Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukisan di Gua MarosPangkep, menurut Pindi Setiawan, peneliti cave art dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, memantulkan aktivitas seharihari manusia gua. Gambar tangan menandakan kepemilikan gua.
"Biasanya dicap di dekat pintu masuk," ujar Pindi, yang tak tergabung dalam tim penelitian. Menurut dia, cap tangan juga bisa dianggap sebagai penolak bala. Dalam konteks ini, manusia gua melukisnya di beberapa dinding yang dianggap sebagai tempat masuk kekuatan roh jahat.
Lukisan tangan tersebut dibuat memakai metode semprot. Cecep Eka Permana, pakar arkeologi prasejarah dari Departemen Arkeologi Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa cat dikumurkumur di dalam mulut. "Kemudian disemprotkan ke tangan sampai terbentuk pola," tuturnya kepada Tempo saat ditemui di kantornya pada awal November tahun lalu.
Hasil gambar, yang disebut hand stencil, biasanya berwarna merah oker. Cap tangan ini, kata Cecep, mirip dengan tradisi mabedda bola—bermakna "membedaki rumah"—milik masyarakat tradisional Makassar.
Bedanya, kata dia, tradisi yang menggunakan tepung beras itu tidak menghasilkan pola lukisan tangan, tapi berbentuk cap telapak tangan atau disebut hand print.
Bukti lukisan gua tersebut menjadikan manusia purba saat itu dianggap selangkah lebih maju dibanding pendahulunya. Peradaban gua yang berkembang di masa Paleolitikum ini, menurut Cecep, membuat manusia purba mengembangkan beberapa pola kehidupan mereka.
Perubahan mendasar, kata Cecep, terlihat pada tempat tinggal, dari bermukim di alam liar menjadi penghuni gua. "Tempat berlindung dari terik matahari dan dingin hujan," ujarnya. Dia beranggapan pembentukan sosialekonomi manusia purba menjadi lebih matang saat tinggal di dalam gua.
Meski begitu, manusia gua tak sembarangan memilih gua untuk tempat bermukim. Cecep bercerita, manusia purba akan memilih gua yang dekat dengan sumber air dan makanan.
Meski sudah tinggal di dalam gua, kegiatan berburu dan meramu tetap tak ditinggalkan oleh manusia yang hidup pada rentang 10040 ribu tahun lalu ini. Hanya, kata Cecep, biasanya manusia purba saat itu sering menangkap binatang berukuran kecil, seperti ayam hutan. Sebaliknya, meski menjadi lukisan di guagua yang mereka tinggali, binatang seperti babi, rusa, dan anoa jarang ditangkap.
Salah satu buktinya ialah tak ditemukannya tulangbelulang dari binatang bertubuh sedang tersebut. Tim peneliti hanya menemukan sisa tulang hewan kecil. "Itu pun jumlahnya hanya beberapa," kata Budianto Hakim, anggota penelitian dari Balai Arkeologi Makassar.
Cecep menduga lukisan babi, rusa, dan anoa merupakan bentuk pengharapan manusia gua. "Semacam manifestasi doa," ujarnya.
Dengan menggambar binatang tersebut, manusia gua berharap dapat menangkap salah satunya dalam perburuan. Karena itu, kata Cecep, selain menggambar dengan bentuk binatang utuh, manusia purba acap melukis hewan buruan tersebut dengan tombak tertancap di perut atau digotong oleh sekelompok orang.
Lukisan pun tak asal dibuat. Sebelum menggambar, Cecep menambahkan, biasanya manusia purba melakukan semacam upacara, yang dalam dunia arkeologi disebut sympathetic magic. "Ritual ini dipercaya dapat membawa keberuntungan."
Dalam ritual tersebut, manusia purba menghasilkan gerakan dinamis. Cecep beranggapan tradisi ini menginspirasi munculnya banyak ritual di masamasa berikutnya.
Meski begitu, penelitian yang dimulai pada 2011 di MarosPangkep itu belum berhasil menemukan kerangka manusia purba pelukis gua tersebut. Penggalian sampai kedalaman dua meter hanya mendapatkan alatalat batu yang biasa digunakan untuk berburu dan mengolah makanan.
Menurut Cecep, manusia pertama yang tinggal di gua ialah manusia neandhertal di Eropa. Hanya, belum bisa dipastikan apakah manusia purba yang tinggal di MarosPangkep merupakan saudara dari manusia Eropa ini atau dari jenis lain.
Untuk sementara, Cecep menduga lukisan di MarosPangkep memiliki kaitan dengan lukisan yang ada di Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua. Selain memiliki lukisan tangan, beberapa gua di tiga provinsi tersebut memiliki lukisan babi yang mirip. Namun setidaknya ada satu hal: peradaban purba di Indonesia mulai diperhitungkan.
Amri Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo