Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Facebook dilaporkan tetap memblokir sejumlah organisasi di Myanmar sekalipun organisasi itu telah bergabung dalam perlawanan terhadap kudeta militer di negara tersebut. Blokir telah dialami sejak 2019, jauh sebelum militer mengambil paksa pemerintahan pada Februari lalu. Saat itu, organisasi seperti Arakan Army dan banyak afiliasinya diklasifikasi sebagai organisasi teroris oleh pemerintahan yang sipil dan demokratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah militer kembali menguasai pemerintahan (setelah pemilihan umum dituding dicurangi), situasi politik di Myanmar dinilai telah berkembang ekstrem. Namun ada satu hal yang menjadi jelas: Arakan Army tak lagi diklasifikasi sebagai kelompok terorisme, baik oleh pemerintah militer saat ini atapun pemerintahan terpilih yang dikudeta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meksi begitu, menurut Rest of World, Arakan Army tetap tak bisa berkomunikasi di platform Facebook. Kelompok ini bukan satu-satunya yang masih diblokir di platform aplikasi media sosial tersebut.
Ada banyak kelompok bersenjata berbasis kesukuan yang aktif di Myanmar, beberapa bersatu melawan pemerintahan militer yang telah secara brutal menekan para pengunjuk rasa pro demokrasi. Banyak halaman Facebook mereka juga telah dibatasi pada 2019--saat itu atas permintaan pemerintahan yang dipimpin Aung San Suu Kyi sebagai State Counsellor.
Menurut Rest of World, larangan terhadap kelompok-kelompok itu sama kontroversialnya dulu dan sekarang. Beberapa berargumen kalau larangan dulu untuk mencegah informasi pelanggaran HAM, seperti genosida yang dilakukan Tatmadaw alias militer Myanmar atas etnis muslim Rohingya, tersebar ke luar negeri.
Sekarang, kelompok-kelompok itu dan para jurnalis di Myanmar menganggap larangan di Facebook ditujukan untuk mencegah mereka menunjukkan kepada dunia apa yang dialami dalam perjuangan melawan pemerintahan militer. "Seperti ingin menutup telinga dan mata orang-orang," kata seorang direktur organisasi HAM di Myanmar kepada Rest of World.
Facebook juga memblokir halaman kelompok-kelompok pendukung Tatmadaw pascakudeta. "Tapi Facebook gagal merespons perubahan politik yang terjadi di Myanmar saat ini," kata aktivis HAM ,Thinzar Shunlei Yi, sembari menyerukan Facebook menyusun dewan pengawas resmi untuk di negerinya.
THE VERGE