Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Di Sumatera Barat, vaksinasi tersendat karena penolakan penduduk setempat.
Di Kepulauan Riau sempat terjadi kekurangan tenaga vaksinasi.
Sejumlah produsen vaksin menjadwal ulang pengiriman ke Indonesia.
BERPIDATO soal empat pilar Majelis Permusyawaratan Rakyat di depan seratusan warga Sawahlunto, Sumatera Barat, Sabtu, 12 Juni lalu, Darul Siska menyelipkan pertanyaan. Anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat itu bertanya ihwal kesediaan hadirin untuk disuntik vaksin Covid-19 secara cuma-cuma. Dari mimbar, ia menghitung tak sampai 20 orang mengacungkan tangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada mereka yang berpangku tangan, Darul bertanya alasan menolak vaksinasi. Beberapa peserta menyatakan tak percaya khasiat vaksin. Sebagian lagi mengklaim badan mereka tetap bugar di tengah pagebluk meski belum mendapat suntikan vaksin. “Mereka tak tahu kalau program vaksinasi sebenarnya untuk membentuk kekebalan komunitas,” ujar politikus Partai Golkar itu saat dihubungi pada Rabu, 23 Juni lalu.
Di Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi, Sumatera Barat, Brigadir Kepala Risyanto juga menemui kesulitan mengajak penduduk untuk divaksin. Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat itu mengetuk pintu-pintu rumah mereka yang belum disuntik sejak 21 Juni lalu. Dari sekitar 4.500 keluarga, baru 200 orang yang menerima vaksin di wilayah tersebut.
Risyanto bercerita, ketika mengunjungi salah seorang penduduk pada 23 Juni lalu, sahibulbait yang sudah lanjut usia emoh disuntik karena mendengar kabar kibul dari anaknya yang masih remaja bahwa vaksin menyebabkan kematian. “Orang tua ini menjadi takut,” kata polisi berumur 44 tahun ini. Di rumah lain, Risyanto menemukan kecemasan serupa. Seorang warga Kayu Kubu menolak diajak ke sentra vaksinasi karena cemas jika jatuh sakit setelah disuntik.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Barat Komisaris Besar Satake Bayu Setianto menyebutkan polisi sampai menyediakan bus untuk mengantar warga yang mau divaksin. “Kami baru menyuntik 13.675 orang selama 7-23 Juni,” ucapnya. Jumlah itu tak sampai seribu orang per hari.
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin Covid 19 pada warga di Duta Mal, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 25 Juni 2021. ANTARA/Bayu Pratama S
Survei konsorsium Kementerian Kesehatan, Badan Kesehatan Dunia (WHO), badan dunia yang menangani anak-anak (UNICEF), dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization menunjukkan Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan tingkat penerimaan vaksin terendah, cuma 47 persen. Dalam sigi yang sama, alasan responden ragu divaksin karena tak yakin terhadap keamanan vaksin (30 persen), ragu dengan efektivitas (22 persen), dan takut terhadap efek samping (12 persen).
Adapun Bali berada di peringkat pertama dengan vaksinasi mencapai 103 persen atau melebihi target 715 ribu orang. Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy mengakui tingkat capaian vaksinasi di wilayahnya masih sangat rendah. Data Kementerian Kesehatan pada 26 Juni lalu mencatat baru 147 ribu dari 874 ribu warga Sumatera Barat yang sudah divaksin.
Efektivitas vaksin Covid-19 dipertanyakan setelah sejumlah penerima vaksin lengkap justru terinfeksi virus corona. Salah satunya Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR Nihayatul Wafiroh. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu terjangkit Covid-19 meski sudah disuntik vaksin Sinovac dan vaksin Nusantara bikinan bekas Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto. Nihayatul mengalami demam hingga 39 derajat Celsius dan diare. Pada Jumat, 25 Juni lalu, dia dinyatakan negatif. “Kondisi saya pasti amburadul kalau tak mendapat vaksin tersebut,” katanya.
