Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pemerintah DKI Jakarta melakukan penyesuaian alias menaikkan tarif pajak penerangan jalan umum (PPJU). Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan kenaikan tarif pajak bakal memberatkan masyarakat sebagai konsumen yang membayar pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena tentu secara akumulatif akan menaikkan tagihan listrik konsumen," kata Tulus, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 16 Mei 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah DKI kini tengah mengusulkan rancangan peraturan daerah (raperda) perihal PPJU dan pajak parkir. Pemerintah DKI menargetkan penerimaan PPJU tahun 2018 sebesar Rp 1,15 triliun, atau naik 65 persen dari target sebelumnya pada 2017 sebesar Rp 750 miliar.
Pemerintah DKI beralasan kenaikan tarif PPJU dilakukan karena tak berubah selama sepuluh tahun terakhir. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta Edi Sumantri menjanjikan kenaikan tarif tak akan dikenakan kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang menggunakan daya 450-900 volt-ampere (VA).
Tulus juga menilai bahwa kenaikan pajak dari 2,4 persen menjadi 10 persen dianggap terlalu tinggi. Sebab, kata dia, DKI Jakarta memiliki sumber pendapatan pajak lain yang lebih signifikan perannya, seperti pajak kendaraan bermotor.
"Ini menunjukkan Pemprov DKI rakus terhadap pajak. Kalau daerah lain, yang sumber pendapatan daerahnya kecil, pantas menerapkan pajak 9-10 persen," kata Tulus.
Tulus juga mengatakan kenaikan tarif pajak tersebut dinilai dapat memicu konflik antara PT Perusahaan Listrik Negara dan masyarakat sebagai konsumen. Selain itu, kenaikan tarif pajak penerangan jalan ini, kata Tulus, tak sejalan dengan program pemerintah pusat yang berencana tak menaikkan tarif listrik hingga 2019.