Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH sepekan lebih, petugas keamanan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi mendeteksi kehadiran "orang asing" di sekitar kantor mereka. Kewaspadaan petugas ditingkatkan setelah lembaga itu menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka perkara suap dan gratifikasi pada Selasa dua pekan lalu.
Pengalaman memberi peringatan: proses hukum terhadap perwira tinggi Kepolisian selalu memantik serangan balik ke komisi antikorupsi, seperti yang terjadi pada 2009 dan 2012. Petugas-petugas itu menyimpulkan "orang asing" tersebut adalah personel Kepolisian berpakaian sipil. Sebab, mereka mengenali satu di antaranya: John Charles Nababan, yang pernah menjadi penyidik di Komisi dan kini bertugas di Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian RI.
"Mereka mengawasi gedung KPK, mungkin memantau pergerakan pimpinan kami," kata pejabat di komisi antikorupsi itu, Jumat pekan lalu. Keterangan yang sama disampaikan pejabat lain di kantor itu. Dihubungi melalui telepon, John menyatakan tidak berada di gedung itu sepanjang pekan lalu. "Saya memang pernah bertugas di sana," ujarnya.
Pada Jumat pagi pekan lalu, teka-teki tentang kehadiran personel Kepolisian di gedung KPK itu terjawab. Mereka rupanya mengincar Wakil Ketua Bambang Widjojanto, yang bersama Ketua Abraham Samad mengumumkan status hukum Budi Gunawan. Lima penyidik Kepolisian menggunakan dua mobil—menurut aktivis Usman Hamid, dipimpin Komisaris Besar Daniel Tifaona—menangkap Bambang setelah dia mengantar anaknya ke sekolah.
Polisi menuduh Bambang memerintahkan pemberian keterangan palsu dalam sidang sengketa hasil pemilihan Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi pada 28 Juni 2010. Pelapornya: pengusaha kayu Sugianto Sabran, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang ketika itu menjadi pesaing Ujang Iskandar dan kalah dalam sengketa. Bambang merupakan pengacara Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai penggugat.
BAMBANG Widjojanto mengikuti rapat di kantornya pada Kamis malam pekan lalu. Rapat membahas situasi yang diperkirakan terus memanas setelah penetapan tersangka Budi Gunawan. Apalagi pengacara Budi telah melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan dan Badan Reserse Kriminal. Pengacara juga mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka itu.
Tanda-tanda lain perlawanan dari pendukung Budi Gunawan juga semakin jelas. Sejumlah perwira Kepolisian yang dipanggil untuk menjadi saksi dihalang-halangi. Mereka adalah perwira tinggi yang diduga menyetor dana ke rekening Budi Gunawan untuk memuluskan promosi atau mutasi ketika sang Jenderal menjadi Kepala Biro Pembinaan Karier.
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Andayono, yang sudah di Jakarta, menurut sejumlah narasumber, diminta kembali ke pos tugasnya. Sepanjang pekan lalu, hanya Inspektur Jenderal Syahtria Sitepu, Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Polri, yang hadir memenuhi panggilan penyidik KPK.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menyatakan telah memerintahkan anak buahnya yang dipanggil KPK agar datang. Ia juga memastikan bersedia bekerja sama dengan komisi antikorupsi. Pada Rabu petang pekan lalu, tepat sebelum menerima Tempo untuk wawancara, ia menyatakan baru saja bertemu dengan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di ruang kerjanya. "Pak Adnan mengantarkan surat panggilan kepada beberapa perwira," ujarnya.
Pada Kamis, pukul 20.00, menurut Abraham Samad, Bambang berpamitan untuk menjenguk gitaris grup musik Slank, Abdee Negara. Pemusik yang beberapa kali tampil dalam gerakan #saveKPK itu dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Jakarta. Samad memutuskan menemani koleganya itu.
Pada sore harinya, Bambang menulis surat elektronik yang ditujukan ke semua pegawai KPK. Ia menyampaikan tujuh hal, yang disebutnya sebagai keputusan Forum Rapat Pimpinan dan Struktural. Pada poin pertama, ia menyatakan, penetapan tersangka Budi Gunawan telah melalui forum ekspose yang dihadiri lengkap semua pejabat yang diperlukan. Selanjutnya disebutkan, KPK telah berkomunikasi dengan Kepala Polri, juga memberi penjelasan kepada Presiden Joko Widodo, soal status tersangka Budi.
Bambang menyebutkan ada berbagai upaya untuk melemahkan dan mendiskreditkan KPK, termasuk dibenturkan dengan pemerintah, Polri, Kejaksaan Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Lalu ia menulis, pimpinan KPK memutuskan Deputi Penindakan Johan Budi S.P. tetap menjadi juru bicara walau telah mengajukan pengunduran diri. "Semoga tantangan yang dihadapi justru akan menjadi penyebab kian dekatnya kita pada Dzat Dahsyat Pemilik Alam Semesta," Bambang menutup e-mail yang dikirimkan pada pukul 17.02.
DANIEL Tifaona dari Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal memimpin tim penyidikan kasus Bambang Widjojanto. Menurut saksi mata, ia datang ke rumah Bambang di Bojong, Kabupaten Bogor, pada Jumat pekan lalu pukul 06.30. Mereka menguntit Bambang, yang mengantar anak bungsunya, kelas V, ke SDIT Nurul Fikri.
Tak seperti biasanya, banyak polisi mengatur jalan yang padat. Bambang, mengenakan baju koko putih, menyetir sendiri Isuzu Panther. Anaknya yang lain ikut di mobil yang sama. Setiba di sekolah, ia tidak turun dari mobil ketika anak bungsunya mencium tangannya berpamitan. Penyidik, yang membawa dua mobil, terus mengikuti mobil Bambang. Tak jauh dari sekolah, Bambang dihentikan petugas berseragam dari Kepolisian Sektor Sukmajaya—yang ternyata menurunkan petugas untuk mengatur lalu lintas demi lancarnya "operasi".
Penyidik kemudian mendatangi mobil Bambang. "Kami membawa surat tugas," seorang anggota tim bercerita. Daniel mengklaim sengaja menangkap Bambang setelah anaknya yang bersekolah turun dari mobil "demi kemanusiaan". Bambang dibawa ke mobil penyidik. Mobil Panther miliknya dikemudikan polisi menuju kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. "Kuncinya saya serahkan ke BW di Bareskrim," katanya.
Namun, menurut Bambang, seperti tertera dalam berita acara pemeriksaan yang mencantumkan penolakannya menjawab semua pertanyaan penyidik, satu anaknya masih bersama dia di mobil. Anaknya itu, 20 tahun, bahkan ikut semobil ke kantor Badan Reserse dan dia pangku karena tidak diberi kursi. Bambang mengaku diborgol dan diteror oleh penyidik yang menangkapnya selama di mobil.
Dimintai konfirmasi, Daniel membantah tuduhan Bambang. Ia mengakui memborgol Bambang "demi keamanan petugas". Soal anak Bambang yang duduk dipangku, ia mengatakan, "Kursi belakang mobil Fortuner kami hanya cukup untuk tiga penumpang."
Segera setelah tiba di Badan Reserse, penyidik meminta keterangan Bambang. Aktivis hak asasi itu menolak menjawab karena tidak didampingi pengacara. Pemeriksaan ditunda untuk salat Jumat. Setelah itu, sejumlah pengacara mendampingi Bambang, termasuk Iskandar Sonhaji, Nursyahbani Katjasungkana, dan Usman Hamid.
AKTIVIS antikorupsi dan masyarakat berdatangan ke gedung KPK segera setelah tersiar kabar penangkapan Bambang. Mereka memprotes tindakan Kepolisian, yang dianggap sewenang-wenang. Tokoh dari berbagai kalangan hadir, seperti Franz Magnis-Suseno, Suciwati Munir, Erry Riyana Hardjapamekas, Yenny Wahid, Eep Saefulloh Fatah, Denny Indrayana, Zainal Arifin Mochtar, juga Saldi Isra.
Dukungan ini serupa dengan peristiwa pada 5 Oktober 2012. Ketika itu, sejumlah personel Kepolisian datang ke gedung KPK untuk menangkap Novel Baswedan, penyidik yang menjadi motor penanganan kasus korupsi Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas yang menjadi Gubernur Akademi Kepolisian. Novel dituduh terlibat kematian tersangka kasus pencurian ketika ia bertugas di Bengkulu delapan tahun sebelumnya.
