Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SERANG – Tim gabungan Kepolisian Daerah Banten dan Tentara Nasional Indonesia menyegel sejumlah titik penambangan emas di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Lebak, Banten. Maraknya pertambangan emas tanpa izin tersebut diduga menjadi penyebab banjir bandang yang menerjang enam kecamatan di Lebak, awal Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Banten Komisaris Besar Edy Sumardi mengatakan penutupan penambangan emas ilegal tersebut merupakan tindak lanjut instruksi Presiden Joko Widodo. Saat mengunjungi lokasi bekas banjir Lebak pada Selasa, 7 Januari lalu, Jokowi menunjuk penambangan emas ilegal yang merusak hutan di Gunung Halimun Salak sebagai biang kerok banjir bandang yang membuat 1.226 rumah hanyut dan 4.368 keluarga mengungsi. Dia memerintahkan Gubernur Banten Wahidin Halim dan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya segera menghentikan aktivitas tambang di Taman Nasional, terutama di wilayah Lebak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Presiden Jokowi meminta menindak para penambang liar yang membahayakan keselamatan masyarakat," ujar Edy, kemarin. Dia mengatakan telah memasang garis polisi di lokasi penambangan emas di Cidoyong, Kecamatan Lebakgedong.
Tim gabungan juga menangkap sejumlah gurandil alias penambang emas liar. Mereka diangkut ke kantor Polda Banten di Tangerang untuk dimintai keterangan. "Saat ini masih kami dalami perannya. Nanti kami ekspose hasil penyelidikan," kata Edy.
Gubernur Wahidin Halim mengatakan muncul perdebatan soal aspek sosial dan ekonomi perihal penutupan tambang tersebut. Terlebih, dia yakin penambangan bukan satu-satunya penyebab banjir bandang yang menyebabkan sepuluh warga Lebak meninggal itu. "Tapi, kalau memang terbukti mendatangkan lebih banyak kemudaratan untuk orang banyak, pendekatannya bukan lagi sosial, tapi hukum," ujar Wahidin, seusai rapat dengan seluruh pemimpin perangkat daerah Banten di Pendopo Gubernur, Serang, kemarin. "Kalau itu penyebab bencana, ya sudah, sikat saja."
Wahidin meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan penelitian dan menginventarisasi kandungan bahan kimia berbahaya berupa merkuri yang menjadi bahan utama pengolah hasil tambang emas. Sebab, dia melanjutkan, ada laporan dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak bahwa hasil perkebunan, pertanian, dan perikanan di wilayah tersebut telah terkontaminasi bahan kimia berbahaya tersebut. "Hal ini membahayakan masyarakat dalam jangka panjang," ujarnya.
Wahidin meminta Dinas Lingkungan Hidup segera merampungkan pemeriksaan tersebut. Jika sampel yang diambil petugas membuktikan terjadi kontaminasi di wilayah tersebut, pemerintah Banten akan menjerat penambang dengan hukuman pidana.
Gubernur Wahidin juga meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan memeriksa peredaran penjualan bahan kimia merkuri, dari pemasok hingga toko pengedar. "Terlebih jika penjualan bahan kimia tersebut berstatus ilegal atau tidak berizin," ujarnya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia Banten, Eko Palmadi, mengatakan mereka diminta oleh Polda Banten untuk menjadi saksi ahli ihwal empat lokasi pengolahan tambang emas di Lebak Gedong, pekan lalu. "Sebenarnya bukan milik masyarakat, tapi orang kota yang mempunyai keahlian dan bisnis mengolah emas dari Gunung Halimun," kata dia.
Metodenya, Eko melanjutkan, sebagian menggunakan merkuri, sebagian menggunakan sianida. Dibanding sianida, merkuri lebih berbahaya bagi masyarakat karena tidak mudah menguap ketika terbawa air atau mengalir ke pertanian.
Berdasarkan pantauan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banten, terdapat dua toko di Lebak yang menjual merkuri. "Namun sebagian penambang juga memperolehnya dari Sukabumi," kata Babar Suharso, kepala dinas, sembari mengatakan mereka telah melapor ke Polda Jawa Barat soal kasus tersebut. WASIUL ULUM (SERANG) | JONIANSYAH HARDJONO (TANGERANG) | REZA MAULANA
Tambang Emas Penyebab Banjir Lebak Ditutup
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo