Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Aplikasi mobile Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai alat bantu hitung suara Pemilu 2024 memang mungkin salah ketika membaca data. Ketua Tim Auditor Sirekap dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Andrari Grahitandaru, mengakui itu kepada TEMPO, Senin 19 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
”Potensi itu ada, disebutnya eror,” kata dia tanpa merinci nilai batas persentase untuk kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan dengan Sirekap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andrari hanya menerangkan bahwa pencocokan data akan menggunakan dokumen asli Formulir C1. “Boleh-boleh saja disangka menggelembungkan, silakan, yang penting C1 yang diunggah itu yang jadi patokan,” ujarnya menambahkan.
Perekayasa Ahli Utama di Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN ini bertugas sebagai auditor teknologi informasi dan komunikasi. Diterangkannya, proses aplikasi Sirekap dimulai setelah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) selesai melakukan penghitungan suara.
Anggota KPPS kemudian memotret Formulir C1 Hasil atau Plano sesuai ketentuan dengan Aplikasi Sirekap. Misalnya foto tidak boleh miring, tidak keluar dari tanda batas di ujung kiri, kanan, atas, bawah kertas, serta pencahayaan harus terang. “Ketika difoto, itu langsung diterjemahkan,” kata dia.
Aplikasi Sirekap menggunakan Optical Character Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR) yang menerjemahkan foto kiriman menjadi angka. Setelah itu akan muncul dua pilihan berupa simbol centang hijau dan silang merah untuk mengonfirmasi petugas apakah data yang difoto sudah sesuai atau belum dengan hasil pembacaan Sirekap.
Petugas memeriksa data pengiriman dari lembar C-KWK saat uji coba Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pemilihan serentak di SOR Volly Indoor Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Rabu, 9 September 2020. Uji coba aplikasi Sirekap tersebut dalam rangka mempersiapkan pemungutan, penghitungan suara, sampai dengan tahapan rekap guna memastikan kesiapan penggunaannya dalam penyelenggara Pilkada serentak 2020 di daerah. ANTARA/M Agung Rajasa
Tanda itu, Andrari menjelaskan, ke luar otomatis setelah petugas memotret. “Kalau saat langsung menerjemahkan itu hasilnya tidak sama, ya jangan centang hijau tapi silang merah,” ujarnya.
Andrari mengatakan, kondisi seperti itu sempat dialami di TPS dekat rumahnya pada hari Pemilu, 14 Februari 2024. Pemotretan hasil suara dari TPS itu dalam kondisi di luar jaringan atau off line karena server KPU sempat mati. Namun hasil pemotretannya masih tersimpan di aplikasi Sirekap.
Itu terbukti sehari kemudian saat petugas KPPS mencoba log-in kembali ke Sirekap. “Begitu log-in langsung ada perintah unggah foto,” ujarnya.
Setelah itu keluar pemberitahuan bahwa kiriman sudah masuk ke server KPU. Dari hasil pengecekan Andrari di laman KPU, hasil angkanya sama dengan yang difoto. “Itu berkali-kali motretnya, nggak cocok (Sirekap) menerjemahkan, balik lagi begitu terus,” kata Andrari.
Bagaimana dengan kasus kiriman data dari Sirekap yang berbeda sesampainya di situs perhitungan KPU? Andrari menduga eror pada bagian ini sebatas kesalahan petugas KPPS yang menekan tanda contreng hijau sementara data belum sesuai.
Sebelumnya, dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB), Kelompok Keahlian Sistem Kendali dan Sistem Komputer, Agung Harsoyo, justru menilai tak wajar jenis-jenis kesalahan yang telah ditunjukkan oleh Sirekap di masa Pemilu 2024 ini. Agung menyoroti, antara lain, fungsi filter dalam aplikasi itu, juga pengamanan dari front sampai back end.