Pada Jumat siang, Presiden menelepon Abraham Samad agar datang ke Istana Bogor. Anak buah Samad meminta dia menolak undangan itu karena dianggap tak akan banyak manfaatnya. Samad juga merasa keamanannya tak terjamin: bisa saja di tengah jalan ditangkap personel Kepolisian. Tapi Presiden terus meminta Samad datang.
Jokowi memerintahkan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Mayor Jenderal Andika Perkasa menjemput Samad. Dengan menumpang kendaraan Andika, Samad berangkat ke Bogor. Ia minta ditemani Deputi Pengawasan Internal Ari Widiatmoko dan Deputi Penindakan Warih Sadono. Kedua deputi itu berada di luar ketika akhirnya Samad bertemu dengan Presiden dan Badrodin Haiti.
Menurut saksi pertemuan, Presiden banyak manggut-manggut mendengar penjelasan Samad. Di akhir pertemuan, ketika sebagian orang sudah ke luar ruangan, Samad menarik Badrodin Haiti. Tepat di depan Jokowi, Samad menanyakan kepastian nasib koleganya. Badrodin memastikan akan melepaskan Bambang begitu pemeriksaannya selesai. "Tadi sudah saya sampaikan, ada kesepakatan dengan KPK bahwa setelah selesai pemeriksaan, penyidik tidak melakukan penahanan," kata Badrodin setelah pertemuan.
Namun versi lain menyebutkan Jokowi memarahi Samad dan Badrodin. Penyebabnya, Samad tidak bersedia menjelaskan detail kasus yang dikenakan pada Budi Gunawan dengan alasan rahasia. Kepada Badrodin, Jokowi disebutkan mempersoalkan alasan Kepala Polri tidak mengetahui tindakan sewenang-wenang menangkap pejabat negara oleh Badan Reserse Kriminal pimpinan Inspektur Jenderal Budi Waseso. Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan mengatakan sebagian cerita itu "terlalu dilebih-lebihkan".
Presiden Jokowi, menurut orang-orang dekatnya, memutuskan mengulur waktu hingga KPK selesai memproses hukum Budi Gunawan. Para pembantunya memastikan Jokowi menolak melantik Budi setelah penetapannya sebagai tersangka. Beberapa jam setelah pengumuman tersangka, Jokowi melakukan rapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah orang dekatnya. Presiden memprotes bawahannya yang menyatakan Budi bersih sebelum pencalonan.
Presiden, menurut politikus yang dekat dengan Jokowi, sempat meminta Budi Gunawan mundur setelah menjadi tersangka. "Namun Jenderal Budi berkukuh menolak," ujarnya. Badrodin, yang bersama Budi bertemu dengan Jokowi pada hari-hari persetujuan DPR atas pencalonan Kepala Polri, mengatakan tidak mendengar permintaan seperti itu.
Yang pasti, pendukung KPK semakin kecewa mendengar pidato singkat Presiden Jokowi setelah memanggil Samad dan Badrodin. Presiden hanya mengatakan kedua lembaga tidak menimbulkan gesekan. Mereka menganggap Presiden tidak memberikan solusi pada kriminalisasi Bambang Widjojanto. Denny Indrayana mengatakan Jokowi mengingkari janji membentuk pemerintahan yang bersih dari korupsi. "Solusinya satu: batalkan pencalonan Budi Gunawan," kata Wakil Menteri Hukum era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
INSPEKTUR Jenderal Purnawirawan Oegroseno, Wakil Kepala Polri 2013-2014, mengatakan bingung terhadap etika dan prosedur penangkapan Bambang Widjojanto. Sebab, operasi besar itu diduga tak diketahui Badrodin Haiti, yang diberi tugas menjalankan fungsi sebagai Kepala Polri. "Ia dianggap tak ada," ujarnya.
Pagi hari, ketika kabar penangkapan Bambang merebak, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi menelepon Badrodin untuk menanyakan kebenarannya. Menurut Johan, Badrodin menyatakan tidak ada penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. "Pertanyaannya, kalau Pak Wakil Kapolri tak tahu, apakah ada pasukan liar?" kata Johan.
Seorang perwira tinggi Polri menuturkan, pada Jumat pagi ketika Bambang ditangkap dan dibawa ke kantor Badan Reserse, Badrodin sedang memimpin rapat dengan para penasihat Kepala Polri. Budi Waseso hadir dan duduk di sampingnya. Ketika Johan menelepon, Badrodin bertanya kepada Budi Waseso apa benar ada penangkapan Bambang, yang dijawab "tidak tahu".
Menurut sang perwira, mustahil Kepala Badan Reserse Kriminal tak tahu operasi penangkapan. Sebab, beberapa jam sebelum serah-terima jabatan Kepala Badan Reserse dari Inspektur Jenderal Suhardi Alius, Senin pekan lalu, Budi Waseso telah membentuk lima tim yang disupervisi perwira tinggi berpangkat brigadir jenderal.
Satuan tugas yang dibentuk di luar struktur itu melibatkan sejumlah perwira yang merupakan pendukung Budi Gunawan. Tim itu beranggotakan gabungan dari sejumlah unit, bukan hanya penyidik Badan Reserse. Salah satu target: memidanakan pimpinan KPK. Konsep hukum dan rancangan jerat pidana disiapkan, antara lain penyalahgunaan wewenang.
Badrodin Haiti mengatakan tak tahu soal pembentukan satuan tugas itu. Namun, ia mengatakan, bisa saja Badan Reserse membentuk tim untuk mengkaji aspek hukum kasus yang menjerat Budi Gunawan sebagai bahan pembelaan. Menurut dia, tim serupa dibentuk ketika KPK menahan Inspektur Jenderal Djoko Susilo pada Oktober 2012.
Kondisi tak sehat di Trunojoyo itu, termasuk munculnya "satgas liar" dan perkubuan di Kepolisian, menurut Oegroseno, merupakan akibat tidak jelasnya kepemimpinan Polri. Oegroseno sudah memprediksi, ketegangan antara Polri dan KPK akan terjadi jika Presiden Jokowi tak segera mengambil langkah mengatasinya.
Ia menyebutkan ketidakpastian menimbulkan insubordinasi, terutama karena Wakil Kepala Polri tidak memiliki tongkat komando sebagai lambang kendali sepenuhnya. "Pelaksana tugas tak bisa mengeluarkan kebijakan strategis," ujarnya. Ia juga menilai Budi Gunawan telah dianggap sebagai Kepala Polri walau belum dilantik.
Jalur kendali yang terputus itu terbukti pada Jumat pekan lalu, ketika penyidik mengeluarkan surat perintah penahanan Bambang Widjojanto menjelang tengah malam. Bambang dan penasihat hukumnya menandatangani berita acara penolakan penahanan. Padahal Badrodin telah berjanji melepaskan Bambang begitu pemeriksaan selesai.
BADRODIN Haiti, yang penampilannya selalu kalem, naik darah karena Bambang justru ditahan. Pernyataan itu disampaikan Daniel Tifaona bertepatan dengan kedatangan sejumlah aktivis antikorupsi ke kantor Badan Reserse Kriminal pada Jumat pukul 23.00. Daniel mengatakan menggunakan kewenangan yang dimiliki "berdasarkan pertimbangan subyektif" karena Bambang dianggap bisa menghilangkan barang bukti dan mempengaruhi saksi-saksi.
Adnan Pandu menelepon Badrodin menagih janjinya melepaskan Bambang. Pada saat yang sama, Badrodin menerima panggilan telepon dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno, yang juga menyampaikan pesan Presiden soal komitmen Badrodin yang telah disampaikan di Bogor. Badrodin pun menuju gedung Badan Reserse di kompleks Markas Besar Polri dan tidak menemukan perwira tinggi di tengah situasi krisis.
Ia hanya melihat perwira-perwira menengah berpangkat komisaris besar dan ajun komisaris besar. Badrodin kemudian meminta mereka datang ke ruang kerjanya di kompleks yang sama. Ia berbicara empat mata dengan Daniel, sementara anggota tim penyidik lainnya menunggu di ruang rapat. Badrodin menanyakan atas perintah siapa Daniel mengeluarkan surat penahanan, yang dijawab tidak ada perintah siapa pun.
Badrodin menilai bukti yang disodorkan tim penyidik tidak kuat. "Kamu semua enggak tahu ini bukan perkara ringan. Kalau blunder, bisa repot," kata Badrodin, ditirukan saksi mata yang mendengar pernyataan langsung sang Jenderal. Ia pun meminta penyidik melepaskan Bambang saat itu juga. "Toh, dia bisa dipanggil sewaktu-waktu diperlukan," ujarnya.
Dimintai konfirmasi, Daniel menyatakan perintah penahanan dikeluarkan bukan oleh Inspektur Jenderal Budi Waseso, yang disebut-sebut sebagai "orang BG". Dia membenarkan kabar bahwa ia dipanggil Wakil Kepala Polri pada Jumat malam. Namun dia menolak menjelaskan isi pertemuan itu. "Sebagai penyidik, saya memiliki otonomi," katanya. "Tapi, karena menghormati pimpinan, saya bersedia melepaskan tersangka BW."
Pada Sabtu dinihari, Bambang Widjojanto akhirnya diizinkan meninggalkan gedung Badan Reserse. Meski menyandang status tersangka yang tak jelas perkaranya, Bambang terlihat tenang. Dikawal aktivis antikorupsi, ia menuju kantornya di Kuningan, yang dijaga ratusan orang untuk mencegah penyidik Kepolisian menggeledah kantor itu.
Tapi, kata Usman Hamid, ancaman bagi KPK belum sirna. Sebab, Bambang masih menyandang status tersangka.
Budi S., Agustina Widiarsi, Rusman P., Mayang N., Linda T., Mitra Tarigan, Setri Yasra, Istiqomatul Hayati
Rantai Panjang Penetapan Tersangka
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menuduh penetapan status tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan didasari dendam Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad kepada Presiden Joko Widodo dan PDI Perjuangan. Padahal proses hukum di KPK dilakukan berjenjang, yang membuat peran Ketua KPK tidak dominan.
A. DATA AWAL
- Pengaduan masyarakat dan KPK Whistleblowing System
- Laporan auditor negara
'Pulbaket'
Bagian Pengaduan Masyarakat mengumpulkan barang bukti dan keterangan.
Eskpose
Menentukan apakah ada tindak pidana korupsi atau tidak.
B. PENYELIDIKAN
Jika diputuskan ada pidana korupsi, proses dilanjutkan ke tahap ini. Penyelidik meminta keterangan saksi, meminta data ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, menyadap, juga mencegah-tangkal seseorang.
Forum Gelar Perkara
- Hasil penyelidikan dibahas di forum yang harus diikuti setidaknya tiga orang pemimpin, Deputi Penindakan, Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan, dan para penyelidik. Forum ini membahas calon tersangka.
- Melalui keputusan yang bersifat kolektif kolegial, tersangka ditetapkan.
- Penyelidik membuat laporan kejadian tindak pidana korupsi, menyerahkan semua dokumen, termasuk berita acara permintaan keterangan.
Sprindik
- Direktur Penyidikan menunjuk penyidik, lalu membuat nota dinas ke pimpinan KPK, yang diketahui Deputi Penindakan.
- Pimpinan mengeluarkan surat perintah penyidikan alias sprindik, yang juga harus ditandatangani setidaknya tiga dari lima pemimpin KPK.
- Persetujuan bisa diberikan melalui pesan elektronik, yang kemudian dicetak dan ditempelkan ke sprindik.
C. PENYIDIKAN
- Status: Tersangka.
- Minimal dua alat bukti: Kesaksian, dokumen, pengakuan.
- Tidak ada mekanisme penghentian perkara, seperti di Kepolisian dan Kejaksaan.
D. PENUNTUTAN:
- Status: Terdakwa
- Di pengadilan.
Kode Etik Pimpinan KPK
Kep-06/P.KPK/022004
Pasal 6:
s. menolak dibayari makan, biaya akomodasi, dan bentuk kesenangan (entertainment) lainnya oleh atau dari siapa pun.
u. membatasi pertemuan di ruang publik seperti hotel, restoran, atau lobi kantor atau hotel atau di ruang publik lainnya.
v. memberitahukan kepada pimpinan yang lain mengenai keluarga, kawan, dan pihak-pihak lain yang secara intensif masih berkomunikasi.
(2) Pimpinan KPK dilarang:
a. Menggunakan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau golongan.
b. Menerima imbalan yang bernilai uang untuk kegiatan yang berkaitan dengan fungsi KPK.
c. Meminta kepada atau menerima bantuan dari siapa pun dalam bentuk apa pun yang memiliki potensi benturan kepentingan dengan KPK.
d. Bermain golf dengan pihak-pihak yang secara langsung atau tak langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan sekecil apa pun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo