Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pangan dan Pertanian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jarot Indarto, mengatakan pengelolaan, dukungan kebijakan, dan rencana pembangunan bentang lahan (lanskap) masih butuh penguatan. Mitigasi krisis iklim, termasuk adaptasi ketahanan pangan, tidak cukup hanya dilakukan di level tapak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perlu kolaborasi dan komitmen yang terpadu dan kuat lintas pihak, lintas sektor, dan lintas pemerintahan,” katanya dalam Ekspose Nasional Land4Lives di Jakarta, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 26 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam agenda bertajuk ‘Mewujudkan Bentang Lahan Lestari untuk Masyarakat Tangguh Iklim’, Jarot menyebut perlu pendekatan multi-level untuk aksi riset Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives). Slogan Land4Lives yang merujuk pada lahan untuk kehidupan itu digarap oleh International Council for Research in Agroforestry (ICRAF), di bawah arahan Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas. Kajian itu juga disokong dengan pendanaan dari Global Affairs Canada (GAC).
Dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, perubahan iklim menjadi tantangan utama Indonesia selama dua dekade ke depan. Potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim selama periode 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp544 triliun. Jumlah itu terus meningkat jika tidak ada ketahanan ekologi yang memadai.
Duta Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, Jess Dutton, yang hadir dalam forum ekspose tersebut mengatakan kita tidak perlu mengorbankan lingkungan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Bahkan, peluang ekonomi bisa semakin luas bila kita mengedepankan kelestarian lingkungan,” tuturnya.
Peneliti Utama Land4Lives sekaligus Direktur CIFOR-ICRAF Asia, Sonya Dewi, mengimbuhkan bahwa tantangan perubahan iklim, khususnya pada ketahanan pangan dan penghidupan, dapat diatasi pengembangan resiliensi atau kemampuan adaptasi, mulai dari level tapak, bentang lahan, hingga provinsi. “Semua itu dilakukan dengan pendekatan yang ilmiah dan sensitif gender,” kata dia
Menurut Sonya, Land4Lives juga ditargetkan membantu Indonesia untuk memenuhi komitmen mitigasi krisis iklim. Salah satunya adalah Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32 persen dengan usaha sendiri, serta 43 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Selain itu, Indonesia menetapkan Strategi Jangka Panjang untuk Ketahanan Iklim dan Rendah Karbon (LTS-LCCR 2050). Rencana itu mencakup adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta restorasi lahan dan kawasan gambut.