Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Perempuan IndustriALL Indonesia Council menunjukkan hasil survei perlindungan hak reproduksi buruh dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang menjelaskan kalau perlindungan hak reproduksi pekerja perempuan di Indonesia masih rendah. Survei ini dilakukan terhadap 186 serikat pekerja di tingkat perusahaan dan 186 PKB dari Federasi Afiliasi IndustriALL di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil survei menunjukkan kalau 87 persen perusahaan sudah memiliki cuti haid, yaitu cuti saat perempuan sakit berat karena haid. Sedangkan 9 persen perusahaan tidak memiliki cuti haid. “Masih adanya perusahaan yang tidak memberikan cuti haid, tentu saja memprihatinkan. Hal ini mengingat cuti haid adalah hak normatif yang harus didapatkan pekerja. Belum lagi, haid bagi perempuan merupakan faktor penting dalam reproduksi,” kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Kahar S. Cahyono dalam keterangan resmi
Tidak hanya itu, perusahaan yang memberikan cuti haid juga memiliki persyaratan yang bisa menyulitkan perempuan. Sekitar 42 persen mengatakan kalau cara pengambilan cuti haid harus menggunakan surat dokter. “Padahal haid bukan penyakit, yang semestinya tidak memerlukan surat dokter,” lanjutnya.
Sedangkan untuk cuti melahirkan, 72 persen pemberian cuti melahirkan masih kaku dengan sistem 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. Padahal, idealnya adalah untuk memiliki cuti melahirkan yang lebih fleksibel, asalkan totalnya 3 bulan. Survei ini juga menemukan 18 persen perusahaan membatasi cuti melahirkan hanya sampai anak ketiga. Bila pekerja perempuan memiliki anak keempat dan seterusnya, tidak akan mendapat cuti.