Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Pesulap Merah dan Gus Samsudin tengah menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Keduanya terlibat perseteruan yang bermula dari konten Pesulap Merah alias Marcel Radhival yang membongkar trik perdukunan. Marcel menyebutkan bahwa pengobatan alternatif yang dilakukan Gus Samsudin palsu karena menggunakan trik dan berkedok agama. Tentu saja Samsudin membantahnya. Perseteruan di antara mereka pun tak terhindarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di YouTube, Marcel memang kerap membuat konten tentang pembuktian trik-trik perdukunan. Misalnya, batu dan keris getar yang, menurut para dukun, telah diisi jin. Sebenarnya itu adalah alat pertunjukan yang disalahgunakan para dukun. “Dan mirisnya banyak dukun berkedok agama yang mengaku gus, ustad, kiai, pendeta, atau pastor agar yang dia tampilkan seakan-akan ilmu baik,” ujar Marcel dalam salah satu tayangan videonya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengungkapkan alasannya melawan tipuan dukun karena menjalankan perintah Allah SWT. Seiring-setujuan, cara ini dilakukan sejumlah pemuda yang berupaya mengajak masyarakat agar berpikir rasional. Salah satunya dilakukan seorang YouTuber, Pace Komputer.
Pemuda berusia 25 tahun yang tinggal di Papua itu pernah membuat beberapa video yang membongkar trik editan hantu pada konten YouTuber horor. Sejumlah videonya, antara lain, berjudul Kejanggalan Pocong Bangkit dari Kubur Sceror & Cupstuwerd, Membongkar Pembodohan Konten Horor Editan, dan Membongkar Live Streaming Youtuber Horor Editan.
Ketika terjun menjadi YouTuber sekitar tiga tahun lalu, Pace sebetulnya lebih banyak membahas seputar komputer. Saat itu tengah ramai soal hacker tipuan yang mengiming-imingi bantuan melacak lokasi seseorang. Padahal hal itu hanya trik. Tapi banyak yang percaya. “Saya takutnya nanti biasa ada di IG (Instagram) jasa hack WhatsApp, kembalikan akun. Kayak gitu biasanya penipu. Mungkin mirip dengan trik dukun yang dibongkar Marcel itu,” kata pemuda yang kerap tampil dengan topeng Hyottoko asal Jepang ini kepada Tempo, Selasa, 16 Agustus lalu.
Pada 2020, konten horor di YouTube mulai booming dan banyak diminati. Terutama konten-konten yang menampilkan penampakan hantu. Pace, meski tidak suka menonton konten horor, sering diminta oleh sejumlah pengikutnya untuk membuat konten pembuktian kemunculan makhluk astral pada video-video tersebut. Ia pun tergerak mencari kejanggalan-kejanggalan dari konten yang dibuat sejumlah YouTuber horor.
Pace Komputer. Dok. Pribadi
Dari banyak video yang disaksikan, Pace menemukan pola serupa di antara mereka. Misalnya, hantu muncul lalu dianiaya. Pemuda lulusan IT ini juga mengajak audiens menggunakan dasar logika sederhana untuk menyangkal kebenaran video gaib atau horor. Misalnya, mempertanyakan motif pocong atau kuntilanak menampakkan diri, makhluk gaib yang mau disiksa. Lalu hantu yang menghilang mendekati akhir-akhir video. “Kalau bisa menghilang sesuka hati, kenapa tidak hilang waktu akan disiksa?” ucap Pace.
Ia juga ragu akan siaran langsung yang dilakukan beberapa YouTuber horor. Kejanggalan yang ditemukannya, antara lain, adalah resolusi HD yang stabil. Padahal live streaming dilakukan di dalam hutan. Kejanggalan berikutnya adalah kamera yang menangkap penampakan makhluk astral saat live streaming. Pace menuturkan makhluk gaib biasanya tidak dapat dirasakan dengan pancaindra, kecuali bagi orang yang sudah terbuka mata batinnya. “Apakah channel-channel horor memiliki mata batin sehingga dapat menangkap penampakan dengan jelas?”
Untuk membuat video nyata, kata Pace, akan sulit menemukan penampakan asli, terlebih yang direkam kamera. Ia menuturkan video horor tanpa penampakan memang tidak menarik ditonton. Jadi, solusi yang dilakukan banyak YouTuber horor saat itu adalah menyiapkan hantu-hantuan. Lalu memolesnya agar terlihat nyata dan penonton mempercayainya.
Di mata masyarakat awam, Pace mengatakan makhluk gaib yang muncul perlahan dianggap lebih masuk akal dibanding yang muncul tiba-tiba. Padahal justru di sinilah letak kejanggalan terbesarnya, yaitu makhluk gaib yang hilang atau muncul karena efek fade in atau fade out dalam proses penyuntingan video. “Siapa pun yang biasa mengedit video akan langsung mengetahui bahwa video tersebut editan,” ujarnya.
Tujuan Pace membongkar kejanggalan-kejanggalan itu tak lain agar masyarakat tidak percaya bulat-bulat soal penampakan hantu di video. Ia juga tidak bermaksud menjatuhkan pemilik channel tertentu. Pace tidak mempermasalahkan konten horor. Tapi pemilik channel semestinya memberikan keterangan bahwa konten tersebut dibuat untuk hiburan. Bukan menakut-nakuti dan membodohi masyarakat. Apalagi, dalam video itu, mereka membawa nama Tuhan dan bacaan kitab suci.
YouTuber Ruang Tamu Malam (RTM) membenarkan bahwa hantu ataupun makhluk astral tidak mudah menampakkan diri. Tim yang beranggotakan enam pemuda-pemudi asal Bekasi ini telah menjelajahi puluhan tempat yang dikenal angker, tapi belum pernah menemukan penampakan secara langsung.
Penjelajah RTM, Agung Sumardi, mengatakan biasanya penampakan baru terlihat dalam proses penyuntingan. “Ada pas sudah divideoin, diedit, baru kelihatan. Kalau nangkap sendiri di kamera tidak ada, enggak pernah lihat,” ujar Agung.
Agung dan timnya mengaku tak ingin mengikuti jejak para YouTuber lain yang membuat hantu setting-an demi menaikkan jumlah penonton. Sejak awal, mereka membuat konten horor karena ingin mengedukasi masyarakat supaya tidak terlalu percaya kejadian seperti perdukunan, hal mistis, mitos, dan takhayul. Juga tidak membuat masyarakat menjadi takut apabila datang ke tempat-tempat angker. Sebab, kata dia, manusia lebih mulia dibanding makhluk-makhluk tak kasatmata tersebut.
Personel 'Ruang Tamu Malam' Bagas Wibisono (kiri) dan Fahmi Indra Setiawan menyiapkan alat dokumentasi di Bekasi, Jawa Barat, 17 Agustus 2022. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
RTM berdiri pada 2 Februari 2022. Selain Agung yang merupakan explorer atau penjelajah, anggotanya terdiri atas Rai Mardiansyah sebagai host; Firda Hernia sebagai co-host; Fahmi Indra Setiawan dan Bagas Wibisono sebagai juru kamera; serta Andi Muhammad Ikhbal sebagai editor. Kelompok ini menamai diri Ruang Tamu Malam karena sesuai dengan kegiatan yang mereka lakukan, yaitu mengunjungi tempat-tempat tak berpenghuni pada malam hari.
Sebelum melakukan uji nyali, tim RTM biasanya akan menyurvei lapangan. Mereka akan bertanya kepada warga sekitar mengenai kejadian ataupun mitos-mitos yang berkembang serta sejarah tempat tersebut. “Nah, itu biar kami ungkap bahwa tempat ini biasa saja, enggak angker,” ujar Agung.
Sekitar 50 tempat angker sudah mereka datangi. Lokasinya baru di sekitar Bekasi dan Sukabumi, seperti Islamic Center Tambun, Gedung Biru Kalimalang, Rumah Belanda di Jejalen, dan Situ Batu Karut Sukabumi. Sebetulnya, kata Agung, anggota RTM pada dasarnya penakut. Jantung mereka juga berdegup kencang dan berharap tidak ada penampakan setiap melakukan uji nyali. Modalnya hanya nekat dan berdoa kepada Tuhan.
Dalam proses uji nyali, Andi Muhammad Ikhbal mengungkapkan mereka selalu melakukan hal yang justru dipantang, misalnya bersiul, membakar terasi, hingga buang air kecil. Pernah pula mereka menerabas mitos-mitos, seperti membunyikan klakson tiga kali ketika melewati suatu tempat. Buktinya, kata Ikhbal, sampai saat ini mereka aman-aman saja dan tidak ada sesuatu yang muncul. “Paling sekadar gangguan suara, cekikikan, timpukan, atau apa. Selebihnya, untuk yang tampak berwujud, tidak ada, sih,” tutur pria berusia 34 tahun itu.
Nazliza melakukan hal berbeda dalam membuktikan suatu mitos. Ketika masih menjadi mahasiswa pada 2011, perempuan asal Aceh ini bersama tiga teman kuliahnya, yaitu Fadhil, Fakhrurrazi, dan Cut Raisa, meneliti untuk membuktikan mitos kecelakaan lalu lintas di tikungan Seunapet, Aceh Besar. Tikungan yang berada di Jalan Nasional Banda Aceh-Medan atau jalur timur ini dikenal rawan terjadi kecelakaan dan menelan korban jiwa.
Pada 2007-2011, laporan Satlantas Aceh Besar menunjukkan ada 12 kasus yang menyebabkan 12 korban meninggal, 16 orang luka berat, dan 82 orang luka ringan. Insiden kecelakaan ini pun memunculkan sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat. Faktor mistis dianggap sebagai penyebab utama kecelakaan. “Tikungan Seunapet juga dikenal dengan tikungan pengantin, di mana ceritanya di tikungan itu ada sepasang pengantin yang bunuh diri karena kawin lari,” ucap pegawai negeri di Balai Wilayah Sungai 1 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini.
Nazliza meneliti mitos kecelakaan lalu lintas di Tikungan Seunapet, Aceh Besar, saat kuliah Teknik Sipil di Unsyiah. Dok. Pribadi
Nazliza, yang saat itu berstatus mahasiswa teknik sipil di Universitas Syiah Kuala, mulai mempertanyakan kebenaran mitos-mitos tersebut. Ia dan ketiga temannya mengajukan proposal penelitian dalam program kreativitas masyarakat. Proposal itu kemudian terpilih untuk didanai. Dana tersebut, kata Nazliza, digunakan untuk mengukur di lapangan. Mereka menyewa juru ukur serta membuat poster dan maket.
Menurut perempuan berusia 30 tahun itu, pengukuran hanya dilakukan sehari. Yang membuat penelitian ini memakan waktu adalah pada tahap pengolahan hasil ukur. Sekitar satu bulan, mereka mengolah data secara manual lantaran belum ada aplikasi canggih, seperti 3D Modeling. “Jadi ngukur sendiri, nulis, ngitung pakai Excel,” kata dia.
Dari penelitian itu, Nazliza dan teman-temannya menyimpulkan penyebab utama kecelakaan di tikungan itu sebagian besar karena faktor geometrik. Nazliza mengungkapkan, alignment (alinyemen) jalan tersebut belum memenuhi kriteria perencanaan, juga pengemudi yang kurang menguasai medan. Apalagi kecelakaan sering terjadi pada malam hari dan subuh yang memang jam-jam mengantuk.
Nazliza menuturkan, saat membuat penelitian itu, posisi ia dan teman-temannya sangat rentan. Sebagai mahasiswa, mereka harus mengkritik pekerjaan Kementerian PUPR yang diisi para profesional. Setelah menelusuri kondisi jalan di tikungan Seunapet, Nazliza menemukan bahwa alignment jalan tidak dibuat sesuai dengan rencana karena biayanya sangat besar lantaran melewati lembah. “Kami dapat mematahkan bahwa bukan karena setannya, melainkan memang ada alignment yang tidak benar.”
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo