Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saban hari, Basari menghabiskan waktu 14 jam di kampus. Sejak pertengahan Maret lalu, nyaris tak ada waktu libur untuknya. Bersama 15 rekannya, Ketua Program Studi Teknik Biomedik Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini menggeber pembuatan ventilator Covent-20 untuk membantu pasien Covid-19 yang kesulitan bernapas. "UI kasih tantangan bagi yang mau bikin alat kesehatan. Muncul ide pembuatan ventilator," ujar Ketua Tim Ventilator UI itu kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alat bantu pernapasan buatan Basari dan rekan-rekannya itu dirancang untuk membantu pasien bergejala ringan dan sedang, terutama bagi mereka yang kesulitan menghirup udara saat dalam perjalanan menuju rumah sakit. Untuk memenuhi kebutuhan ini, Covent-20 dirancang dengan dua mode ventilasi, yakni mode continuous positive airway pressure (CPAP) untuk membantu pemberian oksigen bagi pasien yang masih sadar serta continuous mandatory ventilation (CMV) untuk orang bergejala pneumonia berat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, proyek ini sangat menantang. Awalnya, tim harus mencari tahu cara kerja alat bantu napas. Di ruang rapat Departemen Teknik Elektro yang disulap menjadi laboratorium darurat, tim membedah ventilator yang sudah ada, menguliti petunjuk operasi manual, lalu merancang alat baru yang mudah dibuat serta memiliki ketahanan tinggi. Belum lagi mereka harus memenuhi protokol kesehatan dan prinsip penjagaan jarak selama masa pengerjaan proyek.
Dalam pembuatan Covent-20, Basari kerap meminta pertimbangan tiga rekannya dari Fakultas Kedokteran UI, yang juga menangani pasien di Rumah Sakit Persahabatan, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan Rumah Sakit UI. "Setiap waktu, kami belajar untuk mengetahui cara kerja ventilator. Lalu mencari komponen mana yang dibutuhkan," kata dia.
Kegigihan tim Basari berbuah manis. Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan Kementerian Kesehatan (BPFK) menyatakan Covent-20 lolos uji keamanan. Indonesian Medical Education and Research Institute Fakultas Kedokteran UI pun meloloskan karya tim Basari itu dalam eksperimen terhadap hewan pada akhir pekan lalu. Tahap selanjutnya adalah uji klinis kepada pasien di sejumlah rumah sakit yang akan dimulai pekan ini. Jika pengujian rampung, kata Basari, tim harus berkoordinasi dengan mitra produsen, PT Graha Tekno Medika, guna mendapatkan izin edar dari pemerintah.
Inisiator proyek ventilator yang juga Dekan Fakultas Teknik UI, Hendri Budiono, menceritakan bahwa terobosan ini lahir dari percakapan pesan instan dia dengan Dekan Fakultas Kedokteran UI Ari Fakhrial Syam. Hendri dan Ari sepakat bahwa kampus harus memberikan solusi atas persoalan kekurangan ventilator di Tanah Air. Apalagi, dalam situasi pandemi, ventilator kian berharga.
Hendri mengatakan semua ventilator yang ada saat ini didatangkan dari luar negeri. Harganya pun selangit, sekitar Rp 102 juta untuk ventilator CMV. Sementara itu, biaya pembuatan Covent-20 diklaim jauh lebih murah, yaitu Rp 25 juta. "Kami juga sedang mencari solusi agar biaya tersebut dapat ditekan," ujarnya.
Kolaborasi pembuatan ventilator juga terjalin antara Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjadjaran, yang mengembangkan ventilator portabel bernama Vent-I. Tim ITB bertugas merancang peralatan, sementara Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran mengurusi pertimbangan medisnya.
Jam’ah Halid, dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, mengatakan alat tersebut ditujukan untuk membantu pasien Covid-19 yang mengalami sesak napas, tapi masih bisa bernapas sendiri. Peralatan ini sudah lolos uji di BPFK dan siap dibagikan ke rumah sakit. "Vent-I dinyatakan aman digunakan sebagai ventilator non-invasif untuk membantu pasien Covid-19," ujar Jam’ah.
Proyek pembuatan ventilator juga digagas tim pengajar Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia dan industri lokal di Yogyakarta. Dosen Teknik Mesin UGM sekaligus ketua tim, Adhika Widyaparaga, menuturkan mereka akan membuat tiga jenis ventilator, yakni versi fully featured ventilator, low cost, dan ambu bag conversion.
Menurut dia, ventilator tersebut lebih hemat biaya sehingga terjangkau oleh puskesmas sekalipun. Namun Adhika belum mau melaporkan sejauh mana perkembangan proyek tersebut. "Kami masih merampungkan beberapa tahapan proses," kata dia.
Menebar Proposal Hingga ke Alumni
Pengumuman proyek Covent-20 lolos uji klinis membuat Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Hendri Budiono bergerak cepat menyiapkan puluhan proposal pendanaan. Permintaan pendanaan disampaikan Hendri langsung ke pejabat di lingkungan kampus, seperti Dewan Guru Besar dan Senat Akademik Universitas Indonesia. Dia juga menjaring pertolongan dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) supaya pembiayaan proyek buatan UI ini berjalan lancar. "Saya katakan kepada mereka, tolong bantuin dong ke orang-orang yang kalian kenal. Kalau satu orang dapat satu, kan lumayan," ujar Hendri.
UI mematok target produksi 1.000 unit Covent-20 hingga satu bulan ke depan. Alat ini akan dibagikan secara gratis kepada rumah sakit yang memerlukan alat bantu pernapasan untuk perawatan pasien Covid-19. Sementara itu, Hendri blak-blakan menyatakan, per Jumat lalu, uang donasi baru terkumpul Rp 3 miliar. Dengan ongkos produksi Rp 25 juta per unit, duit sebesar itu hanya cukup untuk membikin 120 ventilator.
Dia pun mencoba menjajaki kerja sama dengan korporasi, seperti PT Pindad (Persero), PT Indofarma (Persero) Tbk, ataupun perusahaan swasta lainnya. Namun belum ada satu pun dari mereka yang bersedia mensponsori proyek nirlaba ini. Kampus juga berharap badan usaha membantu pasokan komponen. "Tapi mereka berat. Buat mereka, ini akan menjadi uang mati karena enggak ada untung," tutur dia.
Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto mengatakan lembaganya siap membantu kebutuhan UI untuk memproduksi ventilator. Hanya, perusahaan dan kampus memerlukan waktu untuk menyepakati kerja sama. "Saat ini ada dua pilihan, donasi dan komersial. Indofarma sudah siap mana saja," ujar dia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo