BAU itu menusuk hidung. Sumbernya datang dari badan dan helaan napas seorang lelaki yang tertawa cengengesan di balik jeruji sel tahanan Kepolisian Resor Purbalingga, Jawa Tengah. Luka menganga di lengan kirinya yang masih meneteskan nanah pastilah juga ikut menyumbang bau tak sedap itu. Sampai-sampai, aroma asap rokok kretek, yang terus-menerus harus disodorkan TEMPO kepadanya sepanjang wawancara, tak sanggup mengusirnya.
Dialah Sumanto, si pemakan daging manusia yang menggegerkan itu. Dilihat sepintas, lelaki berusia 30 tahun, warga Desa Pelumutan Kecamatan Kemangkon, Purbalingga itu tampak waras-waras saja. Sedikit pun dia tak tampak tertekan atau terganggu jiwanya. Pembawaannya rileks. Ia bahkan bolak-balik melempar guyon. ?Saya senang diwawancara, soalnya bisa jadi orang terkenal,? katanya sambil tergelak ketika diwawancarai wartawan TEMPO Rommy Fibri dan Syaiful Amin di tahanan. Berikut petikannya.
Kenapa sampai makan daging manusia?
Saya belajar ilmu dari guru saya, namanya Taslim. Dia itu orang Jambi yang tinggal di Temanggung, teman saya sewaktu sama-sama bekerja di PT Gunung Madu, Lampung, pada tahun 1994. Dia menguasai sabuk haikal (ilmu kekebalan) dan fasih membaca Al-Quran. Saya terkesan dan kemudian belajar ilmu pesugihan (cepat memperoleh kekayaan) dan saipi angin (ilmu berjalan cepat) dari dia.
Apa hubungannya dengan daging manusia?
Itu syarat ilmu pesugihan. Saya harus ?menghidupkan? mayat (istilah yang digunakan Sumanto untuk memakan mayat?Red.) supaya bisa kaya, banyak rezeki, dan tenang mencari nafkah. Perasaan saya damai, tenang, setelah makan daging manusia. Selain itu, juga supaya bisa menguasai ilmu saipi angin, supaya bisa berjalan kaki dari Lampung ke kampung (di Desa Pelumutan, Purbalingga) cuma dalam waktu lima menit saja. Syaratnya memang ketat, harus makan tujuh mayat perempuan yang digali langsung dari kuburannya. Kalau masih ingin meningkatkan ilmu, syaratnya harus ditambah jadi 14 mayat. Kalau mau mencapai tingkatan yang paling tinggi, mesti ?menghidupkan? 21 mayat.
Anda bilang ?menghidupkan?. Maksudnya?
Sebagian daging mereka saya masukkan ke dalam badan saya. Lihat tangan kiri saya (sambil menunjukkan luka di lengan kirinya). Di dalam luka ini ada daging Mbah Rinah, juga yang lain, yang saya hidupkan lagi ke dalam tubuh saya.
Sudah berapa orang yang Anda ?hidupkan??
Baru empat. Pertama, sewaktu ada seorang begal (perampok) menodong saya di Lampung. Begalnya kalah, lantas tak (saya) makan. Yang kedua, saat saya menemukan sepotong kaki korban kecelakaan kereta api di Jalan Rajabasa, Lampung. Terus ketika saya berkelahi lagi dengan begal. Kena bacokan celurit saya, dia sekarat, lalu saya ?hidupkan? dia. Yang keempat, ya, sewaktu saya menggali kuburan Mbah Rinah kemarin itu. Sebelumnya, saya juga pernah menggali kuburan lain, tapi cuma dapat tulang. Ya sudah, tulangnya saya keloni (tidur bersama?Red.) saja, buat minta ilham nomor buntut.
Begal itu sengaja Anda bunuh untuk dimakan?
Saya diharamkan membunuh dengan maksud memakannya, atau makan daging orang yang masih bernyawa. Syaratnya harus sudah jadi mayat.
Tadi dibilang syaratnya daging perempuan, tapi kok yang lelaki dimakan juga?
Itu kan kecelakaan. Semula saya tidak bermaksud memakannya. Dia mau merampok saya. Kena sabetan celurit saya, dia sekarat. Karena tak bisa merawatnya, saya harus ?menghidupkannya?.
Jangan-jangan manusia yang Anda makan lebih dari empat?
Iya, untungnya saya tertangkap. Kalau tidak, mungkin masih terus terjadi.
Kepada polisi Anda semula mengaku makan tiga mayat, sekarang Anda bilang empat. Mana yang benar?
Lho, kalau wartawan menulis angkanya lebih besar, kan korannya jadi laku, ha-ha-ha....
Anda ini waras atau tidak?
Saya kalau dibilang waras ya waras. Tapi bagaimana ya, nyatanya tidak lumrah. Lha wong, manusia kok doyan manusia.
Bagaimana rasanya daging manusia?
Rasanya tidak enak, langu (berbau) dan berminyak. Masih enak daging tikus.
Kapok?
Saya kapok, karena tertangkap. Coba kalau tidak, mungkin tidak kapok-kapok.
Kalau dihukum berat bagaimana?
Saya siap, dihukum mati sekalipun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini