Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Tim dari Pusat Penelitian Informatika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bandung mengembangkan alat identifikasi kayu otomatis (AIKO) berupa aplikasi di smartphone Android. Kini ada 186 jenis kayu niaga yang bisa dikenali jenisnya dengan cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim peneliti yang berjumlah sepuluh orang itu merintisnya pada 2017. Anggota tim Bambang Sugiarto mengatakan, jenis kayu yang bisa dideteksi secara cepat oleh AIKO di antaranya jati, kempas, ulin, meranti, eboni, sengon, merbau, merawan, damar, durian, balsa, pinang, ketapang, trembesi, jelutung, dan balau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia, menurutnya, punya sekitar 4.000 spesies kayu. “Sementara ini prioritasnya untuk AIKO yang jenis kayu perdagangan,” ujar dia akhir Juli lalu di Gedung Pusat Penelitian Informatika LIPI di Bandung. Riset aplikasi berbasis teknologi kecerdasan buatan ini bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Menurut Bambang, inovasi ini solusi dari lamanya waktu proses identifikasi kayu di Indonesia oleh ahli anatomi kayu. “Selama ini perlu waktu dua minggu untuk mengidentifikasi jenis kayu,” katanya. Selain itu, mata pemeriksa pun memiliki keterbatasan.
Gambar yang diperlukan untuk identifikasi oleh aplikasi itu seperti guratan tekstur dan pori-pori pada penampang kayu. Karena bentuknya kecil, maka kamera smartphone harus dipasangi alat tambahan mikroskop kecil untuk memperbesar gambar. “Sementara ini aplikasinya baru berbasis Android,” ujar Risnandar.
Foto penampang kayu dilayangkan ke server untuk dianalisis sesuai data identitas kayu yang tersimpan di Xylarium Bogoriense milik Kementerian Lingkungan HIdup dan Kehutanan. Adapun server memakai alat komputasi canggih bernama Mahameru High Performance Computing (HPC) milik LIPI.
"Fasilitas HPC LIPI memiliki jumlah core prosesor total mencapai 2864 dengan memori kerja 13552 GB. “Kapasitas penyimpanannya sampai 4 Peta Byte atau setara 4 juta GB," ujar Ketua Tim Peneliti Mahameru HPC LIPI, Rifki Sadikin di Bandung.
Pengguna AIKO pun kini masih kalangan terbatas, misalnya terkait dengan institusi seperti kepolisian, Bea Cukai, kantor pajak, dan industri perkayuan. Kasus yang membutuhkan identifikasi cepat kata Bambang seperti penyelundupan kayu ilegal atau penyalahgunaan dokumen barang. “Kita juga bisa tahu mana kayu yang dilindungi dan tidak,” ujarnya.
Akurasi hasil identifikasi AIKO mencapai 97 persen. Aplikasi itu juga akan digunakan untuk pengembangan big data kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia terutama kekayaan tumbuhan kayu. Manfaatnya juga untuk upaya konservasi.
ANWAR SISWADI