Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Toko barang antik Maxilla and Mandible Ltd., New York, suatu hari pada ujung Agustus 1999. Jarum jam masih menunjuk pukul 10.00 pagi. Sebuah upacara kecil tapi penting berlangsung. Tokoh utamanya: sebuah fosil tengkorak kepala manusia senilai Rp 4 miliar. Fosil asal Sangiran, Indonesia, itu diserahkan Henry Galiano, pemilik Maxilla, kepada pihak pemerintah Indonesia. Acara itu disaksikan oleh antara lain Dr. Yahya Muhaimin, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di AS, dan Setyanto Pujowarsito, Konsul Jenderal RI di New York. Liputan media cukup luas, termasuk dari koran New York Times dan majalah Time.
Kembalinya fosil penting ke Indonesia itu hasil kerja keras Prof. Dr. Teuku Jacob, guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dokter yang juga ahli antropologi ragawi itu terusik untuk melacak keberadaan fosil homo erectus Sangiran yang dikabarkan hengkang ke luar negeri. Tiba-tiba Jacob teringat akan laporan Dr. Boedhihartono, ahli antropologi ragawi Universitas Indonesia, tentang temuan fosil Sangiran dalam sebuah seminar. Jacob kemudian mencoba mencari foto-foto dan slide tengkorak yang dibuat Boedhihartono. Bahan itu diperlukan untuk menguji kebenaran fosil yang dimaksud. ”Keduanya tampak sama, terutama pola pecahnya tengkorak, yang tidak mungkin ditiru,” kata Jacob. Yakin benar, dia melacak keberadaan tengkorak itu dengan korespondensi yang dilengkapi foto tengkorak ke museum di Jepang dan Amerika Serikat. Isinya, mencari tahu keberadaan benda berharga itu.
Usaha Jacob tidak sia-sia. Sebuah faks dikirim dari Jepang pada 7 Juni 1999. Isinya mengabarkan bahwa Museum Nasional Tokyo pernah mendapatkan tawaran dari Henry Galiano sebuah fosil tengkorak manusia purba yang berasal dari Jawa. Harga yang dipatok Henry dalam penawaran ke Jepang itu US$ 450 ribu. Jacob pun kemudian berkorespondensi secara intensif dengan Galiano. Lewat lobi-lobi, akhirnya Galiano sepakat untuk mengembalikan tengkorak homo erectus ke pemerintah Indonesia.
Galiano tak bisa berkutik karena bukti-bukti yang dibawa Prof. Jacob sangat kuat. Jadwal penyerahan barang berharga itu pun kemudian ditentukan, ya, resepsi kecil di New York tersebut. Pemerintah Indonesia karena itu memberikan penghargaan berupa piagam kepada Galiano. Selain itu, pihak Maxilla memegang hak untuk menggandakan tengkorak. Kopian tengkorak itu telah disebarkan ke beberapa musem, antara lain Museum Ilmu Nasional Shinjuku, Jepang.
Bagaimana bisa fosil penting itu terdampar di kota metropolitan New York? Ceritanya, seorang penambang pasir pada 1997 menemukan sebuah fosil di Bengawan Solo, tepatnya di Desa Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah. Fosil berupa atap tengkorak (calvarium, skull cap, calotte) dari manusia purba homo erectus itu jatuh ke tangan perantara. Orang itu tak lain Subur, pedagang fosil dari Desa Sangiran, Sragen, yang pernah terlibat kasus Tyler pada 1993. Benda itu kemudian jatuh ke tangan IH, seorang pedagang benda antik warga negara AS di Jakarta.
Pemilik toko barang antik itu kemudian mendatangi Dr. Boedhihartono, untuk mengetahui keaslian fosil. Foto dan slide dibuat untuk mendokumentasikannya. Apa kata Boedhihartono tentang keotentikan fosil? Tak jelas. Tapi temuan fosil itu kemudian dia ungkapkan dalam sebuah seminar arkeologi yang dihadiri pejabat dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Maksudnya, agar pemerintah Indonesia mengupayakan kepemilikan kembali fosil yang berada di tangan kolektor itu.
Tapi harapan Boedhihartono tak bersambut. Pihak pemerintah tak begitu menggubrisnya. Akibatnya, fosil itu terdampar sampai ke New York. Menurut Galiano, dia membeli fosil itu dari seseorang yang tidak dia kenal dan mengaku memperoleh barang itu dari seorang kolektor. Tengkorak manusia Jawa itu hanya salah satu dari barang yang dibelinya dalam kemasan karton untuk fosil dan barang antik.
Setelah bertengger di kios tokonya sejak Maret lalu, Galiano menawarkan benda berharga itu ke para relasinya di seluruh dunia. Harga yang dipatoknya US$ 450 ribu. Harga itu melambung tinggi karena Galiano memperkenalkan fosil itu sebagai tengkorak manusia Jawa milik ilmuwan Belanda pada 1937 yang baru saja ditemukan kembali oleh ahli warisnya. Kini, setelah diterbangkan ke Indonesia, fosil itu diteliti kembali di Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada. Berkat kerja keras Prof. T. Jacob, fosil tengkorak manusia Jawa kembali ke tanah leluhurnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo