ujar salah seorang pedagang di pasar itu, Taufik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Taufik, massa mendatangi pasar itu sekitar pukul 15.30 WIB. Saat itu, ratusan pedagang bersiaga mencegah penutupan pintu utama pasar. Puluhan truk pengangkut batu menurunkan muatannya itu untuk menutup akses masuk pasar itu."Saat ini pintu utama dan sebagian pintu lainnya telah tertutup batu," ujar pedagang aksesoris ini.
Ketika para pedagang bersiap mengadang, munculah sekelompok orang dengan membawa kayu dan besi. "Mereka langsung merangsek ke pasar, merusak los dan kios. Mereka juga menyerang para pedagang," kata Taufik sambil menambahkan, "Anehnya, sejumlah petugas kepolisian yang ada di lokasi terkesan membiarkan hal itu terjadi."
Taufik dan para pedagang Kutabumi ternyata berkukuh bertahan. "Kami menginap di pasar untuk menjaga barang dagangan kami," ujarnya.
Terpisah, Kapolres Kota Tangerang Komisaris Besar Sigit Danni belum menjawab permintaan konfirmasi terkait serbuan massa anarkistis dan petugas di lokasi yang diduga membiarkan tersebut.
Alasan Pedagang Tolak Revitalisasi Pasar Kutabumi
Sebelumnya, lebih dari 400 pedagang Pasar Kutabumi, Pasarkemis, Kabupaten Tangerang menyatakan menolak rencana revitalisasi pasar yang telah dibangun sejak tahun 2000 itu. Mereka tetap bertahan berjualan di pasar itu meski ancaman pengusiran dan penggusuran mereka terima dalam satu bulan terakhir ini.
"Kami semua menolak revitalisasi dan tidak akan pergi dari pasar ini, kami akan terus berjualan disini," ujar Aniati, seorang pedagang pada Selasa 29 Agustus 2023.
Pedagang sembako yang telah berjualan sejak 15 tahun lalu di pasar itu menyebutkan, hampir seluruh pedagang menolak untuk meninggalkan pasar itu, meski berbagai intimidasi untuk mengusir mereka dilakukan pengelola pasar itu. Menurut para pedagang, Perumda Pasar Niaga Kerta Raharja (NKR) Kabupaten Tangerang telah mengeluarkan pernyataan secara resmi menutup Pasar Kutabumi tersebut sejak Jumat 25 Agustus.
"Tapi sampai sekarang kami masih bertahan dan tetap berjualan seperti biasa di pasar ini," ujar Rina, salah seorang pedagang pakaian.
Spanduk penolakan revitalisasi pasar Kutabumi, Pasarkemis, Kabupaten Tangerang, Selasa 29 Agustus 2023. TEMPO/JONIANSYAH HARDJONO
Rina mengatakan, dari 591 pedagang pasar itu, 95 persennya menolak revitalisasi dan memilih untuk bertahan. Pedagang menolak revitalisasi karena menilai pasar ini masih sangat layak dari sisi bangunan maupun lingkungannya." Kalau masih bagus kenapa harus dibangun ulang, disini juga bebas banjir, pasar bersih, dan rapi semua terjaga dengan baik," ujarnya.
Menurut Rina, para pedagang juga keberatan dengan rencana revitalisasi yang terkesan mengada ada dan tidak ada sosialisasi dan melibatkan para pedagang. "Tahu-tahunya mau revitalisasi, kami diminta pindah ke tempat penampungan sementara, dan harga kios dan los di tempat baru sangat mahal dan mencekik," kata Rina.
Versi Perumda Pasar NKR
Direktur Operasional Perumda Pasar NKR Kabupaten Tangerang Ashari Asmat membantah jika pihaknya tidak melakukan sosialisasi dan melibatkan para pedagang dalam rencana revitalisasi pasar itu." Wacana revitalisasi ini sudah ada sejak tahun 2019, dan sosialiasi bertahap terus dilakukan dan pastinya melibatkan para pedagang," kata Ashari.
Dia memastikan jika pedagang yang menolak hanya pedagang yang tidak terverifikasi dan tervalidasi." Kami sudah melakukan verifikasi dan validasi secara berulang dan dari 600 pedagang hanya 100-150 pedagang yang menolak," ujarnya.