Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PESTA perkawinan, memang, suatu kenangan yang indah. Malam pertama, kata orang, hari yang bersejarah. Itulah yang kini jadi sejarah dan jadi kenangan bagi pasangan Siti Asiah dan Syahnun. Pestanya berlangsung Januari lalu, di Jalan Gandi Pangkalanbrandan, Sumatera Utara. Semarak, maklum kedua mempelai termasuk keluarga terpandang di kota itu. Kado pengantin bertumpuk-tumpuk. Usai pesta, kado dibuka ramai-ramai. Disaksikan ayah, ibu, sanak saudara, dan para tetangga. Soalnya, memang banyak kado yang lucu-lucu. Zaman sudah berubah, kata orang lagi, kado peralatan dapur, seperti gelas, cangkir, dan mangkuk, sudah ketinggalan. Siti dan Syahnun berkali-kali bersorak kalau menemukan hadiah Yang aneh dari teman-temannya. Ada kado terbungkus kertas koran. Agak gesa-gesa "Mari aku yang buka," kata Zainab, kakak Asiah, menawarkan untuk membukanya. Ada suara mendesis, semuanya girang. Ayo terka, apa? Kodok-kodokan? Robot? "Hii...," Zainab memekik. Kado itu jatuh. Siti ikut memekik. Pengantin pucat. Ular. Bukan ular-ularan, tapi ular laut. Jumlahnya, ampun, enam ekor. Panjangnya rata-rata satu meter. Ular berwarna kuning ini termasuk jenis yang paling ditakuti di kawasan Pangkalanbrandan. Sekali patuk bisa langsung ke akhirat. Bah! Ular itu masih berbisa. Ia memagut. Seekor kucing jadi korban. Buyungsyah, ayah Aisah, bertindak sigap. Ia sempat memukul mati dua ekor ular. Dua ekor yang lain digiring ke sungai di belakang rumah. Dua lagi diburu dan dibantai. Semua menarik napas. Tapi, cerita belum selesai, karena orangtua pengantin marah besar, merasa dipermalukan. "Belum pernah kejadian serupa ini di Pangkalanbrandan," ujar Buyungsyah, 76 tahun, kepada Makmun Al Mujahid dari TEMPO. Ayah lima belas anak yang mengaku tidak punya musuh itu tak menduga ada yang meneror pesta perkawinan anaknya. Ia lalu bertekad untuk melacak siapa si durjana. Ini satu-satunya kado yang dibungkus kertas koran, nah, mudah diingat. Bingkisan itu, ternyata, diantarkan oleh seorang gadis kecil. "Disuruh abang-abang," katanya. Setelah diusut-usut, ketahuanlah pengirimnya seorang pemuda yang namanya cukup beken di kota minyak itu. Nah, terbukalah sudah kedoknya. Pastilah Si Abang itu pernah jatuh hati sama Asiah, dan kini membalas dendam. Begitukah? Oh, bukan, Bang. Siti Asiah yang ayu tak pernah bikin sakit hati. Si Abang ini rupanya ingin pesta perkawinan itu diisi pesta muda-mudi semalam suntuk, sambil mabuk-mabukan. "Kami menolaknya," kata Buyungsyah. Dan muncullah ular itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo