Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak semua tamu menyenangkan, apalagi kalau wujudnya makhluk halus seperti yang datang ke SMU Handayani, Pekanbaru, Riau. Namanya saja halus, tak terlihat wujudnya, tapi nyata dampaknya.
Kejadian persisnya 2 Desember 2005 lalu. Sekitar 700 siswa sedang khusyuk belajar. Tapi ada satu kelas yang latihan basket. Tiba-tiba bola basket melompat ke lantai II dan masuk tanpa permisi ke kelas IA. Bola itu persis mengenai Tania.
Tania tiba-tiba berdiri dengan mata melotot, badannya kejang-kejang dan berteriak-teriak tak keruan. Tania kemasukan tamu halus. Rupanya, bola basket itu menjadi ”kendaraan” sang makhluk. Acara belajar pun buyar karena siswa berhamburan keluar.
Selang beberapa menit, empat siswi lainnya ketularan. Suasana sekolah jadi ramai. Untuk menenangkan keadaan, kepala sekolah, Azaddin Amal, sampai perlu bicara melalui pengeras suara agar siswa kembali ke dalam kelas.
Siswi kelas IA yang kesurupan langsung digotong ke ruangan tata usaha di lantai dasar. Untuk mengusir makhluk halus, sekolah mengundang ustad dan paranormal. Dari kelima siswa, Tania yang pulang paling belakangan. ”Tania diantar paling akhir karena roh halus yang masuk ke tubuhnya susah diajak berunding,” kata Sumarmo Alif, warga sekitar.
Alif mengaku dapat berkomunikasi dengan tamu aneh itu. ”Tamu” itu mengaku dari Pantai Selatan Jawa, yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya Nyi Roro Kidul. Para tamu itu mampir di sekolah Handayani untuk transit sebelum memasuki wilayah Riau. Alif tak menjelaskan untuk apa ”tamu” itu jauh-jauh datang ke Riau, apakah untuk studi banding atau cuma pelesir.
Setelah sekolah diliburkan dua hari, Senin berikutnya peristiwa itu berulang lagi. Kali ini ada empat siswi kelas dua yang kejang-kejang, mengoceh tak keruan dan tentu saja dengan mata mendelik. Keempat siswi itu dipasangi telekung, diiringi dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Lumayan, ”tamu”-nya kabur, keempat siswi sembuh.
Keesokan harinya, tak ada lagi yang kesurupan. Tapi pihak sekolah tetap menyiagakan ustad. Bahkan, takut ada peristiwa susulan, sekolah meliburkan kegiatannya sehari dan masuk seperti biasa hari Kamis. Ternyata, sembilan siswi kesurupan lagi pada Kamis. Mereka dapat disembuhkan setelah dipasangi telekung dan dibantu doa. Setelah kejadian itu, sekolah pun menyelenggarakan pembacaan wiridan tiap Jumat. ”Alhamdulillah, hingga sebulan ini tidak ada lagi yang kesurupan,” kata pegawai tata usaha sekolah, Ikhsanuddin. Mungkin makhluk halus itu sudah kembali setelah merayakan tahun baru di Riau.
Bagi SMU Handayani, ini kejadian kedua dalam tiga tahun ini. Sebelumnya, akhir Maret 2003, 20 siswa kesurupan. Saat itu, konon, mereka dirasuki rombongan makhluk halus penguasa Pantai Selatan, ditambah makhluk halus hulubalang Kerajaan Siak dan makhluk halus dari Kulim, Pekanbaru. ”Kongres makhluk halus” ini sampai menumbalkan ayam hitam dan seekor kambing agar ke-20 siswa itu bisa siuman.
Memang ada biaya yang harus dikeluarkan sekolah akibat kesurupan bersambung ini. Tapi, kata Ikhsanuddin, manfaatnya juga banyak. Kini siswa sekolah jadi lebih sopan. Jumlah siswa yang bandel juga berkurang, takut kesurupan. Ya, syukurlah.
Banyuwangi Kota Kondom
Banyuwangi selangkah lebih maju dalam urusan kondom. Saat daerah lain baru membuat ATM kondom, pemerintah dan DPRD kabupaten di ujung timur Jawa ini membuat peraturan daerah yang akan mewajibkan setiap orang yang mau ”jajan” di lokalisasi memakai kondom. Kalau tidak, didenda puluhan juta atau mendekam di penjara.
Sanksi juga dikenakan pada pemilik wisma pelacuran. Kalau pekerja seks tidak menggunakan kondom minimum 50 persen seperti target Dinas Kesehatan, akan diberi peringatan penutupan. Kalau mereka tetap bandel, wisma pelacuran itu akan ditutup selama satu bulan.
”Setelah satu bulan ditutup dan angka penggunaan kondom tidak mencapai 50 persen, wisma tersebut akan ditutup selamanya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, Basuki Setyawan, di sela sosialisasi peraturan ini di lokalisasi Padang Bulan, Desa Benelan Kidul, Kecamatan Singojuruh, akhir bulan lalu. Unik juga. Padahal, kalau kondom tak laku lantaran para hidung belang ”mogok jajan”, bukankah itu bagus?
Lelaki hidung belang yang tidak memakai kondom saat berhubungan akan didenda Rp 50 juta atau dikenai enam bulan kurungan. ”Sebab, biasanya yang tidak mau memakai kondom adalah para konsumen. Alasannya, enggak enak,” kata Basuki. Dia berharap peraturan daerah ini akan membuat ”pelanggan” lebih akrab dengan kondom. Kenapa tidak berharap, lewat perda, orang jadi alim dan tak mau melacur?
DPRD Banyuwangi juga mewajibkan semua hotel, dari yang kelas kambing (tapi dihuni manusia) sampai kelas mewah, menyediakan kondom. Pengelola hotel pun setuju saja, seolah-olah seluruh manusia yang menginap di Banyuwangi berurusan dengan mesum.
Bukan tanpa sebab kalau para petinggi di sana menjadikan ”Banyuwangi kota kondom”. ”Demi menekan tingginya angka penyebaran HIV/AIDS, kami segera merampungkan pembahasan perda ini,” kata Ketua DPRD Banyuwangi, Achmad Wahyudi, awal Januari lalu.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, penderita HIV/AIDS tahun 2000 di daerah ini 15 orang. Setahun kemudian, jumlahnya naik menjadi 23 orang. Tahun berikutnya jumlahnya 36 orang, tahun 2003 sudah 48 orang, dan tahun 2004 mencapai 66 orang. ”Banyuwangi menjadi juara nomor tiga di Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang dalam hal penderita AIDS,” kata Basuki. Ini bukan prestasi membanggakan. Namun, apakah solusinya harus dengan kondom?
Abdul Manan, Jupernalis Samosir, Mahbub Djunaidy
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo