Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Thomas Trikasih Lembong membeberkan sejumlah proyek di kawasan wisata Ancol, Jakarta yang mangkrak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Thomas mengatakan ketidamampuan manajemen mengelola aset membuat deretan proyek di Ancol mangkrak. “Ancol tidak berkembang,” ujar Thomas Lembong dalam wawancara khusus bersama Tempo melalui Zoom, Jumat, 12 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proyek pertama yang mangkrak adalah pembangunan hotel bintang lima. Hotel ini dibangun di sebelah Resor Putri Duyung. Padahal, hotel ini nantinya digadang-gadang bakal menjadi properti unggulan Ancol.
Alih-alih menghasilkan bangunan megah, proyek yang telah menghabiskan duit senilai ratusan miliar itu hanya menyisakan fondasi.
Selanjutnya, mantan Kepala Badan Koordiasi Penanaman Modal ini menyinggung pengelolaan ABC Mall atau Ancol Beach City yang berada di kawasan Pantai Karnaval Ancol.
Operasional aset yang pengelolaannya dipegang oleh dua pengusaha berkongsi ini terpaksa mandek lantaran adanya konflik internal.
“Tempat itu sempat sukses sempat jadi lokasi konser band besar, lalu berantem dua pengusaha itu akhirnya mangkrak,” ucap Thomas Lembong.
Selain manajemen pengelolaannya yang buruk, konsep pembangunan aset tersebut tak terlampau maksimal. Walhasil, aset yang semestinya dapat menjadi salah satu sumber pendapatan perusahaan akhirnya malah menjadi beban.
Aset lain di dalam kawasan Ancol yang tak termanfaatkan dengan baik adalah Sea World. Akuarium raksasa ini, kata Thomas, semestinya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Namun nyatanya, perjalanan pengelolaan Sea World pun bermasalah.
“Sea World kongsi dengan Lippo, sempat berjalan dengan baik tapi bermasalah sampai ke Mahkamah Agung,” tutur Thomas.
Masifnya proyek mangkrak itu menunjukkan adanya manajemen yang tidak sehat. Thomas menuturkan kultur manajemen perusahaan berkode emiten PJAA ini diwarnai politik internal.
“Kebanyakan politik internal dan pecah belah di dalam, tidak kompak, dan saling mensabotase,” ucapnya. Latar belakang masalah tersebut mendorong perusahaan berencanaa melakukan perombakan direksi pada rapat umum pemegang saham (RUPS) yang akan berlangsung dalam waktu dekat.
Tom Lembong membocorkan perseroan bakal melakukan perombakan struktur dewan direksi skala besar. Dia berharap perombakan direksi ini membawa perusahaan menjadi BUMD yang lebih sehat. Sehingga, perusahaan bisa mencari peluang-peluang bisnis yang lebih menguntungkan dan relevan.
Apalagi di tengah tekanan ekonomi yang menggerus sektor pariwisata, Ancol masih menanggung beban utang Rp 1,4 triliun. “Kegagalan manajerial ini mengakibatkan kita enggak bisa menopang utang dengan baik,” ucap Thomas Lembong.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA