Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAJAR Satoto nyaris tak bisa menahan tawa ketika suatu hari seseorang menawarinya sebilah keris. Apalagi ketika lelaki itu membual bahwa keris itu hasil laku spiritual di lereng Gunung Lawu nan wingit. ”Ini keris nem-neman Pebe Sangan,” sang lelaki menjelaskan kesakti-an keris berluk 13 itu. Maksudnya, keris ini dibuat pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono IX di abad ke-18.
Keris nem-neman Pebe Sangan kini memang ba-nyak yang memburu. Konon, tuahnya luar biasa. -Padahal, meski tak dibumbui macam-macam riwayat simsalabim pun, tampilan keris yang ditawarkan itu sebetulnya sudah menarik. Bilahnya dihiasi pamor Blarak Sineret, yaitu bermotif mirip daun kelapa yang sulit sungguh membuatnya.
Hajar Satoto, yang biasa dipanggil Totok, memang penggemar keris. Bahkan, selain dikenal sebagai pe-matung, ia sering membuat keris sendiri. Salah satu karyanya kerap dipakai almarhum Sunan Paku Buwono XII. Maka, setelah mengamati keris yang ditawarkan itu secara saksama, ia segera berujar, ”Lha, ini keris buatan saya, kok, Pak!”
Eh, penjual keris itu malah ndak terima. Dengan nada tinggi ia kembali mengisahkan, keris itu diperolehnya dari seorang paranormal yang ahli ”menyedot” keris pusaka dari alam gaib. Ia telah mengeluarkan banyak ongkos untuk ”penyedotan”. ”Keris ini hanya perlu mas kawin Rp 15 juta,” katanya.
Totok masuk ke ruang koleksi, mengambil gambar desain keris yang sering dibuatnya. Dihamparkannya selembar kertas di meja, lalu lelaki itu dimin-ta-nya mengamati dan membandingkannya dengan keris tadi. ”Sama persis, kan?” katanya. ”Tapi saya sudah lupa siapa yang pesan.” Wajah lelaki malang itu merah padam menahan malu.
Dongeng memang telah menjadi salah satu penentu- harga keris. Jadi, tak mengherankan bila para pe-dagang atau penggemar keris berkumpul, mengalirlah hikayat 1.001 malam. Kefasihan mereka menukil Babad Tanah Jawi bisa lebih hebat dari para sejara-wan. Paku Buwono IX, Mangkunegoro IV, Pangeran Diponegoro, bahkan Joko Tole lebih sering diperbincangkan di bursa keris dibandingkan di bangku se-kolah.
Tentu, kesaktian keris berbanding lurus dengan ”mas kawinnya”. Ambillah keris berpamor Junjung Drajat, yang membuat si empunya cepat naik pangkat, atau keris berdapur Sengkelat, yang pemiliknya akan disegani, atawa keris berpamor Bendho Sagodo, yang bisa membuat orang cepat kaya. ”Padahal, kalau keris itu bisa membuat kaya, mengapa mereka malah menjualnya?” kata Satoto.
Di Bali, para penipu sering memanfaatkan ke-senangan para pejabat akan benda-benda pusaka, apalagi jika pusaka itu diakui sebagai hasil bertapa-. Melalui kepintaran membual, mereka mencoba me-yakinkan telah mendapat bisikan gaib untuk- me-nyerahkan keris kepada sang pejabat. ”Ujung-ujungnya- duit, padahal benda itu tak punya kekuat-an magis,” kata Gusti Ketut Simba, mantan Kepala Kantor Depdikbud Buleleng.
Sejumlah penipu malah bermain di kawasan suci, pura misalnya. Pura yang dipilih umumnya terletak di lereng bukit angker, yang menjadi tempat favorit para pejabat latah untuk meningkatkan kewibawaan. Sebelum si pejabat datang, sebilah keris biasa-nya telah disembunyikan di tempat tertentu. Ketika ”pemujaan” dimulai, seseorang tiba-tiba kesurupan, lalu mengaku akan memberi azimat kepada sang pejabat. Tentu bukan sekadar ”memberi”.
Tipu-tipu sudah bukan perkara ajaib untuk mendongkrak harga. Srihono, Javanolog asal Jawa Timur, pernah menyaksikan seseorang memamerkan keris yang bisa berdiri di meja. Karena penasaran, ia meminta si pemilik keris menegakkan pusaka itu di atas cermin. Si pemilik pusaka mundur. ”Rupanya keris itu berdiri karena ada magnet di dasar meja,” ujarnya.
Ada pula pedagang yang melapisi keris dengan zat kimia tertentu sehingga jika disentuh akan menge-luarkan cahaya. Yang lain melumuri bilahnya dengan fosfor sehingga jika diacungkan ke cahaya memancarkan warna merah, hijau, dan kuning. ”Ada pula yang nekat melapiskan serbuk besi di permukaan keris kayu sehingga mengambang jika dimasukkan ke air,” kata M.T. Arifin, pengamat militer yang gemar mengoleksi keris.
Pemalsuan pun kerap terjadi. Caranya dengan mem-proses keris baru menjadi seperti keris kuno. Proses yang sederhana cukup menanam keris di tanah- se-lama beberapa tahun, lalu diambil dengan cara seolah-olah disedot. Untuk proses yang agak rumit dibutuhkan keris budho yang dipermak menjadi keris bagus. Keris budho adalah keris yang sangat sederhana, namun setelah dipermak harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Dengan proses kamalan, keris ”balita” bisa direkayasa sehingga tampilannya menjadi ”lansia”. Caranya dengan mengoleskan campuran belerang, garam dapur, bubuk batu bata, dan kang, ditambah air jeruk nipis pada permukaan bilah keris. Jika campuran itu dioleskan dalam waktu tertentu, sebagian permukaan keris akan terkikis sehingga tampak se-perti keris kuno.
Di kalangan pedagang keris, ada pula istilah ”keris stekan”. Ini sebetulnya keris lama, tapi dimodifikasi- ornamennya. Misalnya, keris tangguh Majapahit dengan dapur Karno Tinanding ditambah guratan ornamen dan pamor yang lebih muda usianya. Umumnya perubahan bentuk pada keris modifikasi terdapat pada kembang kacang dan greneng. Sebab, per-ubahan pada kedua ricikan ini menyebabkan keris tampak lebih menarik. Ada pula yang menambahkan ornamen perak, emas, intan, dan sebagainya.
Kini teknik penipuan semakin berkembang. Jika semula hanya memanfaatkan kepandaian membual, kini teknik elektronika dipakai. Semula mereka ha-nya menanam motor kecil di gagang keris sehingga- bisa bergetar ketika diberdirikan, kini ada yang nekat membelah bilah keris dan memasukkan per-alatan elektronika ke dalamnya. ”Hasilnya, keris itu bisa melompat-lompat karena digerakkan dengan remote control,” kata Arifin.
Penambahan sel listrik pun kerap dilakukan. Dalam posisi terbalik, sel positif tidak menempel de-ngan sel negatif. Sedangkan jika keris dipegang dalam posisi vertikal menghadap ke atas, bilahnya menekan pesi sehingga menimbulkan aliran listrik. Ketika dipegang, keris itu menimbulkan getaran seakan-akan mengandung kekuatan gaib. Hong wilaheng!
Hanibal W. Y. Wijayanta, Imron Rosyid (Solo), Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Made Mustika (Singaraja)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo