Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tebar Fulus ke Segenap Penjuru

Fulus untuk nelayan itu mengalir ke saku petinggi politik, orang dekat calon presiden, dan sanak kerabat.

4 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UANG milik para nelayan itu terbang ke mana-mana. Ada yang mampir di saku wakil rakyat, kantin sekolah, sanak kerabat, dosen, petinggi partai politik, dan orang dekat calon presiden. Dari pembukuan Didi Sadili, Kepala Biro Umum dan Tata Usaha Direktur Jenderal Kelautan, uang itu mengalir ke 187 alamat sepanjang empat tahun. Jumlah duit yang melayang sekitar Rp 16 miliar.

Didi memang secara khusus diberi tugas mengelola dana nonbujeter di Departemen Kelautan dan Perikanan, selama Rokhmin menjadi menteri. Jumlah uang yang dikelola sekitar Rp 31 miliar, disimpan di bank atas nama Didi Sadili. Si Didi ini mengaku tak tahu-menahu dari mana uang ini dihimpun. Tapi dia memastikan bahwa uang ini cuma bisa cair jika diperintah Pak Menteri.

Menurut Rokhmin Dahuri, duit di rekening Didi itu dihimpun dari berbagai sumber dalam lingkungan Departemen Kelautan dan mereka yang menaruh simpati pada departemen itu. Karena duit itu disimpan di rekening pribadi Didi, Rokhmin bilang, ”Mungkin saja tanpa setahu saya, dia bisa mengeluarkan uang itu.”

Duit itu kini nyangkut di mana-mana. Salah satunya diduga adalah Akbar Tandjung. Selama ini nama mantan Ketua Umum Golkar itu tidak pernah disebut-sebut sebagai penerima. Tapi dari daftar pembukuan Didi disebutkan bahwa uang kepada Akbar diberikan pada 27 Agustus 2004. Jumlahnya Rp 100 juta.

Saat itu Akbar adalah Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar. Belum jelas apakah uang itu diberikan terkait dengan jabatan Akbar itu. Cuma, dalam pembukuan Departemen Kelautan, nama Akbar dimasukkan ke kategori penerima perorangan.

Akbar Tandjung menyangkal menerima fulus itu. ”Saya membantah keras telah menerima dana dari departemen itu,” katanya. Dia juga memastikan bahwa selama menjadi Ketua Umum Golkar, partai itu tidak pernah menerima dana dari Rokhmin.

Akbar mengaku, ia cuma sekali datang ke rumah dinasnya. Saat itu ada acara buka puasa alumni Himpunan Mahasiswa Islam—organisasi tempat Akbar dan Rokhmin pernah sama-sama aktif.

Akbar disebut-sebut ikut dalam barisan 78 tokoh yang pada Desember tahun lalu meminta pengadilan menangguhkan penahanan Rokhmin Dahuri. Mereka menjamin sang tersangka tidak bakal kabur, juga tidak menggelapkan barang bukti. Akbar mengaku lupa soal keikutsertaannya dalam meminta penangguhan penahanan itu. Dia bilang, ”Mungkin saya ikut, tapi itu solidaritas ramai-ramai saja.”

Ada 35 tokoh politik yang masuk daftar penikmat dana Departemen Kelautan ini. Seperti Akbar, umumnya mereka keras membantah.

Sejumlah tim sukses calon presiden yang berlaga dalam Pemilihan Umum 2004 ikut menjaring uang ini. Mereka ini rajin menyangkal menggunakan dana haram itu untuk pemilihan presiden. Dari pembukuan Didi, total dana yang mengalir ke saku politisi berjumlah Rp 9,5 miliar. Seperti ramai diberitakan, calon presiden dalam Pemilu 2004 Amien Rais dan calon wakil presiden Salahuddin Wahid mengaku menerima fulus itu.

Dalam catatan Didi, Gus Solah—begitu Salahuddin biasa disapa— menerima Rp 200 juta. Uang diberikan pada 18 Juni 2004. Bentuknya delapan traveler’s check dengan nilai masing-masing Rp 25 juta. Duit itu, kata Didi, diserahkan ke menantu Salahuddin di rumah dinas Menteri Rokhmin.

Gus Solah membenarkan catatan itu. Dana itu, katanya, ”Untuk berbagai kegiatan sosial saya.” Gus Solah kini bermukim di Jombang, Jawa Timur, mengurus pesantren. Pada Senin pekan ini, kabarnya, dia akan datang ke Jakarta. Dia berjanji akan menjelaskan detail penggunaan dana itu. Dan jika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia berjanji bersedia datang.

Ada yang mengalir ke saku para politisi, ada pula yang dikirim untuk keluarga Rokhmin. Dana jenis ini dalam pembukuan Didi disebut sebagai pengeluaran pribadi Rokhmin Dahuri. Total pengeluaran pos ini sekitar Rp 7,6 miliar.

Salah satu penerima dana itu adalah Pigo Selvi Anas, istri Rokhmin. Di pengadilan, Didi berkisah tentang pengiriman uang kepada Ibu Menteri itu. Suatu pagi, kata Didi, dia diminta datang ke rumah Rokhmin di Bogor, Jawa Barat. Di sana Rokhmin memberikan cek Rp 500 juta. Rokhmin minta agar Rp 200 juta dana itu ditransfer ke rekening istrinya. Sisanya, ”Dimasukkan ke rekening buku tabungan yang saya kelola,” kata Didi.

Masih dalam lingkaran keluarga, uang juga mengalir ke rekening adik kandung Rokhmin di Cirebon, Jawa Barat. Transfer ke sang adik itu berlangsung 18 kali sepanjang tiga tahun, dari Desember 2001 hingga Desember 2004. Jumlahnya Rp 845 juta.

Dana ini juga mengalir ke anggota keluarga Rokhmin di Lampung. Kiriman ke Lampung itu berlangsung sebelas kali dengan jumlah total Rp 157 juta. Dana yang dikirim ke keluarga itu, kata Didi, ”Sifatnya pinjaman dan pemberian.”

Ada yang dikirim langsung ke sanak-keluarga, ada pula yang digunakan untuk keperluan usaha. Salah satunya perusahaan yang mendapat kiriman adalah PT Roda Sejahtera. Perusahaan ini menerima enam kali tranfer. Jumlahnya Rp 539 juta.

Selain anggota keluarga, dana dalam pos pengeluaran pribadi itu juga dikirim ke sesama dosen, kawan semasa remaja, dan bekas sekolah Rokhmin di Cirebon. Salah seorang kawan Rokhmin di Institut Pertanian Bogor, misalnya, sekitar tujuh belas kali menerima dana itu. Total uang yang dikirim ke Bogor itu Rp 2,1 miliar.

Dana yang dikirim ke bekas sekolah Rokhmin di Cirebon Rp 135 juta. Uang itu dikirim tujuh kali dengan rupa-rupa tujuan. Antara lain untuk koperasi alumni, kantin, dan ikatan alumni sekolah.

Rokhmin Dahuri membantah keras bahwa anggota keluarganya ikut menikmati dana itu. Kiriman kepada rekening sang istri, katanya, semata-mata untuk melunasi utang. ”Saat menjadi direktur jenderal departemen, saya menggunakan uang istri untuk berbagai keperluan.”

Uang yang dikirim ke adiknya di Cirebon, kata Rokhmin, juga bukan untuk kepentingan pribadi. Dana itu digunakan untuk bantuan sembako dan modal para nelayan di Cirebon. Sebagian dana ini juga digunakan untuk sumbangan ke masjid, pesantren, dan pembelian hewan kurban.

Dana yang dikirim ke anggota keluarganya di Lampung juga diklaim untuk membantu nelayan di sana. Jadi, kalau disebutkan kiriman itu untuk kepentingan pribadi, ”Itu jelas fitnah besar,” katanya.

Tentang uang yang dikirim ke salah seorang dosen di Institut Pertanian Bogor, kata Rokhmin, itu juga digunakan untuk kepentingan Departemen Kelautan dan para nelayan. Dana itu dipakai untuk membangun tambak contoh. Kini tambak contoh itu jadi rujukan para nelayan.

Dari upaya ini, kata Rokhmin, hasilnya luar biasa. Pada 2003 produksi udang nasional mencapai 280 ribu ton, nilai tertinggi dalam bisnis udang di Indonesia selama ini. Sedangkan uang yang dikirim ke rekening PT Roda digunakan untuk mendirikan pom bensin, juga untuk kepentingan nelayan.

Adapun duit yang mengalir ke bekas sekolahnya di Cirebon semata-mata sumbangan biasa sebagai alumni sekolah itu. Alkisah, suatu hari dia diundang ke sekolah tersebut dalam acara alumni. Dia dimintai sumbangan sebagai alumni untuk membangun kantin dan koperasi alumni. Kata Rokhmin, ”Masa, pengeluaran seperti itu dibilang pribadi.”

Wenseslaus Manggut, Yudha Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus