RUDAL Iran menggasak Baghdad, ibu kota Irak, akhir minggu pertama Oktober ini. Jerit tangis bersahutan di tengah asap mesiu dan jilatan api. Serangan mendadak itu tampaknya merupakan pembalasan untuk Irak, yang menghantam supertanker carteran Iran beberapa waktu sebelumnya. Tetapi dua ledakan yang menggelegar di kota berpenduduk empat juta jiwa itu bisa juga dianggap sebagai satu bagian dari sebuah upacara: peringatan perang antara Iran dan Irak, yang telah berlangsung tujuh tahun dan membuat rusuh seluruh kawasan Teluk Persia. Iran memang memperingati hari itu dengan pelbagai demonstrasi penggunaan senjata mungkin buat menambah semangat. Ada barisan rudal yang dipamerkan. Meriam yang disulut. Perahu bermotor dan bersenjata yang digunakan buat menghadapi kapal-kapal yang lebih besar. Anak muda dan orang tua yang tampaknya selalu siap, dan tak habis-habis. Memang agak tidak lazim sebuah perang diperingati ulang tahunnya, sementara pertempuran belum juga berkesudahan. Diperkirakan sekitar sejuta orang tewas sudah dalam masa tujuh tahun itu, masa yang cukup panjang buat ukuran perang yang tidak dilakukan secara gerilya. Baku tembak rudal antaribu kota negara kaya minyak itu, misalnya, sudah terjadi tujuh bulan lalu. Lebih dari sepuluh rudal Irak dan Iran telah meluluhlantakkan kedua daerah itu. Sampai kapan? Jawabnya tetap tersembunyi di balik serban Ayatullah Khomeini, pemimpin besar Iran yang hidup di Kota Qom, dan sekaligus di balik baret Presiden Irak Saddam Hussein, yang tinggal di Istana Baghdad. Orang Iran bersumpah bahwa perang akan berhenti setelah Saddam jatuh. Orang Irak menyatakan, mereka cuma bertahan. Untuk apa sebenarnya perang ini? Untuk perluasan wilayah? Untuk harga diri sekelompok pimpinan? Untuk mengeskpor ideologi? Segala alasan perang modern tampaknya tak sepenuhnya bisa berlaku dalam persengketaan panjang itu. Dan siapa tahu, bersama bertambahnya waktu, orang makin lama makin lupa kenapa. Ada yang menduga bahwa garis tajam antara kedua negara itu sudah bermula sejak cikal bakal Irak bernama Babylonia dan Iran disebut Persia. Berbeda dalam peradaban, bangsa Arab di Mesopotamia dan bangsa Parsi tua dipisah pula oleh pegunungan Zagro. Keduanya silih berganti memegang hegemoni wilayah Mesopotamia. Dugaan itu agaknya berlebihan. Siapa yang akan ingat perasaan-perasaan 2.500 tahun yang lalu? Toh masa lalu bisa saja dikibarkan di wilayah tua yang dilalui oleh Sungai Eufrat dan Tigris. Bagai menandai tujuh tahun usia perangnya dengan Iran, bulan ini Irak menyelenggarakan Babylon International Festial. Acara megah dengan atraksi kesenian antik dan modern, juga seminar yang membahas sumbangan peradaban Babylon bagi dunia. Sajian yang utama adalah penampilan kembali Kota Babylon (setelah restorasi) warisan Maharaja Agung Nebukadnezar II, 25 abad yang silam. Waktu tampaknya berjalan pelan di Mesopotamia, dan tujuh tahun hanyalah ibarat setitik detik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini