LAPANGAN Banteng, terminal pusat bis kota itu, belum banyak
berubah. Arus manusia, bis dan petugas DLLAJR, saling
lalu-lalang. Tapi perubahan beberapa rute bis kota dalam
rangkaian mengurangi peranan Lapangan Banteng sebagai terminal
sentral, ternyata banyak membingungkan penumpang.
Jumat siang pekan lalu misalnya, dua orang suami istri yang
sudah cukup tua. harus menunggu setengah jam sebelum menemukan
bis kota yang akan membawa mereka ke Rawamangun, Jakarta Timur.
Di dekat keduanya juga menunggu beberapa orang calon penumpang
untuk urusan yang sama.
Untung seorang petugas DLLAJR melihat kebingungan calon-calon
penumpang itu. Seorang petugas menjelaskan, bis kota jurusan
Rawamangun sekarang tidak lagi memasuki terminal Lapangan
Banteng -- tapi hanya lewat di shelter di luar terminal.
Sinambela, seorang petugas DLLAJR mengungkapkan, sejak perubahan
rute itu hampir setiap menit calon penumpang menanyakan bis
untuk jurusan Rawamangun dan jurusan-jurusan lain yang berubah
itu.
Sejak 1 Februari lalu sebanyak 180 buah bis kota jurusan
Rawamangun, Pulogadung, Kampung Ambon dan Bekasi dilarang
memasuki terminal Lapangan Banteng. Bis-bis itu hanya
diperkenankan mengitari terminal pusat itu untuk menurunkan dan
mengambii penumpang di shelter di luar. Ketentuan ini agaknya
menyusul larangan serupa bagi bis-bis PPD jurusan Blok M --
Lapangan Banteng dan Cijantung -- Lapangan Banteng sejak Maret
1980. (TEMPO 26 Juli 1980).
Tetapi di shelter yang mana? Itulah pertanyaan yang banyak
diajukan penumpang. Sebab ternyata shelter-shelter yang
dimaksudkan belum terdapat di luar terminal sentral itu.
Akibatnya, bis-bis yang dilarang berhenti harus menurunkan dan
menaikkan penumpang di tepi jalan dengan seenaknya. Tapi
akibatnya yang lebih jauh adalah tak tertibnya
penumpang-penumpang -- dan tentu saja bis-bis itu sendiri.
Merepotkan
Di jalur jalan sebelah timur Hotel Borobudur, misalnya, sering
tampak semrawut karena dijejali bis yang berhenti. Belum lagi di
pangkal Jalan Dr. Wahidin, di sudut jalan segi tiga itu,
beberapa bis berhenti sekaligus, menyebabkan lalulintas dari
arah Jalan Senen Raya tersumbat.
Lengking pluit petugas-petugas DLLAJR untuk menghalau bis-bis
itu agar segera berjalan, tentu saja menyebabkan para penumpang
berebutan meloncat ke atas. Sementara itu, kendaraan-kendaraan
itu kerap terhalang berhenti karena didesak kerumunan calon
penumpang yang menunggu.
Sekretaris Tim Jabotabek, Sukoco, mengakui pengurangan arus bis
masuk terminal Lapangan Banteng lebih banyak masih berupa
percobaan. Soal shelter yang belum ada misalnya, menurut Sukoco,
"kalau dipasang sekarang tapi kemudian tak cocok, bisa
merepotkan kalau harus dibongkar lagi."
Yang penting rupanya segala upaya sedang dicari untuk
pelan-pelan mengubah wajah Lapangan Banteng dari terminal induk
bis kota menjadi sebuah taman yang nyaman. (Lihat juga box).
Tapi ini agaknya perlu persiapan panjang. Sebab perubahan itu
akan berarti penambahan shelter-shelter, perluasan jaringan
jalan dan memperbanyak bis kota -- paling tidak frekuensinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini