Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) mengungkapkan penyebab ribuan hakim berencana menggelar cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 mendatang. Per 1 Oktober 2024 pukul 14.16, Solidaritas Hakim Indonesia mencatat ada 1.611 orang yang bergabung dengan gerakan hakim cuti bersama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Muhammad Tanziel Aziezi menyebut cuti bersama hakim merupakan hal yang wajar. Ia menyebut gerakan mogok tersebut tidak terjadi tanpa sebab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi bukan ujug-ujug marah, tapi mereka itu udah ke KY sebelumnya, udah ngomong sama Mahkamah Agung dan IKAHI, udah protes sana sini, cuma enggak ada perubahan-perubahan," kata Tanziel, atau yang akrab disapa Azhe, saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 1 Oktober 2024. "Makanya akhirnya dipilih cara 'ya udah gue mogok lah'."
Menurut Tanziel, protes para hakim ini merupakan gerakan berulang. Pada sekitar 2010-2011, juga ada gelombang protes dari hakim.
"Pada saat itu, ada dorongan untuk menyesuaikan gaji hakim," ujar Tanziel. "Pemicunya adalah gaji hakim itu enggak pernah dinaikkan sejak zaman Soekarno."
Menurut Tanziel, presiden Indonesia pertama itu tidak suka dengan hakim. Sebab, dulu para hakim umumnya adalah orang Belanda. "Jadi hakim itu enggak pernah diperhatiin dari dulu, yang diperhatiin jaksa," ujarnya.
Sehingga pada saat itu, gaji jaksa lebih tinggi dibandingkan hakim. Bahkan, ia menyebut, gaji pegawai negeri sipil atau PNS di pengadilan lebih tinggi atau hampir sama dengan hakim. "Hakim-hakim marah," kata Tanziel.
Kemudian pada 2010-2011, para hakim membuat Forum Diskusi Hakim Indonesia (FHDI). Gerakan itu juga dibuat karena kekecewaan mereka terhadap Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Para hakim saat itu menilai organisasi profesi mereka diam saja.
Kala itu, memang sempat ada rencana aksi mogok sidang, namun batal karena tuntutan mereka direspons dengan penyesuaian gaji hakim. "Lahirlah PP 94/2012," katanya.
Beleid itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung. Aturan ini mengatur besaran gaji pokok dan tunjangan hakim.
PP Nomor 94 Tahun 2012 itu menjadi salah satu yang diprotes oleh Solidaritas Hakim Indonesia. Meski sudah direvisi dua kali, besaran gaji pokok hakim tetap sama dan tidak naik selama 12 tahun.
Pilihan Editor: Din Syamsuddin Siap Beri Kesaksian pada Polisi Ihwal Pembubaran Diskusi di Kemang