Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebelum Banteng Menjadi Taman

Lapangan banteng akan dipersiapkan untuk menjadi taman. bis yang boleh memasuki terminal dibatasi, karena shelter-shelter belum terdapat di luar terminal. akibatnya lalu lintas semrawut.(kt)

14 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAPANGAN Banteng, terminal pusat bis kota itu, belum banyak berubah. Arus manusia, bis dan petugas DLLAJR, saling lalu-lalang. Tapi perubahan beberapa rute bis kota dalam rangkaian mengurangi peranan Lapangan Banteng sebagai terminal sentral, ternyata banyak membingungkan penumpang. Jumat siang pekan lalu misalnya, dua orang suami istri yang sudah cukup tua. harus menunggu setengah jam sebelum menemukan bis kota yang akan membawa mereka ke Rawamangun, Jakarta Timur. Di dekat keduanya juga menunggu beberapa orang calon penumpang untuk urusan yang sama. Untung seorang petugas DLLAJR melihat kebingungan calon-calon penumpang itu. Seorang petugas menjelaskan, bis kota jurusan Rawamangun sekarang tidak lagi memasuki terminal Lapangan Banteng -- tapi hanya lewat di shelter di luar terminal. Sinambela, seorang petugas DLLAJR mengungkapkan, sejak perubahan rute itu hampir setiap menit calon penumpang menanyakan bis untuk jurusan Rawamangun dan jurusan-jurusan lain yang berubah itu. Sejak 1 Februari lalu sebanyak 180 buah bis kota jurusan Rawamangun, Pulogadung, Kampung Ambon dan Bekasi dilarang memasuki terminal Lapangan Banteng. Bis-bis itu hanya diperkenankan mengitari terminal pusat itu untuk menurunkan dan mengambii penumpang di shelter di luar. Ketentuan ini agaknya menyusul larangan serupa bagi bis-bis PPD jurusan Blok M -- Lapangan Banteng dan Cijantung -- Lapangan Banteng sejak Maret 1980. (TEMPO 26 Juli 1980). Tetapi di shelter yang mana? Itulah pertanyaan yang banyak diajukan penumpang. Sebab ternyata shelter-shelter yang dimaksudkan belum terdapat di luar terminal sentral itu. Akibatnya, bis-bis yang dilarang berhenti harus menurunkan dan menaikkan penumpang di tepi jalan dengan seenaknya. Tapi akibatnya yang lebih jauh adalah tak tertibnya penumpang-penumpang -- dan tentu saja bis-bis itu sendiri. Merepotkan Di jalur jalan sebelah timur Hotel Borobudur, misalnya, sering tampak semrawut karena dijejali bis yang berhenti. Belum lagi di pangkal Jalan Dr. Wahidin, di sudut jalan segi tiga itu, beberapa bis berhenti sekaligus, menyebabkan lalulintas dari arah Jalan Senen Raya tersumbat. Lengking pluit petugas-petugas DLLAJR untuk menghalau bis-bis itu agar segera berjalan, tentu saja menyebabkan para penumpang berebutan meloncat ke atas. Sementara itu, kendaraan-kendaraan itu kerap terhalang berhenti karena didesak kerumunan calon penumpang yang menunggu. Sekretaris Tim Jabotabek, Sukoco, mengakui pengurangan arus bis masuk terminal Lapangan Banteng lebih banyak masih berupa percobaan. Soal shelter yang belum ada misalnya, menurut Sukoco, "kalau dipasang sekarang tapi kemudian tak cocok, bisa merepotkan kalau harus dibongkar lagi." Yang penting rupanya segala upaya sedang dicari untuk pelan-pelan mengubah wajah Lapangan Banteng dari terminal induk bis kota menjadi sebuah taman yang nyaman. (Lihat juga box). Tapi ini agaknya perlu persiapan panjang. Sebab perubahan itu akan berarti penambahan shelter-shelter, perluasan jaringan jalan dan memperbanyak bis kota -- paling tidak frekuensinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus