Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tonggak-tonggak di Perjalanan Sang Dokter

23 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Bambang Subianto (Januari 1998-Februari 1998)

  • Sebagai Direktur Jenderal Lembaga Keuangan-Departemen Keuangan, ia ditugasi merangkap posisi Ketua BPPN untuk menangani 54 bank sakit.
  • Belum banyak pekerjaan yang bisa dilakukannya saat itu. ”Waktu itu, saya belum berhasil merekrut orang. Anggarannya tidak ada. Yang diajak tidak mau,” ujarnya.
  • Dibantu anak buahnya, Bambang menyusun draf keputusan presiden tentang karyawan BPPN. Di sana antara lain disebutkan supaya penggajiannya disesuaikan dengan swasta dan BPPN boleh menerima karyawan dari luar pegawai negeri. ”Tapi saya diberhentikan sebelum keppresnya jadi,” ujar Bambang.

2. Iwan Ridwan Prawiranata (Februari 1998-April 1998)

  • Bekas Direktur Bank Indonesia itu dikenal dengan gagasan membuat kategori bank-bank yang dianggap sakit melalui sistem seleksi. Kategori A, B, dan C dia susun berdasarkan rasio BLBI yang diterima.
  • Dalam laporan kepada atasannya, yaitu Menteri Keuangan Fuad Bawazier, yang dipublikasikan setelah ia tak lagi di BPPN, Iwan menulis beberapa bank penerima BLBI telah melakukan tindak pidana pelanggaran batas maksimal pemberian kredit melalui rekayasa dalam pemberian kredit ke pihak terafiliasi ataupun non-afiliasi.

3. Glenn Mohammad Surya Yusuf (April 1998-Januari 2000)

  • Sebelumnya, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Danareksa.
  • Di masa Glenn, mulai dibentuk struktur organisasi BPPN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17/1999.
  • Ia mencanangkan visi dan misi BPPN serta merumuskan cetak biru rencana kerja BPPN 1999-2004.
  • Mencetuskan program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) yang melahirkan perjanjian berbentuk MSAA dan MRNIA dengan sejumlah pemilik bank yang menerima BLBI.
  • Menelurkan konsep one obligor dalam penanganan debitor yang jumlahnya ribuan.

4. Cacuk Sudarijanto (Januari 2000-November 2000)

  • Mantan Direktur Utama PT Telkom ini menyelesaikan seluruh program rekapitalisasi perbankan yang ditandai tuntasnya rekapitalisasi Bank Bali dan Bank Niaga.
  • Mengambil alih manajemen PT Astra dan menjual saham perusahaan otomotif terbesar di Tanah Air itu.
  • Selama kepemimpinannya, BPPN melakukan penjualan aset rata-rata senilai Rp 763 miliar per bulan.
  • Cacuk dikenal pula dengan caranya memotivasi karyawan BPPN dengan memberi mereka bonus khusus tiga bulan sekali.

5. Edwin Gerungan (November 2000-Juni 2001)

  • Bekas bankir Citibank ini sering dianggap tak melakukan apa-apa selama memimpin BPPN.
  • Tak banyak yang tahu upayanya melakukan pengejaran kekurangan utang konglomerat dan melarang penjualan aset konglomerat yang masih bermasalah.

6. I Putu Gede Ary Suta (Juni 2001-April 2002)

  • Pada awal menjabat, bekas Kepala Badan Pengawas Pasar Modal ini menggebrak dengan menghapus berbagai fasilitas, seperti fitness dan tunjangan kesejahteraan, bagi karyawan BPPN.
  • Lewat penjualan aset dan penarikan obligasi rekapitalisasi perbankan, BPPN di masanya berhasil memenuhi target setoran ke APBN Rp 37 triliun.
  • Menelurkan kebijakan asset bond swap, yaitu menarik kembali obligasi yang telah dikeluarkan pemerintah untuk ditukar dengan aset kredit yang telah direstrukturisasi. Namun, di lapangan, kebijakan ini tak terlalu berhasil.

7. Syafruddin Arsyad Temenggung (April 2002-Februari 2004)

  • Di masa kepemimpinan Syafruddin, BPPN melakukan penjualan aset kredit secara besar-besaran—termasuk aset kredit yang belum direstrukturisasi—yang sering disebut summer mammoth sale.
  • Berusaha menyelesaikan masalah PKPS dengan memberi diskon kewajiban konglomerat sebesar 30 persen.
  • Menjelang penutupan BPPN, ia menerbitkan surat keterangan lunas dan release and discharge bagi konglomerat yang dianggap telah melunasi seluruh kewajibannya tanpa melihat aspek pidana yang mereka lakukan.
`

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus