Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Huawei meluncurkan smartphone flagship seri Pura 70 di Cina pada akhir bulan lalu. Lewat seri ini, Huawei membuka bab baru dalam pengembangan produk ponselnya, setelah rangkaian sanksi embargo dari Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan unboxing dari Reuters, bermitra dengan iFixit dan TechSearch International, telah membedah bagian jeroan dari Huawei Pura 70 Pro. Ponsel dengan RAM 12 GB, kapasitas penyimpanan hingga 1 TB, dan baterai 5050 mAh itu mengandung lebih banyak komponen buatan lokal daripada seri-seri ponsel Huawei sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun begitu, ponsel yang dibanderol dengan harga lebih dari Rp 20 juta saat rilis 29 April lalu tersebut dinilai masih tak mampu menyamai model flagship dari merek lainnya. Terutama dalam hal performa chipset.
Chip Kirin 9010 yang digunakan Pura 70 Pro dibuat SMIC (Semiconductor Manufacturing International Corporation) berbasis teknologi transistor 7 nm. Berbagi kesamaan dengan Kirin 9000, chip itu disebutkan sudah menjadi revisi yang lebih baru dan berperforma lebih baik. Meski begitu, para pakar di industri ini menilai dia tetaplah chip yang diproses berbasis transistor 7 nm, cukup tertinggal dari chip terbaik saat ini di pasaran.
SMIC juga diperkirakan segera transisi ke teknologi 5 nm pada akhir tahun ini, meningkatkan teknologi dan kemampuannya saat ini. Mereka tinggal menunggu waktu untuk menerima volume produksi komersialnya.
Penting untuk dicatat bahwa industri semikonduktor Cina saat ini tertinggal di belakang TSMC, Samsung, Qualcomm, dan pabrik chip lain yang mempunyai akses ke mesin EUV (Extreme Ultraviolet Lithography) yang dibuat oleh ASML, perusahaan asal Belanda. TSMC bahkan sudah mulai mengerjakan yang berbasis transistor 2 nm, yang merepresentasikan gap enam tahun dalam proses penyempurnaan.
Hasil uji di Geekbench membuktikan semua itu. Hasil uji mengindikasikan perbaikan performa chip Kirin 9010 sebesar hampir 10 persen dari seri pendahulunya, tapi masih tertinggal 30 persen dari Snapdragon 8 Gen 3 milik Qualcomm.
Salah satu perubahan IC yang paling teramati dalam Pura 70 Pro adalah memori flash NAND 1 TB yang dibuat HiSilicon milik Huawei. Tapi kelihatannya, laporan yang ada menyebutkan, komponen itu didesain dan dibuat oleh perusahaan lokal lain dengan HiSilicon hanya menangani memory controller-nya lalu mengemas chip NAND.
Penting dicatat pula bahwa Huawei menawarkan ponsel Pura 70 dengan kapasitas penyimpanan 1 TB hanya di Cina. Sedangkan varian-variannya yang memiliki kapasitas penyimpanan 256 dan 512 GB tersedia di pasaran luar negeri.
RAM 12 GB dipasok oleh SK Hynix, perusahaan Korea Selatan yang juga terdampak sanksi pembatasan perdagangan yang dipaksakan oleh Amerika Serikat. Huawei sepertinya menimbun chip memori itu sebelum era sanksi, tapi tingginya kebutuhan untuk ponsel Huawei Mate 60 dan Pura 70 diyakini telah menipiskan stoknya.
Huawei mungkin bergantung kepada CXMT (ChangXin Memory Technologies) yang belum lama memproduksi modul LPDDR5 pertama yang sepenuhnya buatan domestik. Meski begitu, produksi DRAM juga sangat bergantung pada chip-chip buatan EUV untuk efisiensi performa dan tenaga. Ini memberikan tantangan lain untuk Huawei dan para mitra domestiknya untuk menjadi kompetitif dalam pasar smartphone.
Yang mengejutkan, sensor giroskop 6-sumbu dan akselerometer MEMS sepertinya disediakan Bosch dari Jerman. Yang ini meski perusahaan Cina sudah mampu memproduksi sensor-sensor itu sendiri.
Laporan Reuters menyebut seri Pura 70 hampir menjadi simbol kemandirian Cina. Namun demikian, lagi-lagi, Amerika dan sekutunya memantau ketat kebangkitan Huawei dalam manufaktur chip dan perangkat, dan ini bisa berujung kepada sanksi yang lebih keras.
GSM ARENA, REUTERS