Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Dukungan Agar Ibu Pekerja Bisa Menyusui

Pemberian ASI eksklusif kepada anak menjadi tantangan yang dihadapi para ibu pekerja. Banyak yang kehilangan kepercayaan diri jika gagal menyusui. Sejumlah komunitas hingga organisasi pun hadir menjadi wadah yang mendukung para ibu dapat menyusui hingga enam bulan.

26 Juni 2022 | 00.00 WIB

Ilustrasi ibu hamil. Shutterstock.
Perbesar
Ilustrasi ibu hamil. Shutterstock.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Pejuang ASI Indonesia mengedukasi ibu pekerja perihal informasi menyusui.

  • Sebelum masa pandemi, AIMI rutin ke perusahaan dan pabrik untuk sosialisasi.

  • Ibu yang mendapat dukungan menyusui anaknya bisa berkontribusi lebih di tempat kerjanya.

Menurunnya produksi air susu ibu atau ASI kerap menjadi momok bagi para working mom atau ibu yang bekerja. Kendala ini sering dijumpai Ameetha Drupadi lewat curahan hati para pasien sejak menjadi dokter sekaligus konselor laktasi pada 2010.

Menurut dia, yang bermasalah bukanlah pada ASI yang diperah, melainkan botol dot yang membuat anak keenakan sehingga malas menyusu langsung dari payudara ibunya. “Lama-kelamaan memperlakukan payudara mamanya kayak dot, ngempeng doang. Akhirnya produksi ASI menurun,” ujar Ameetha kepada Tempo, Rabu, 22 Juni lalu.

Ameetha mengungkapkan, masalah lain yang kerap dihadapi para ibu adalah mastitis atau peradangan pada jaringan payudara. Sebanyak 80 persen pasiennya yang mengalami payudara bengkak adalah kalangan ibu pekerja. Hal ini mungkin terjadi karena terlalu bersemangat memompa ASI, sehingga tidak menyadari ada luka di putingnya dan mudah mengundang bakteri.

 

Dokter Ameetha Drupadi merupakan pendiri komunitas Pejuang ASI Indonesia. Dokumentasi Pribadi.

Mendirikan Pejuang ASI demi Aman Menyusui

Keresahan yang dialami para pasien inilah yang memicu Ameetha mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan Pejuang ASI Indonesia pada 2016. Komunitas ini bermula dari pendirian grup percakapan di BlackBerry Messenger, yang beranggotakan sekitar 50 pasien Ameetha. Dalam waktu tiga bulan, jumlah anggotanya bertambah menjadi 100 orang.

Ketika grupnya sudah tidak cukup menampung anggota, Ameetha memutuskan memindahkannya ke WhatsApp pada 2014. Saat itu, sudah ada lima grup yang beranggotakan ibu-ibu yang memiliki kendala menyusui. Total anggotanya lebih dari 1.000 orang. Sampai suatu ketika beberapa ibu bermusyawarah, lalu mengusulkan agar Ameetha mengukuhkan grup sebagai komunitas.

Kemudian Pejuang ASI Indonesia diresmikan pada 2016 di gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Salah satu programnya adalah mendukung semua ibu, baik yang bekerja maupun di rumah, dapat memberikan ASI sampai enam bulan. “Saat itu kami mengedukasi para ibu pekerja lebih pada informasinya,” ujar Ameetha.

Kegiatan gathering komunitas Pejuang ASI Indonesia. Dokumentasi PAI.

Ameetha bersama komunitasnya melakukan sosialisasi kepada ibu pekerja mengenai manajemen laktasi hingga persiapan sebelum masuk bekerja. Misalnya bagaimana cara memompa ASI yang benar, frekuensi memerah, cara pemberian minum kepada bayi, hingga pengasuhannya.

Edukasi ini lebih banyak dilakukan di grup WhatsApp. Dalam satu pekan, sosialisasi dilakukan rutin dua kali. Ameetha juga membuat kelas menyusui. Sebelum masa pandemi, kelas ini diadakan setiap bulan di sebuah kafe ramah anak dan dihadiri para ibu pejuang ASI. “Sambil ngobrol santai dan membahas ASI.”

Ketika masa pandemi, kegiatan komunitas yang bersifat tatap muka sempat vakum. Dokter yang berpraktik di RS Mayapada Jakarta Selatan ini kemudian membuat program kulwap atau kuliah WhatsApp dengan berbagai tema. Selain itu, ia membuat kelas online. Jika pesertanya lebih dari 20 orang, kelas diadakan melalui Zoom seperti webinar.

***

 

Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, Nia Umar. Jakarta, 23 Juni 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

AIMI, dari Menyusui hingga Makanan Bayi

Selain Pejuang ASI Indonesia, ada Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) yang merupakan organisasi nirlaba berbasis kelompok sesama ibu menyusui. AIMI didirikan pada 21 April 2007. Salah satu pendirinya adalah Nia Umar,  43 tahun, yang kini menjabat ketua umum.

AIMI memiliki tiga pilar besar, yaitu promosi, perlindungan, dan dukungan menyusui serta pemberian makan bayi dan anak. Bersama masyarakat dan pemerintah, AIMI melakukan kampanye, sosialisasi, dan advokasi kebijakan. “Intinya, memberdayakan ibu-ibu supaya percaya diri dalam menyusui, bisa mengasuh anak, dan bisa masakin anak dengan segala keterbatasan waktu dan biaya,” kata Nia.

Nia menggalakkan program menyusui ini karena khawatir akan gempuran industri susu formula serta produk-produk pengganti ASI dan makanan pendamping ASI (MPASI). Promosi yang masif itu, menurut dia, membuat kaum ibu menjadi tidak percaya diri. Kondisi itu sudah terjadi sejak 1970-an, dengan angka menyusui menurun di berbagai negara dan tergantikan oleh susu formula.

Kegiatan AIMI juga menyasar para ibu pekerja. Nia mengungkapkan, sebelum masa pandemi, organisasinya membuat program AIMI Goes to Office. Mereka datang ke perusahaan hingga ke pabrik-pabrik untuk memberi sosialisasi dan mendukung ibu-ibu pekerja agar dapat menyusui anaknya. Dukungan itu salah satunya lewat pemberian cuti maternitas yang memadai hingga kesempatan memerah ASI di tempat yang layak. “Setidaknya semua pihak mau mendukung ibu-ibu pekerja. Kesadaran seperti itu yang kami harapkan. Banyak pihak mulai aware.”

AIMI bekerja sama dengan Organisasi Buruh Internasional (ILO) membuat panduan ibu menyusui di pabrik-pabrik, khususnya pabrik garmen yang memiliki banyak karyawan perempuan. Selain edukasi, AIMI mengadakan pemberian penghargaan untuk kantor-kantor yang peduli dengan ibu pekerja menyusui.

Saat pagebluk Covid-19, Nia mengatakan, kegiatan AIMI terus berlangsung, tapi secara daring. Salah satunya Selami, akronim dari sesi online menyusui AIMI. Kelas ini diadakan di seluruh cabang AIMI di daerah. “Selama pandemi, sudah hampir 100 Selami diadakan. Sebulan dua kali tiap Sabtu-Minggu,” tutur dia.

Dalam kelas online tersebut, ada sejumlah topik yang dibahas, dari persiapan menyusui, ibu hamil, bagaimana mengenali hari pertama setelah melahirkan, persiapan ibu beraktivitas, hingga tantangan menyusui dan cara mengatasinya. Juga tentang MPASI dan tantangannya.

Ia mengungkapkan beberapa hal yang sering dikeluhkan para ibu bekerja adalah ASI yang kurang karena harus berpisah dengan anaknya. Sejumlah faktor yang mempengaruhinya antara lain tekanan pekerjaan, kelelahan, dan tidak mendapat kesempatan memerah maupun tempat yang layak.

Nia menuturkan, dalam berbagai kesempatan, AIMI selalu mengimbau agar ibu hamil dan menyusui tidak diberi shift kerja malam. “Ini juga berlaku untuk tenaga kesehatan karena dapat curhatan suster. Kerja malam-malam itu berat banget untuk ibu menyusui.”

Nia menilai ibu pekerja yang mendapat dukungan untuk merawat dan menyusui anaknya justru akan berkontribusi lebih untuk tempat kerjanya. Sebab, anak yang mendapat ASI lebih jarang sakit ketimbang minum susu formula. Ketika produktivitas karyawati baik, ditambah anaknya jarang sakit, akan memberi kontribusi optimal karena merasa dihargai.

FRISKI RIANA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus