Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANGAN Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu dua pekan lalu, mendadak kuyup oleh tawa. Muasalnya adalah selorohan seorang anggota Dewan tentang rencana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Biar Fahri Hamzah saja yang pimpin. Dia kan paling depan gebukin KPK," katanya.
Mendengar lelucon itu, Fahri ikut terbahak, sebelum menimpali. "Bantuin, dong. Masak aku jadi penjahat sendirian," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu. Tawa anggota Dewan yang tadi belum tuntas makin bergemuruh.
Sebelum tawa meledak, hari itu Komisi Hukum bertemu dengan Biro Perancangan Undang-Undang Bidang Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Kesejahteraan Sosial Sekretariat Jenderal DPR. Biro Perancangan mempresentasikan rancangan perubahan Undang-Undang KPK bikinan Sekretariat Jenderal. Mendengar paparan Biro Perancangan, sejumlah anggota Komisi Hukum bergunjing tentang kewenangan KPK yang masih terlampau besar pascarevisi undang-undang. "Ada yang minta penuntutan dikembalikan ke kejaksaan," kata sumber Tempo.
Dalam draf revisi versi Biro Perencanaan, KPK memang masih berwenang menyidik dan menuntut kasus korupsi. Adapun penyadapan diatur lebih terperinci. Meski tak tertulis hanya boleh dilakukan dengan izin pengadilan, penyadapan harus "dilakukan atas nama keadilan". Sedangkan usul sebagian anggota Komisi Hukum bahwa KPK berhak menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutÂan tak ada dalam rancangan.
Rencana mengubah Undang-Undang KPK ini menguat setelah hubungan Senayan-Kuningan memanas. Pemeriksaan pemimpin Badan Anggaran dalam kasus suap dana infrastruktur daerah oleh KPK pada awal bulan ini dibalas politikus Senayan dengan memanggil KPK. Perang kata di media kemudian pindah ke gedung Dewan. Di sinilah kemudian Fahri melontarkan pernyataan ingin membubarkan komisi antikorupsi lantaran kerap bertindak sewenang-wenang. Benny Kabur Harman, Ketua Komisi Hukum, juga sempat menyebutkan, "KPK teroris bagi anggota DPR."
Di sisi lain, awal tahun ini pemimpin Dewan telah menyurati Komisi Hukum untuk menyiapkan naskah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam surat bernomor PW01/0554/DPRRI/I/2011 tertanggal 24 Januari 2011 itu disebutkan perubahan tersebut masuk program legislasi nasional 2011.
Ketika itu, para aktivis antikorupsi segera bereaksi. Mereka mempertanyakan niat DPR yang ujuk-ujuk ingin merevisi undang-undang. Mereka curiga Dewan bermaksud melemahkan KPK. Setelah diprotes kiri-kanan, rencana mengubah peraturan itu tenggelam oleh peristiwa politik lain selama berbulan-bulan.
Kenyataannya, Biro Perancangan Perundang-undangan diam-diam melaksanakan permintaan Dewan. Setelah rampung menyusun draf beserta naskah akademiknya, mereka memaparkannya di depan Komisi Hukum. Rencana mengubah Undang-Undang KPK kembali menemukan momentumnya. "Kalau mau jujur, perubahan undang-undang ini memang bisa melemahkan KPK," kata seorang anggota Komisi Hukum.
Fahri Hamzah, yang setelah pertemuan Rabu dua pekan lalu kelihatan bersemangat atas revisi undang-undang itu, belakangan irit bersuara. Bahkan berÂedar kabar Fahri bakal pindah ke Komisi Keuangan setelah masa reses nanti. Soal ini, Fahri mengatakan belum akan pindah. Sedangkan soal revisi Undang-Undang KPK, "Lebih baik tanyakan kepada Benny Harman," ujarnya. "Disepakati dia yang pimpin."
Benny mengatakan, dalam pertemuan Rabu dua pekan lalu itu, beberapa anggota Komisi Hukum memang melontarkan sejumlah gagasan. "Tapi itu masih wacana," kata politikus Partai Demokrat ini. Dalam prosesnya, materi revisi bisa berubah-ubah. Ia mengatakan jalan ke pembentukan Panitia Kerja Perubahan Undang-Undang KPK belum tentu mulus. "Masih jauh."
Kendati begitu, tak ada yang tak sepakat dengan rencana revisi itu. "Semua fraksi setuju," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum Tjatur Sapto Edy. Tapi, kata politikus Partai Amanat Nasional itu, Dewan tak akan melemahkan KPK, tapi menyelaraskannya dengan lembaga penegak hukum lain. "Undang-Undang Kejaksaan, Polri, dan MA juga akan direvisi."
Anton Septian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo