Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan smart farming pada setiap tahapan rantai pasok dinilai menjadi solusi untuk menjawab tantangan di sektor pangan nasional, di antaranya terkait produktivitas pertanian dan kualitas produk pangan yang perlu ditingkatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikan Direktur Supply Chain Management dan Teknologi Informasi PT Rajawali Nusantara Indonesia/ID FOOD Bernadetta Raras, saat menjadi pembicara Digital Transformation Indonesia Conference and Expo (DTI-CX) 2024 di Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, setiap pelaku industri yang menjadi bagian ekosistem pangan nasional perlu memiliki komitmen dan roadmap dalam penerapan smart farming, sehingga transformasi sektor pertanian nasional berjalan secara terukur dan berkelanjutan.
Terkait urgensi smart farming tersebut, Raras menjelaskan, Holding BUMN Pangan ID FOOD telah menjalankan roadmap penerapan smart farming di sejumlah lini bisnisnya. “Penting untuk ID FOOD menerapkan smart farming. Sebab sebagai Holding BUMN Pangan yang dibentuk pemerintah, ID FOOD memiliki tugas besar menjaga ketahanan pangan nasional serta meningkatkan inklusifitas petani, peternak, nelayan, dan UMKM,” ujar Raras dalam keterangannya.
Smart Farming di Industri Gula
Raras mencontohkan, industri gula yang menjadi lini bisnis terbesar perseroaan.ID FOOD mengadopsi teknik pertanian pintar yang melibatkan penginderaan jarak jauh, sensor, dan internet of things (IoT). Dengan penerapan smart farming tersebut, ID FOOD mampu mengolah tebu dari 50.000 hektare lahan setiap tahun sambil memaksimalkan produksinya.
"Langkah ini memberikan perbaikan signifikan dalam proses bisnis perusahaan. Dari sisi manajemen misalnya, konektivitas sistem yang dihasilkan mendukung proses pengambilan keputusan cepat dan tepat, serta membantu sistem peringatan dini yang dapat menghindarkan perusahaan dari kerugian atau kehilangan produksi," jelasnya.
Sementara dari sisi produksi, penerapan smart farming penting untuk menjaga akurasi pelaksanaan budidaya tebu. Mulai dari tanam hingga panen atau tebang, sehingga meningkatkan produktivitas tebu dan gula ID FOOD. Dampaknya, penjualan gula ID FOOD pada tahun lalu tumbuh 5 persen menjadi 421 ribu ton.
Sedangkan dari sisi keuangan, lanjut Raras, penerapan smart farming juga berdampak positi, dari mulai pengurangan biaya atau efisiensi dan peningkatan pendapatan. Di lini bisnis gula sendiri, pada 2023 terjadi peningkatan pendapatan 14 persen menjadi Rp 5,6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Segala pertumbuhan tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari penerapan digitalisasi teknologi perusahaan secara bertahap, sesuai Roadmap Smart Farming yang disusun.
“Smart farming berdampak finansial yang besar dibanding metode tradisional, dengan biaya tahunan yang lebih rendah untuk tenaga kerja dan peralatan. Penghematan biaya ini bisa diinvestasikan kembali ke dalam penelitian untuk meningkatkan hasil panen,” pungkas dia.