DI Jalan Perniagaan di Kota Sigli (Kabupaten Pidie, Aceh),
barisan toko yang dulu berdinding papan, berlantai tanah serta
berdempetan bak ikan asin berubah menjadi 42 toko berbeton. Di
Jalan Iskandarmuda, sebelah lintasan kereta api, 24 pintu toko
sejenis terbuka pula awal Juni kemarin. Setiap pintu harganya Rp
4 juta dan sebagian besar jatuh ke tangan pedagang pribumi.
"Orang Pidie terkenal kaya dan banyak harta," ucap Bupati Sigli,
Sayed Zakaria, menjelaskan.
Adapun kisah pertokoan di Sigli menampilkan cerita prihatin Haji
Husein Ibrahim, pemborong bangunan CV Husbra.
Dengan sebuah Surat Keputusan (SK), pertengahan tahun lalu,
pembangunan 68 pintu toko di Jalan Perdagangan dan Muhamadiyah
oleh Bupati diserahkan kepada CV Husbra. Tanpa tender. Tiap toko
berukuran 3,5 x 5 meter akan dijual kepada pedagang dengan harga
Rp 2,5 juta.
Tiba-tiba saja, waktu Haji Husein Ibrahim pergi haji, Bupati
Zakaria mendadak membekukan pekerjaan CV Husbra secara sepihak.
Husein, yang telah membangun kios darurat sebanyak jumlah toko
permanen yang akan dibangunnya, merasa tidak menerima alasan
bupati secara jelas.
Aib
Tapi "pemerintah daerah memang tak pernah mengeluarkan SK
permanen bagi Husein," ujar Bupati Zakaria. Katanya,
"penunjukan Husein bersifat sementara, dengan catatan bila
terjadi keruwetan akan dicabut." Benarkah? Bupati enggan
menjelaskan ihwal keruwetan itu. "Saya sibuk dan jangan diusik
dengan pertanyaan itu," kata Bupati kcpada TEMPO.
Maka, 28 April lalu, Haji Husein Ibrahim mencatatkan gugatan di
Pengadilan Negeri Sigli. Isinya menuntut ganti rugi dari
Pemerintah Daerah sebanyak Rp 600 juta. Disamping itu Husein ada
menyebut-nyebut uang pelicin yang pernah dikeluarkannya dalam
rangka usahanya mendapatkan pekerjaan tanpa melalui tender.
Jumlahnya Rp 6 juta. "Saya akan beberkan," katanya.
"Nonsens," bantah Bupati. "Dia boleh menggugat, tapi sikapnya
membuka aib itu akan kami tantang," Zakaria menambahkan.
Ujung-ujungnya, akhir Mei, Husein menarik kembali gugatannya
dari pengadilan. "Ada pendekatan dari pemerintah daerah dan
Husein ternyata menerima," kata seorang staf kabupaten
menjelaskan.
Pertengahan Juni kemarin Bupati menyelenggarakan tender bagi
pemborongan membangun 68 toko yang sebelumnya menjadi sengketa
antara Pemerintah Daerah dengan CV Husbra. CV Bimo Karya menang.
Menurut ketua panitia tender, Mukhsin, Bimo Karya milik usahawan
non-pribumi itu bersedia mengerjakan proyek dengan Rp 2.498.000
per-pintu. Lebih rendah Rp 2000 dari kesanggupan CV Husbra.
Husein menerima kekalahan. "Sudahlah, yang lalu cukup jadi
pengalaman," katanya.
Tapi pengalaman Husein mungkin akan bertambah lagi. Ia dibuntuti
urusan lain: belakangan mendadak muncul serombongan petugas dari
Banda Aceh yang mencoba mengusut sekitar usahanya "membongkar
aib" Bupati. Tapi sikap pemeriksa membingungkannya. "Katanya
mereka mau menjernihkan. Tapi saya kok diinterogasi macam
pesakitan." Tim pemeriksa memang harus menjelaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini