Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tangkap dan Aniaya Wartawan Saat Demo UU Cipta Kerja, Berikut Dalih Polisi

"Kepala saya dipukul," kata Thohirin, yang mengatakan menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan Pers saat meliput demo UU Cipta Kerja.

11 Oktober 2020 | 08.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja terlibat bentrok dengan polisi di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020. Demonstrasi tersebut berakhir ricuh. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menjelaskan alasan polisi turut menciduk beberapa jurnalis saat demonstrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja Kamis lalu, 8 Oktober 2020. Menurut Yusri, para wartawan itu tertangkap karena berbaur dengan kelompok perusuh, 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami tangkap, para jurnalis bersama-sama dengan para Anarko yang kami tangkap semuanya," kata Yusri di Polda Metro Jaya kemarin malam, 10 Oktober 2020. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yusri berdalih saat itu polisi di lapangan tidak bisa membedakan demonstran dengan wartawan yang meliput. Para jurnalis, kata dia, tidak mengenakan tanda pengenal yang mudah dibaca polisi. "Kami harapkan teman-teman menggunakan kartu identitas pada saat situasi seperti itu. Ada SOP-nya."

Tujuh jurnalis yang sedang meliput demonstrasi menolak UU Cipta Kerja ditangkap dan dianiaya polisi tanpa diberi kesempatan membela diri dan mendapat pendampingan hukum. Mereka dilepas polisi pada Jumat malam kemarin. 

Salah satu jurnalis yang dianiaya dan tanpa pendampingan hukum adalah Tohirin, dari CNNIndonesia.com. Ia mengaku dipukul dan ponselnya dihancurkan. Tohirin menerima perlakuan itu ketika meliput demonstran yang ditangkap polisi di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.

“Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm,” kata Thohirin, yang mengatakan telah menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan Pers miliknya kepada polisi.

Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Thamrin, Jakarta Pusat, juga dianiaya polisi. Ia merekam gambar polisi yang diduga mengeroyok demonstran.

Anggota Brimob dan polisi tak berseragam berpakaian sipil meminta kamera Peter. Peter menolak. Tapi Peter diseret, dipukul, dan ditendangi gerombolan polisi yang membuat tangan dan pelipisnya memar. “Kamera saya dikembalikan, tapi mereka ambil kartu memorinya,” ujar Peter

Ponco Sulaksono, jurnalis Merahputih.com bahkan ditangkap oleh polisi. Ponco sempat tak bisa dikontak selama beberapa jam hingga tengah malam. Belakangan diketahui, polisi menangkap Ponco dan menahannya di Polda Metro Jaya. Foto terakhir Ponco di tahanan polisi tampak ia masih mengenakan jaket biru gelap dengan tulisan PERS besar di bagian punggung.

AJI Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mengecam tindakan polisi menganiaya, dan menghalangi kerja wartawan. Menurut AJI, tindakan itu melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

 

M JULNIS FIRMANSYAH | ROSSENO M. AJI

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus