Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Boan Efendi, 48 tahun, pemegang Kartu Jakarta Sehat, mengeluhkan lamanya waktu antre saat hendak mengobati sakit sarafnya di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara. Warga Cakung ini sudah tiba di RS Koja sejak Subuh pada Kamis lalu. "Saya baru selesai pukul 12.00," kata Boan, yang terkena stroke ringan sejak lima tahun lalu.
Boan rutin memeriksakan penyakitnya di sini. Sebelum ada Kartu Jakarta Sehat, kata dia, antrean di depan ruang dokter saraf paling banyak 20 orang. Kini jumlah pengantre di atas 50 orang per hari. Akibatnya, waktu tunggu makin panjang. Padahal jumlah dokter saraf di rumah sakit tersebut hanya dua orang. "Terlalu banyak pasien sehingga dokter kurang fokus. Pelayanan perawat juga lamban," kata dia saat ditemui pada Kamis lalu.
Manajemen RS Koja mengakui adanya antrean panjang pasien setiap hari. Mereka antre di depan ruang dokter ataupun di depan apotek. Penyebabnya, menurut Wakil Direktur RS Koja Sri Juli, sejak Kartu Jakarta Sehat diluncurkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada November tahun lalu, jumlah pasien meningkat drastis.
Pada Oktober 2012, kata Sri, jumlah pasien di RS Koja hanya 10.534 orang. Setelah Kartu Sehat dibagikan, jumlah pasien menjadi 11.985 orang pada November dan 15.234 pasien pada Desember. "Itu baru pasien Kartu Sehat. Jika ditambah pasien umum 17 ribu orang," ujarnya kemarin. Jumlah pasien pada Januari lalu juga diperkirakan sama dengan bulan sebelumnya.
Padahal, menurut Sri, jumlah dokter tidak bertambah sejak Kartu Sehat diluncurkan. Kini rumah sakit ini hanya memiliki 65 dokter, sudah termasuk dokter spesialis. Jumlah perawat juga tak bertambah. Saat ini ada 386 perawat dari idealnya 750 perawat. Meski membantah kabar bahwa tenaga medisnya kewalahan, Sri mengatakan rumah sakit ini berencana menambah dokter dan perawat baru. "Kecepatan pelayanan memang masih harus ditingkatkan," ujarnya.
Hal serupa terjadi di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat. Menurut Kepala Pelayanan Medik RSUD Cengkareng Budiman Widjaja, sejak Kartu Sehat diluncurkan, tak ada lagi kamar kelas III yang kosong. Padahal sebelumnya hanya terisi maksimal 75 persen. "Sekarang pasien harus antre," katanya.
Budiman memberi gambaran, dalam sehari, ada 40 pasien kelas III yang boleh pulang. Namun, kata dia, antrean pasien rawat inap yang akan masuk bisa mencapai 70 orang. Hampir 80 persen di antara mereka memegang Kartu Sehat.
Saking panjangnya antrean, banyak pasien di RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur, dirawat di Unit Gawat Darurat lebih dari delapan jam. Padahal, menurut prosedur yang ditetapkan, lamanya waktu di UGD maksimal delapan jam. Pasien lebih lama di UGD karena ruang perawatan kelas III-untuk merawat pasien yang telah melewati masa darurat-sudah penuh. Ini baru terjadi setelah pasien Kartu Sehat berdatangan. "Ini membuat petugas medis kerepotan karena jumlah instrumennya pun terbatas," kata Direktur RS Budhi Asih, Nanang Hasani.
Menghadapi kebutuhan kamar, pekan lalu, Gubernur Jokowi memerintahkan rumah sakit daerah agar menambah kamar kelas III. Sejumlah rumah sakit sudah melaksanakan perintah tersebut. Jokowi juga mengajukan penambahan 110 dokter baru ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. JAYADI SUPRIADIN | ISTMAN MP | ANGGRITA DESYANI | M. ANDI PERDANA | ATMI PERTIWI | DIMAS SIREGAR |NURHASIM
Benahi Puskemas dan Mekanisme Rujukan
Peningkatan drastis jumlah pasien Kartu Jakarta Sehat di rumah sakit rujukan terjadi karena fasilitas pelayanan di puskesmas belum memadai. "Fasilitas kesehatan di puskesmas harus diperbaiki agar setiap pasien tidak lari ke rumah sakit," kata Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia, Prijo Sidipratomo, Jumat lalu.
Pasien datang ke rumah sakit, kata Prijo, karena kebanyakan penyakitnya sudah kronis dan sudah fatal akibat tidak adanya dokter ahli di puskesmas yang bisa menangani. Menurut dia, Puskesmas semestinya menjalankan dengan optimal aspek pencegahan. Misalnya, proaktif meningkatkan hidup bersih di masyarakat dan adanya dokter keliling ke tingkat rukun tetangga ataupun rukun warga. "Pemerintah juga harus menambah jumlah dokter di setiap puskesmas," ujarnya.
Ucapan Prijo sejalan dengan fakta di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Direktur Utama RSCM Cheresna Heriawan Sujono mengatakan hampir tiap hari jumlah daftar tunggu pasien bisa mencapai 100 orang dewasa dan 10 orang untuk bayi. "Pasien yang darurat baru bisa dirawat di UGD," ujarnya.
Cheresna mengeluhkan membludaknya jumlah pasien yang dirujuk dari puskesmas. Banjir pasien rujukan membuat RSCM tidak mampu menangani secara optimal pasien-pasien yang memang membutuhkan tenaga medis khusus. "Mekanisme rujukannya harus ditata lagi agar tidak selalu dirujuk ke RSCM," ujarnya.
Idealnya, kata Cheresna, pasien yang dirujuk ke RSCM adalah pasien yang memiliki penyakit khusus (sub-spesialis) dan membutuhkan perawatan dokter spesialis. "Saat ini tingkat penyakit yang dirujuk tidak selalu dalam kondisi yang parah," katanya. AFRILIA SURYANIS | DIMAS SIREGAR
Kartu Jakarta Sehat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo