Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Terlambat Start Vaksin Lokal

Benih vaksin Covid-19 yang dikembangkan lembaga Eijkman diklaim bakal lebih aman dan andal.

25 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Salemba, Jakarta. Dok.TEMPO/ Nickmatulhuda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Kemajuan pembuatan bakal vaksin di laboratorium Eijkman baru mencapai 30 persen.

  • Tim riset Eijkman mengklaim pengembangan vaksin dengan metode rekombinasi protein dari virus corona itu lebih aman dan andal.

  • Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menganggap riset vaksin lokal ini sudah cukup cepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Lembaga Biologi Molekuler Eijkman terus meneliti dan mengembangkan bakal vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Sejauh ini, kemajuan pembuatan bakal vaksin di laboratorium Eijkman baru mencapai 30 persen. 

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, mengatakan tim peneliti di lembaganya tengah berupaya memperbanyak dan menguji coba protein S dan N dari virus corona ke dalam sel hewan mamalia. Dari pengujian itu, tim Eijkman berharap mendapatkan antigen yang bisa merangsang respons sistem kekebalan tubuh manusia.

“Meski perkembangannya masih sekitar 30 persen, inilah tahap penting untuk pengembangan antigen yang dapat mempermudah tahapan ke depannya,” kata Amin, kemarin. 

Amin menjelaskan, proses tersebut merupakan fondasi dari pembentukan penangkal virus berbasis rekombinasi protein. Setelah protein rekombinan diperoleh, tahap berikutnya adalah pembuatan bibit vaksin untuk diserahkan ke perusahaan biofarmasi. Amin menargetkan tim riset lembaganya mampu memperoleh bibit vaksin potensial pada tahun depan.

Dalam riset ini, Eijkman bekerja sama dengan PT Bio Farma dan pemerintah. Riset Eijkman menggunakan metode rekombinasi protein dari virus, dengan mengandalkan informasi virus dari spesimen pasien positif Covid-19 di Indonesia. Tim riset Eijkman telah memperoleh informasi genetika virus corona khas Indonesia sejak awal Mei lalu.

Selain Eijkman, perusahaan asal Cina, SinoVac Biotech Ltd, lebih dulu mengembangkan benih vaksin Covid-19. SinoVac telah menggandeng Bio Farma dan Universitas Padjadjaran, Bandung, untuk melakukan uji klinis benih vaksin tahap ketiga pada awal bulan depan.

Amin Soebandrio mengklaim metode pengembangan vaksin di lembaganya, dengan cara rekombinasi protein, lebih aman dan bisa diandalkan ketimbang metode deoxyribonucleic acid atau ribonucleic acid (DNA/RNA) serta inaktivasi virus. Pembuatan vaksin dengan cara mematikan virus itulah yang dikembangkan oleh SinoVac.

Pembuatan vaksin dengan metode RNA/DNA, menurut Amin, memiliki kelemahan karena membutuhkan sistem pengantaran menuju sel tubuh. Penyuntik harus memastikan vaksin masuk ke sel tubuh untuk dapat memproduksi protein antigen yang merangsang pembentukan antibodi. "Kalau tak berhasil masuk ke dalam sel, walaupun sudah disuntikkan, tak akan terjadi apa-apa," ujar dia.

Amin menambahkan, vaksin berbasis inaktivasi virus memang tergolong lebih mudah dikembangkan. Tapi prosesnya membutuhkan pembiakan virus dalam jumlah besar. Proses itu rentan terkontaminasi, karena virus yang dibiakkan sebetulnya masih aktif. Itu berbeda dengan metode rekombinasi, yang lebih aman karena protein dibuat di laboratorium berdasarkan teknik cloning. "Kami bikin berdasarkan informasi virus yang ada di Indonesia," kata Amin.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan penelitian vaksin oleh Eijkman dimulai empat bulan lebih lambat dibanding riset SinoVac. Itulah sebabnya, riset Eijkman belum sampai ke fase uji klinis. Namun Bambang menganggap riset vaksin lokal ini sudah cukup cepat, karena memang digenjot untuk kebutuhan penanganan pandemi. "Vaksin Covid-19 akan jadi kasus khusus karena cepatnya. Mudah-mudahan efektif," katanya.

Bambang menambahkan, Kementerian Riset juga mendukung upaya berbagai kampus dalam pengembangan vaksin Covid. Misalnya, riset pembuatan vaksin oleh Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, serta Institut Teknologi Bandung.

Rektor Universitas Airlangga, Muhammad Nasih, mengatakan pengembangan vaksin Covid-19 oleh tim riset lembaganya terhambat ketersediaan bahan kimia yang harus diimpor dari luar negeri. "Sebagian bahan kimia itu masih dalam perjalanan. Agak lambat karena harus memakai kapal laut," kata Nasih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

ROBBY IRFANY | ANTARA 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus