Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mengubah Kota Tua Jakarta menjadi zona rendah emisi memerlukan anggaran hingga puluha miliar rupiah.
Dana puluhan miliar rupiah itu diperlukan untuk menyulap Kota Tua menjadi kawasan pedestrian sehingga menunjang penerapan zona rendah emisi atau low emission zone (LEZ)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan revitalisasi Kota Tua Jakarta mencakup untuk pembuatan trotoar, selter busway, air mancur, dan penataan lampu.
Hari menerangkan anggaran puluhan miliar yang digunakan dalam revitalisasi ini bukan berasal dari APBD DKI Jakarta, tetapi dari pihak swasta ketika meminta izin lokasi melalui penerbitan Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L).
SP3L sendiri merupakan kewajiban bagi pihak swasta atau pengembang yang melakukan pembangunan kawasan di atas 5.000 meter di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan sambutan dalam pembukaan Festival Batavia Kota Tua di Jakarta, Jumat 26 Agustus 2022. Festival yang berlangsung hingga Minggu (28/8) tersebut menampilkan sejumlah kesenian tradisional maupun modern dan memamerkan sejumlah produk UMKM di Jakarta sekaligus sebagai momentum diresmikannya wajah baru Kota Tua setelah direvitalisasi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Anggaran revitalisasi ini berasal dari skema Surat Persetujuan Penunjukan Penggunaan Lokasi atau Lahan (SP3L) dari tiga swasta PT MEA, PT Aruna, dan PT PJP.
Hari menerangkan bahwa revitalisasi Kota Tua Jakarta belum sepenuhnya selesai.
"Masih ada beberapa sudut wilayah yang harus dipoles lagi. Selter itu tinggal dirapihkan sedikit saja, paling seminggu kelar dan yang lainnya tinggal tahap finishing," tutur Hari.
Total luas fasilitas pejalan kaki yang tersedia setelah revitalisasi mencapai 329 ribu meter persegi. Jalanan di depan Stasiun Jakarta Kota misalnya, kini telah disulap menjadi kawasan pejalan kaki yang luas dari sebelumnya merupakan akses kendaraan bermotor.
Hari menuturkan revitalisasi Kota Tua memakan waktu lama karena sejumlah faktor. Pertama, dangkalnya pondasi trotoar pernah menyebabkan tanah longsor sehingga harus dilakukan perubahan pondasi di bagian dalam, serta juga terdapat beberapa rancangan yang mengalami perubahan.
Kedua, pemerintah DKI perlu memindahkan utilitas PT Kereta Api Indonesia (KAI) termasuk utilitas air bersihnya. "Itu yang membuat lama. Harusnya sudah selesai. Tapi ini sudah tak lama paling sepekan," ucap dia.