Macetnya injeksi vaksin juga disebabkan oleh kurangnya petugas vaksinasi. Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Riau Muhammad Bisri mengatakan sejumlah daerah, khususnya Batam, sempat kekurangan petugas. Pemerintah lantas merekrut relawan untuk membantu program penyuntikan, termasuk staf nonmedis yang bertugas di bagian pendaftaran. Dinas Kesehatan Kepulauan Riau kini memiliki 1.100 petugas vaksinasi.
Di Kepulauan Riau, kondisi geografis ikut menyulitkan petugas vaksinasi. Penduduk Kepulauan Riau bermukim di beberapa pulau kecil. Di Kepulauan Anambas, yang memiliki 57 petugas vaksinasi, misalnya, diperlukan kapal yang dapat mengangkut mereka. “Kami seharusnya menyuntik 2.000 orang per hari di Anambas , tapi karena aksesnya sulit cuma bisa 300 setiap hari,” tutur Bisri. Hingga Jumat, 26 Juni lalu, capaian vaksinasi di Kepulauan Riau baru sekitar 39 persen.
Kecepatan vaksinasi mendapat perhatian Presiden Joko Widodo dalam rapat koordinasi pada Senin, 21 Juni lalu. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, yang hadir dalam forum itu, bercerita bahwa Presiden memerintahkan target 1 juta vaksin per hari bisa dicapai pada Juli 2021. Ketika pertemuan itu, Budi memberi tahu bahwa capaian vaksin baru 716 ribu orang per hari berdasarkan data 18 Juni 2021. “Beliau meminta semua komponen bergerak, dari pemerintah daerah hingga tentara dan polisi,” ujarnya.
Penyuntikkan vaksin COVID-19 kepada warga di Sentra Vaksinasi Bersama BUMN di Lanud Soewondo, Kota Medan, Sumatera Utara, 26 Juni 2021. ANTARA/Fransisco Carolio
Seorang pejabat yang mengikuti rapat itu mengatakan Jokowi juga menyoroti stok vaksin. Pemerintah sudah memperoleh komitmen dari beberapa produsen, tapi baru Sinovac dari Cina dan AstraZeneca dari aliansi vaksin global GAVI yang mengirim vaksin. Menurut narasumber ini, Jokowi menerangkan bahwa kesediaan vaksin akan menjadi penentu target 1 juta vaksin per hari terpenuhi pada bulan depan.
Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan beberapa pabrik vaksin menjadwal ulang pengiriman produknya ke Indonesia. Pfizer asal Amerika Serikat, misalnya, berjanji mengirim vaksin pada Agustus. Padahal vaksin itu seharusnya sudah tiba di Jakarta pada Juni 2021. Produsen lain dari Negeri Abang Sam, Novavax, juga berjanji mengirim, tapi belum mengonfirmasi jumlah dosis awal untuk Indonesia. “Pemerintah tetap mengawal dari sisi diplomasi meski kerangka perjanjian vaksin ini business to business,” kata Siti.
Memenuhi kebutuhan vaksin, pemerintah pun menggenjot produksi dalam negeri. Pada awal program vaksinasi, kapasitas produksi PT Bio Farma, yang mengolah bibit vaksin dari Sinovac, cukup terbatas. Anggota Komisi Badan Usaha Milik Negara DPR, Andre Rosiade, menyebutkan kemampuan perusahaan farmasi itu sudah meningkat sejak pemerintah menggelontorkan modal Rp 2 triliun tahun ini. “Kemampuan membuat vaksinnya mencapai 25 juta dosis per bulan,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Bio Farma pun sudah membangun fasilitas produksi yang baru. Sekretaris Perusahaan Bio Farma Bambang Heriyanto mengatakan pabrik vaksin Covid-19 yang baru menempati Gedung 43 dan mulai beroperasi 30 Maret lalu. Sebelumnya, produksi vaksin hanya bisa dilakukan di fasilitas produksi Gedung 21 Bio Farma. Gedung baru itu mulai beroperasi pada 30 Maret lalu. “Namun peningkatan kapasitas produksi juga masih bergantung pada pasokan bulk vaksin yang akan datang,” katanya.
RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI, YOGI EKA (BATAM), AHMAD FIKRI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo